DENPASAR – Terdakwa I Made Suweca,40 menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Denpasar pada Selasa (30/4).
Majelis Hakim PN Denpasar akhirnya menggajar terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 4 bulan (28 bulan), serta denda sebesar Rp 50 juta subsidair 2 bulan.
Sesuai amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Engeliky karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dana hibah pengadaan bibit sapi Kelompok Tani Sari Amerta, Desa Carangsari, Petang, Badung, senilai Rp 127.350.000.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor, sesusai dakwaan penuntut umum,” ujar ketua Hakim Engeliky Hadajani Day
Majelis hakim juga membebankan terdakwa dengan uang penganti sesuai kerugian negara. Dengan ketentuan jika tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan inkrah, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang penganti tersebut, jika tidak mempunyai harta benda maka diganti penjara selama 8 bulan.
Menariknya, seusai sidang, Hakim menasihati terdakwa yang tidak bisa membaca dan menulis ini.
“Kalau saja bapak bisa mengembalikan uang kerugiannya, hukumannya tidak seberat ini. Pak Suweca mau bilang, tapi Bu saya tidak pernah pakai uangnya, iya mungkin kasih ke orang lain tapi buktinya pak Suweca yang tanda tangan. Begitu yah. Pak Suweca baik-baik di sana yah, jaga kesehatan (Lapas -red),” sebutnya
“Jangan lupa belajar baca dan tulis juga, biar tidak asal tanda-tangan aja,”imbuhnya.
Sementara atas putusan hakim, penasehat hukum terdakwa, Doddy Arta Kariawan, menyatakan menerima. Sementara Luh Heny F Rahayu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, dan denda 50 juta rupiah subsidair 6 bulam penjara mengaku pikir-pikir.
Sebagaimana isi dakwaan sebelumnya, dugaan korupsi itu terjadi dalam pengelolaan dana hibah untuk kelompok ternak yang dipimpin terdakwa pada tahun anggaran 2018.
Perkara ini berawal dari permohonan bantuan hibah yang diajukan terdakwa kepada Bupati Badung.
Permohonan hibah tersebut disampaikan dalam bentuk proposal dengan tujuan membeli bibit sapi untuk dikembangkan oleh anggota kelompok.
Sesuai rancangan anggaran biaya (RAB) yang diajukan dalam proposal itu nilainya mencapai Rp 226.850.000.
Proposal tersebut juga disertai dengan berita acara rapat tertanggal 30 Januari 2017 yang ditandatangani 13 orang. Tiga di antaranya berstatus pengurus.
Mereka antara lain I Made Suweca (terdakwa) selaku ketua, I Wayan Miasa selaku sekretaris, dan Kadek Pura Adi Sanjaya selaku bendahara.
Belakangan diketahui bahwa berita acara yang tercantum dalam proposal itu fiktif. Karena kesepuluh orang yang tercantum dalam berita acara itu mengaku tidak pernah menjadi anggota.
Kendati demikian, proposal tetap diajukan. Verifikasi pun kemudian dilakukan oleh tim hingga muncul rekomendasi bahwa kelompok yang dipimpin terdakwa memenuhi syarat sebagai penerima hibah. Hanya saja, nilai bantuan yang direkomendasikan tim verifikator dibatasi sebesar Rp 200 juta.
Meski tidak sesuai dengan RAB yang diajukan, hibah tetap diurus terdakwa. Sampai akhirnya dia mencairkan dana hibah itu di rekening kelompok ditemani bendahara. Dana itu kemudian dikuasai terdakwa. Dia juga mulai melakukan pembelian bibit sapi dan perbaikan kandang.
Dalam perjalanannya, terdakwa membuat Laporan Pertanggungjawaban dengan Nomor : 04/SBR/IV/2018 tertanggal 4 April 2018. Dalam laporan itu, intinya dia menegaskan bahwa dana hibah sebesar Rp 200 juta sudah dipergunakan sesuai Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan melampirkan bukti-bukti pengeluaran dan sejenisnya.
Dugaan korupsi baru muncul setelah ada evaluasi lapangan yang dilakukan Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Pangan Badung pada 7 Agustus 2018. Hasil evaluasi mendapatkan kondisi sapi-sapi yang dimiliki kelompok ternak pimpinan terdakwa tidak sesuai dengan yang dilaporkan.
Dalam laporan disebutkan 20 ekor namun yang ada hanya sepuluh ekor. Dari sepuluh ekor itu, dua diantaranya sesuai RAB dan memenuhi Standar Teknis Peternakan berupa Standard Nasional Indonesia (SNI) Bibit Sapi Bali. Sedangkan delapan ekor sisanya berupa anakan.
Selain itu, hasil evaluasi terhadap laporan juga mendapatkan adanya selisih nilai penggunaan dana pada perbaikan kandang sebesar 8,5 juta lebih. Padahal dalam laporan disebutkan perbaikan kandang menghabiskan biaya sebesar Rp 20 juta. Sementara nilai riil perbaikan kandang sesuai bukti pengeluaran sebesar Rp 11,4 juta.