28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:21 AM WIB

Pertimbangan Hakim Kacau, LBH Bali – Greenpeace Siapkan Memori Banding

DENPASAR – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali bersama Greenpeace dan tim penasihat hukum penggugat PLTU Celukan Bawang,

Buleleng, sudah siap melakukan perlawanan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar.

Direktur LBH Bali, Dewa Putu Adnyana menegaskan, konsep memori banding sudah ditentukan dan siap diajukan.

Adnyana dkk memiliki waktu 14 hari  mengajukan banding sejak putusan pertama dikeluarkan.

“Kami akan luruskan pertimbangan hakim dalam mengambil putusan. Kami melihat pertimbangan hakim kacau. Hari ini kami semua kumpul untuk mematangkan memori banding,”tandas Adnyana.

Lebih lanjut dijelaskan, prespektif hukum majelis hakim perlu diluruskan karena sesuai UU No 32/2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, tidak peru ada kerugian materiil nyata untuk mengajukan gugatan.

Dalam sidang putusan pekan lalu, hakim menolak gugatan karena salah satu pertimbangannya belum ada kerugian nyata para penggugat.

Menurut Adnyana, sesuai undang-undang lingkungan hidup, mestinya potensi dampak kerusakan lingkungan hidup sudah cukup dijadikan dasar mengajukan gugatan. 

Dewa juga mengaku heran atas keputusan hakim karena hakim sudah bersertifikasi lingkungan.

Namun, kata Dewa, entah apa yang terjadi hakim membuat keputusan harus ada kerugian nyata yang dialami para penggugat.

“Kami menduga hakim kebingungan, sehingga kami dipangkas pada urusan formil dan belum masuk pada pokok perkara.,” tandas pria asal Gianyar itu.

Pertimbangan banding lain yang akan digunakan yaitu majelis hakim yang tidak mau turun ke lapangan untuk melihat langsung fakta yang terjadi.

Padahal, dalam kasus lingkungan hidup hakim mestinya turun ke lapangan sangat penting untuk asas peradilan yang baik.

Pasalnya, dengan turun ke lapangan hakim telah menggali data dan fakta secara langsung untuk dijadikan bahan pertimbangan mengambil keputusan. Setelah melakukan pemeriksaan lapangan baru ke tahap aturan.

“Bagaimana bisa mengetahui fakta kalau hakim tidak turun ke lapangan,” sentilnya. Dewa juga akan mematahkan pertimbangan hakim yang menyebut penggugat tidak memiliki kepentingan atas rencana proyek PLTU.

Menurut Dewa, berdasar Pasal 53 UU PTUN, juga berdasar keterangan ahli dalam persidangan tentang kapasitas penggugat,

menyatakan seseorang atau badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan (dampak yang akan diderita), bisa mengajukan gugatan ke PTUN.

Para penggugat dalam kasus ini yaitu seseorang adalah warga dan Greenpeace sebagai lembaga berbadan hukum.

Keterangan ahli dalam sidang sebelumnya juga tidak dibantah oleh pihak tergugat. Artinya, tegas Adnyana, masalah tersebut sudah klir dan menjadi suatu kebenaran.

Adnyana optimistis banding bisa dikabulkan jika menilik gugatan serupa di Cirebon dan Indramayu bisa menang. Kasus yang terjadi di Indramayu dan Cirebon nyaris persis dengan di Celukan Bawang.

“Yang tak kalah penting, kami juga akan bahas ke depan advokasi untuk melindungi masyarakat luas,” pungkasnya.

DENPASAR – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali bersama Greenpeace dan tim penasihat hukum penggugat PLTU Celukan Bawang,

Buleleng, sudah siap melakukan perlawanan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar.

Direktur LBH Bali, Dewa Putu Adnyana menegaskan, konsep memori banding sudah ditentukan dan siap diajukan.

Adnyana dkk memiliki waktu 14 hari  mengajukan banding sejak putusan pertama dikeluarkan.

“Kami akan luruskan pertimbangan hakim dalam mengambil putusan. Kami melihat pertimbangan hakim kacau. Hari ini kami semua kumpul untuk mematangkan memori banding,”tandas Adnyana.

Lebih lanjut dijelaskan, prespektif hukum majelis hakim perlu diluruskan karena sesuai UU No 32/2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, tidak peru ada kerugian materiil nyata untuk mengajukan gugatan.

Dalam sidang putusan pekan lalu, hakim menolak gugatan karena salah satu pertimbangannya belum ada kerugian nyata para penggugat.

Menurut Adnyana, sesuai undang-undang lingkungan hidup, mestinya potensi dampak kerusakan lingkungan hidup sudah cukup dijadikan dasar mengajukan gugatan. 

Dewa juga mengaku heran atas keputusan hakim karena hakim sudah bersertifikasi lingkungan.

Namun, kata Dewa, entah apa yang terjadi hakim membuat keputusan harus ada kerugian nyata yang dialami para penggugat.

“Kami menduga hakim kebingungan, sehingga kami dipangkas pada urusan formil dan belum masuk pada pokok perkara.,” tandas pria asal Gianyar itu.

Pertimbangan banding lain yang akan digunakan yaitu majelis hakim yang tidak mau turun ke lapangan untuk melihat langsung fakta yang terjadi.

Padahal, dalam kasus lingkungan hidup hakim mestinya turun ke lapangan sangat penting untuk asas peradilan yang baik.

Pasalnya, dengan turun ke lapangan hakim telah menggali data dan fakta secara langsung untuk dijadikan bahan pertimbangan mengambil keputusan. Setelah melakukan pemeriksaan lapangan baru ke tahap aturan.

“Bagaimana bisa mengetahui fakta kalau hakim tidak turun ke lapangan,” sentilnya. Dewa juga akan mematahkan pertimbangan hakim yang menyebut penggugat tidak memiliki kepentingan atas rencana proyek PLTU.

Menurut Dewa, berdasar Pasal 53 UU PTUN, juga berdasar keterangan ahli dalam persidangan tentang kapasitas penggugat,

menyatakan seseorang atau badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan (dampak yang akan diderita), bisa mengajukan gugatan ke PTUN.

Para penggugat dalam kasus ini yaitu seseorang adalah warga dan Greenpeace sebagai lembaga berbadan hukum.

Keterangan ahli dalam sidang sebelumnya juga tidak dibantah oleh pihak tergugat. Artinya, tegas Adnyana, masalah tersebut sudah klir dan menjadi suatu kebenaran.

Adnyana optimistis banding bisa dikabulkan jika menilik gugatan serupa di Cirebon dan Indramayu bisa menang. Kasus yang terjadi di Indramayu dan Cirebon nyaris persis dengan di Celukan Bawang.

“Yang tak kalah penting, kami juga akan bahas ke depan advokasi untuk melindungi masyarakat luas,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/