26.7 C
Jakarta
27 April 2024, 7:48 AM WIB

Kejari Gianyar Bidik Oknum Pemungut Prona di Payangan

GIANYAR – Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar membidik pungutan Program Agraria Nasional (Prona) tahun 2016 yang berlangsung di Desa Buahan Kaja, Kecamatan Payangan.

Sudah banyak pihak yang diwawancara oleh Kejari Gianyar, yakni pemohon sertifkat hingga pengurus desa Buahan Kaja.

Nilai pungutan mencapai Rp 1 juta per sertifikat.

Yang fantastis, ada 700-an sertifikat yang dipungut.

Kasi Intel Kejari Gianyar, Gusti Agung Puger, menyatakan kasus yang ditanganinya itu masih dalam penyelidikan.

 “Itu diusut awal 2018 ini, tapi masih lid (penyelidikan). Masih kami evaluasi siapa kira-kira yang dibutuhkan keterangannya,” ujar Agung Puger, Rabu (29/8).

Apabila seluruh keterangan yang diperlukan cukup, maka Kejari akan mengambil sikap mengenai kelanjutan kasus tersebut.

 “Nanti dari ekspose, kami nyatakan sikap. Mau berlanjut atau tidak,” terang jaksa asal kabupaten Badung itu.

Dijelaskan Agung Puger, kasus tersebut bermula pada 2016 lalu.

“Ada kesepakatan antara kelian (kepala lingkungan, red) dengan Perbekel Buahan Kaja, bahwa setiap pemohon yang mengurus Prona dikenakan Rp 1 juta per sertifikat,” jelasnya.

Puger menyontohkan, apabila ada 1 sertifikat waris yang dipecah menjadi 4 sertifikat, maka biaya yang dikeluarkan adalah Rp 4 juta.

“Tidak pakai luas, hitungannya per sertifikat. Cara pengambilan uangnya tergantung,” terangnya.

Ada yang dibayar diawal sebesar Rp 1 juta, kemudian sertifikat terbit pada 3 bulan berikutnya.

 “Hampir semua warga yang punya tanah di sana yang ikut Prona itu kena pembayaran ini,” jelasnya. Saat itu, kata Puger, masyarakat yang mengurus sertifikat melalui Prona mencapai 700-an sertifikat.

“Yang memungut itu perangkat desa. Pemohon bayar di perangkat desa di kantor desa,” jelasnya.

Disinggung mengenai aturan pembayaran Prona di tingkat desa, Agung Puger mengaku tidak ada pemberlakuan semacam itu. “Aturannya tidak ada. Kalau dulu, pemohon sertifikat paling hanya kena Rp 200 ribu, itu pun untuk biaya materai dan patok,” terangnya.

Walau sudah tahu jika aturan pungutan Prona tidak dibenarkan, Kejari tidak mau gegabah. “Masih penyelidikan, sabar dulu, kami tidak bisa bilang itu,” pungkasnya.

GIANYAR – Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar membidik pungutan Program Agraria Nasional (Prona) tahun 2016 yang berlangsung di Desa Buahan Kaja, Kecamatan Payangan.

Sudah banyak pihak yang diwawancara oleh Kejari Gianyar, yakni pemohon sertifkat hingga pengurus desa Buahan Kaja.

Nilai pungutan mencapai Rp 1 juta per sertifikat.

Yang fantastis, ada 700-an sertifikat yang dipungut.

Kasi Intel Kejari Gianyar, Gusti Agung Puger, menyatakan kasus yang ditanganinya itu masih dalam penyelidikan.

 “Itu diusut awal 2018 ini, tapi masih lid (penyelidikan). Masih kami evaluasi siapa kira-kira yang dibutuhkan keterangannya,” ujar Agung Puger, Rabu (29/8).

Apabila seluruh keterangan yang diperlukan cukup, maka Kejari akan mengambil sikap mengenai kelanjutan kasus tersebut.

 “Nanti dari ekspose, kami nyatakan sikap. Mau berlanjut atau tidak,” terang jaksa asal kabupaten Badung itu.

Dijelaskan Agung Puger, kasus tersebut bermula pada 2016 lalu.

“Ada kesepakatan antara kelian (kepala lingkungan, red) dengan Perbekel Buahan Kaja, bahwa setiap pemohon yang mengurus Prona dikenakan Rp 1 juta per sertifikat,” jelasnya.

Puger menyontohkan, apabila ada 1 sertifikat waris yang dipecah menjadi 4 sertifikat, maka biaya yang dikeluarkan adalah Rp 4 juta.

“Tidak pakai luas, hitungannya per sertifikat. Cara pengambilan uangnya tergantung,” terangnya.

Ada yang dibayar diawal sebesar Rp 1 juta, kemudian sertifikat terbit pada 3 bulan berikutnya.

 “Hampir semua warga yang punya tanah di sana yang ikut Prona itu kena pembayaran ini,” jelasnya. Saat itu, kata Puger, masyarakat yang mengurus sertifikat melalui Prona mencapai 700-an sertifikat.

“Yang memungut itu perangkat desa. Pemohon bayar di perangkat desa di kantor desa,” jelasnya.

Disinggung mengenai aturan pembayaran Prona di tingkat desa, Agung Puger mengaku tidak ada pemberlakuan semacam itu. “Aturannya tidak ada. Kalau dulu, pemohon sertifikat paling hanya kena Rp 200 ribu, itu pun untuk biaya materai dan patok,” terangnya.

Walau sudah tahu jika aturan pungutan Prona tidak dibenarkan, Kejari tidak mau gegabah. “Masih penyelidikan, sabar dulu, kami tidak bisa bilang itu,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/