KUTA – Meski mendapat perlawanan, Panitera PN Denpasar akhirnya membacakan putusan eksekusi Hotel White Rose milik PT Pondok Asri Dewata (PAD).
Eksekusi hotel yang ada di Jalan Legian, Kuta, persisnya di belakang monument Ground Zero atau bom Bali itu dilakukan Kamis (24/6) siang pukul 11.40.
Disela pembacaan putusan suasana sempat memanas setelah kuasa hukum termohon yakni I Gede Widiatmika menyatakan pihaknya memiliki hak atas hotel.
“Kami punya hak di sini, ini perampokan,” cetus Gede Widiatmika. Meski demikian, pembacaan putusan tetap dilanjutkan.
Sebelum putusan dibacakan, para pihak terlibat perdebatan alot di Kantor Lurah Kuta. Guna mengantisipasi kericuhan, sebanyak 80 anggota Dalmas Polresta Denpasar diterjunkan.
Putusan eksekusi dibacakan panitera PN Denpasar, Rotua Roosa Mathilda Tampubolon di lobi hotel.
Usai pembacaan putusan, Widiatmika dan timnya tidak bisa menyembunyikan amarahnya. Menurutnya, pembacaan eksekusi merupakan bentuk kesewenang-wenangan.
Pasalnya, ada dua putusan yang sudah inkracht menyatakan pihaknya berhak atas Hotel White Rose. Namun, dua putusan inkracht itu diabaikan.
“Kami punya hak bertahan di sini. Kami akan melaporkan Ketua PN Denpasar dan Pengadilan Tinggi Denpasar ke Komisi III DPR RI, Mahkamah Agung, dan Komnas HAM agar diperiksa,” ketusnya menggebu-gebu.
Dijelaskan Widiatmika, PT Tabur Berkah membeli PT PAD dari PT Bank Universal yang sekarang bernama PT Bank Permata Tbk.
PT PAD diperoleh dari lelang yang dilakukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Lebih lanjut, PT PAD kemudian dijaminkan Budiman Candra di Bank Universal.
Sekitar 1999 PT PAD disita dan dilelang BPPN karena Budiman Candra tidak menjalankan kewajibannya.
Sejak PT PAD dibeli dari Bank Permata, ada beberapa kali upaya hukum yang dilakukan pemohon eksekusi, Budiman Candra, dkk.
Dari permohonan eksekusi tersebut, mulai pengadilan tingkat pertama hingga upaya Peninjauan Kembali (PK), pemohon dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.
Widiatmika pun menyebut pelaksanaan eksekusi sangat dipaksakan. Sebab, Ketua PN Denpasar tidak mempertimbangkan dan mengabaikan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) atas perkara terkait objek dan subjek yang sama.
Diwawancarai terpisah, I Putu Gede Astawa sebagai juru bicara PN Denpasar mengatakan ekseskui sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Disinggung soal adanya ancaman melaporkan ketua PN Denpasar, mengatakan pihaknya tidak antikritik.
“Jika ada pihak yang merasa keberatan, silakan (melapor) kalau mau menempuh itu,” kata Astawa. Termasuk laporan ke Komnas HAM? “Kami tidak bisa membatasi orang melapor,” jawabnya singkat.