33.5 C
Jakarta
21 November 2024, 14:28 PM WIB

Permalukan 23 TSK Narkoba di Depan Umum, Aktivis Kecam Polresta

DENPASAR – Polresta Denpasar membuat langkah mengejutkan Minggu pagi. Di bawah kendali Kapolresta Denpasar Kombes Ruddi Setiawan, 23 tersangka narkoba digiring ke Lapangan Renon.

Para tersangka dalam kondisi tangan dan kaki dirantai lantas dipertontonkan ke warga yang lagi menikmati acara Car Free Day (CFD).

Menurut Kombes Ruddi Setiawan, langkah kepolisian ini adalah untuk menciptakan efek jera dan membuat calon-calon pelaku berpikir ulang untuk main narkoba di Denpasar, Bali.

Namun, langkah kepolisian ini mendapat penolakan Pembina Yayasan Kesehatan Bali Wayan Gendo Suardana.

Lembaga pelopor penanggulangan dampak narkotika mengecam tindakan Polresta Denpasar mempermalukan 23 tersangka narkoba di depan umum.

Bagi Gendo, tindakan kepolisian tersebut mengabaikan asas hukum praduga tak bersalah. “Ya memang itu dasar yang paling kuat adalah jaminan

atas asas praduga tidak bersalah sebagai bagian dari hak asasi manusia,” ungkap Gendo saat dihubungi Jawa Pos Radar Bali, Minggu sore (24/2).

Menurut pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini, atas dasar asas praduga tak bersalah maka tersangka wajib dilindungi hak-haknya

sebagai orang yang tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde. 

Pelaksanaan atas asas ini sekaligus memberi kewajiban kepada Polri untuk menjaga hak-hak mereka sebagai orang yang tidak bersalah termasuk dengan tidak membuka

identitas mereka secara terang, menutup wajah mereka jika ada ekspose ke media. Bila tidak, maka kepolisian patut mengimbau media untuk menyamarkan wajah mereka. 

Tindakan polisi mempertontonkan para tersangka di depan umum bahkan sengaja di acara CFD, kata dia, dapat dikualifikasikan sebagai pengurangan atas pelaksanaan asas praduga tidak bersalah.

Tindakan itu dapat berujung kepada terjadinya pengadilan opini atas para tersangka.  Selain itu tindakan ini dapat mengurangi derajat martabat kemanusiaan tersangka dan sengaja mempermalukan mereka ke hadapan publik.

“Jika yang dimaksud pihak polri adalah sosialisasi bahaya narkotika ke masyarakat maka masih banyak cara yang bisa dilakukan daripada melakukan tindakan yang dapat mengurangi bahkan melanggar HAM,” pungkasnya.

DENPASAR – Polresta Denpasar membuat langkah mengejutkan Minggu pagi. Di bawah kendali Kapolresta Denpasar Kombes Ruddi Setiawan, 23 tersangka narkoba digiring ke Lapangan Renon.

Para tersangka dalam kondisi tangan dan kaki dirantai lantas dipertontonkan ke warga yang lagi menikmati acara Car Free Day (CFD).

Menurut Kombes Ruddi Setiawan, langkah kepolisian ini adalah untuk menciptakan efek jera dan membuat calon-calon pelaku berpikir ulang untuk main narkoba di Denpasar, Bali.

Namun, langkah kepolisian ini mendapat penolakan Pembina Yayasan Kesehatan Bali Wayan Gendo Suardana.

Lembaga pelopor penanggulangan dampak narkotika mengecam tindakan Polresta Denpasar mempermalukan 23 tersangka narkoba di depan umum.

Bagi Gendo, tindakan kepolisian tersebut mengabaikan asas hukum praduga tak bersalah. “Ya memang itu dasar yang paling kuat adalah jaminan

atas asas praduga tidak bersalah sebagai bagian dari hak asasi manusia,” ungkap Gendo saat dihubungi Jawa Pos Radar Bali, Minggu sore (24/2).

Menurut pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini, atas dasar asas praduga tak bersalah maka tersangka wajib dilindungi hak-haknya

sebagai orang yang tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde. 

Pelaksanaan atas asas ini sekaligus memberi kewajiban kepada Polri untuk menjaga hak-hak mereka sebagai orang yang tidak bersalah termasuk dengan tidak membuka

identitas mereka secara terang, menutup wajah mereka jika ada ekspose ke media. Bila tidak, maka kepolisian patut mengimbau media untuk menyamarkan wajah mereka. 

Tindakan polisi mempertontonkan para tersangka di depan umum bahkan sengaja di acara CFD, kata dia, dapat dikualifikasikan sebagai pengurangan atas pelaksanaan asas praduga tidak bersalah.

Tindakan itu dapat berujung kepada terjadinya pengadilan opini atas para tersangka.  Selain itu tindakan ini dapat mengurangi derajat martabat kemanusiaan tersangka dan sengaja mempermalukan mereka ke hadapan publik.

“Jika yang dimaksud pihak polri adalah sosialisasi bahaya narkotika ke masyarakat maka masih banyak cara yang bisa dilakukan daripada melakukan tindakan yang dapat mengurangi bahkan melanggar HAM,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/