29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:20 AM WIB

Sampaikan Maaf, Adi Waisaka Masih Ingin Hidupi Anak Kandungnya

Pasca dituntut 9 tahun penjara, Kadek Adi Waisaka Putra, 36, kemarin mengajukan pledoi (pembelaan tertulis). Lalu apa harapan dari pria yang nekat dan tega memotong kaki istrinya dengan keji itu? 

 

DIDIK DWI PRAPTONO, Denpasar

PRIA dengan postur tubuh kurus dan rambut cepak ini terus tertunduk sambil kedua telapak tangannya dirapatkan sesaat setelah memasuki sidang Sari Pengadilan Negeri Denpasar. 

Sempat ngantri di deretan kursi pengunjung, beberapa menit kemudian, dia diminta maju ke depan sidang.

Adi Waisaka dihadirkan untuk menyampaikan pledoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Luh Wayan Adhi Antari yang sebelumnya

menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dikurangi masa terdakwa menjalani masa penahanan sementara. 

Didampingi penasehat hukumnya, Benny Hariyono, Adi Waisaka selain menyampaikan pembelaan tertulis, terdakwa juga menyampaikan pembelaan secara lisan. 

Pada intinya, saat pembelaan yang disampaikan di depan Majelis Hakim pimpinan Esthar Oktavi, pria yang kesehariannya sebagai guide freelance

ini selain mengaku khilaf dan menyesali perbuatannya, ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban dan korban Ni Putu Kariani.

“Saya khilaf dan menyesali perbuatan saya yang mulia.  Kepada keluarga dan korban saya minta maaf,” terang terdakwa. 

Di depan Majelis Hakim, pria asal Alas Angker, Desa Tenaon, Buleleng ini juga memohon keringanan hukuman.

“Mohon keringanan hukuman Majelis Hakim yang Mulia. Saya masih ingin membiayai anak saya sebagai penebus kesalahan, “ujarnya. 

Dalam pembelaan tertulis yang dibacakan penasehat hukumnya, terdakwa menyampaikan pembelaan setebal lima halaman. 

Intinya, selain sama seperti pembelaan yang disampaikan secara lisan,  pihak penasehat hukum menegaskan bahwa tidak ada niat kebencian maupun perencanaan pembunuhan yang dilakukan oleh kliennya.

Menurutnya, tuntutan hukuman atas tindakan kekerasan yang dilakukan kliennya sebagaimana disampaikan jaksa sebelumnya, yakni tuntutan hukuman Pidana 9 tahun penjara

sebagaimana Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dianggap sangat berat.

“Sehingga kami memohon kepasa Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman seringan-ringannya bagi terdakwa, “pinta terdakwa melalui penasehat hukumnya. 

Selanjutnya atas pembelaan terdakwa, JPU Ni Luh Wayan Adhi Antari menyatakan tetap pada tuntutan. Selanjutnya sidang ditunda pekan depan dengan agenda pembacaan putusan dari Majelis Hakim. 

Kasus yang menimpa terdakwa terjadi pada tanggal 5 September 2017 sekitar pukul 16.30 di kamar kos terdakwa dan korban yang beralamat di Jalan Raya Uma Buluh, Banjar Uma Buluh, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung.

Kejadian berawal dari pertengkaran antara terdakwa dan korban yang merupakan pasangan suami istri.

Terdakwa yang dalam keadaan emosi mengambil sebilah parang, lalu mengayunkan ke kaki korban secara bergantian sebanyak dua kali.

Kemudian korban dengan kaki mengeluarkan darah berusaha bangun dari tempat tidur namun terjatuh.

Terdakwa yang sudah tersulut emosi kembali mengayunkan parang ke pergelangan kaki korban sebanyak dua kali. 

Kembali, korban berusaha bangun dan berlari, namun dirinya jatuh di depan pintu kamar kosnya. Lagi, terdakwa mengayunkan parang ke arah pergelangan kaki kiri korban.

Korban yang merasa kesakitan berusaha bangun dan lari, tapi terjatuh di halaman kos. Melihat hal itu, terdakwa kembali mengayunkan parangnya ke kaki kiri korban sebanyak dua kali.

Sehingga pergelangan kaki kiri korban putus. Akibat dari perbuatan terdakwa, korban mengalami sejumlah luka-luka, di badan dan kakinya. 

Pasca dituntut 9 tahun penjara, Kadek Adi Waisaka Putra, 36, kemarin mengajukan pledoi (pembelaan tertulis). Lalu apa harapan dari pria yang nekat dan tega memotong kaki istrinya dengan keji itu? 

 

DIDIK DWI PRAPTONO, Denpasar

PRIA dengan postur tubuh kurus dan rambut cepak ini terus tertunduk sambil kedua telapak tangannya dirapatkan sesaat setelah memasuki sidang Sari Pengadilan Negeri Denpasar. 

Sempat ngantri di deretan kursi pengunjung, beberapa menit kemudian, dia diminta maju ke depan sidang.

Adi Waisaka dihadirkan untuk menyampaikan pledoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Luh Wayan Adhi Antari yang sebelumnya

menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dikurangi masa terdakwa menjalani masa penahanan sementara. 

Didampingi penasehat hukumnya, Benny Hariyono, Adi Waisaka selain menyampaikan pembelaan tertulis, terdakwa juga menyampaikan pembelaan secara lisan. 

Pada intinya, saat pembelaan yang disampaikan di depan Majelis Hakim pimpinan Esthar Oktavi, pria yang kesehariannya sebagai guide freelance

ini selain mengaku khilaf dan menyesali perbuatannya, ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban dan korban Ni Putu Kariani.

“Saya khilaf dan menyesali perbuatan saya yang mulia.  Kepada keluarga dan korban saya minta maaf,” terang terdakwa. 

Di depan Majelis Hakim, pria asal Alas Angker, Desa Tenaon, Buleleng ini juga memohon keringanan hukuman.

“Mohon keringanan hukuman Majelis Hakim yang Mulia. Saya masih ingin membiayai anak saya sebagai penebus kesalahan, “ujarnya. 

Dalam pembelaan tertulis yang dibacakan penasehat hukumnya, terdakwa menyampaikan pembelaan setebal lima halaman. 

Intinya, selain sama seperti pembelaan yang disampaikan secara lisan,  pihak penasehat hukum menegaskan bahwa tidak ada niat kebencian maupun perencanaan pembunuhan yang dilakukan oleh kliennya.

Menurutnya, tuntutan hukuman atas tindakan kekerasan yang dilakukan kliennya sebagaimana disampaikan jaksa sebelumnya, yakni tuntutan hukuman Pidana 9 tahun penjara

sebagaimana Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dianggap sangat berat.

“Sehingga kami memohon kepasa Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman seringan-ringannya bagi terdakwa, “pinta terdakwa melalui penasehat hukumnya. 

Selanjutnya atas pembelaan terdakwa, JPU Ni Luh Wayan Adhi Antari menyatakan tetap pada tuntutan. Selanjutnya sidang ditunda pekan depan dengan agenda pembacaan putusan dari Majelis Hakim. 

Kasus yang menimpa terdakwa terjadi pada tanggal 5 September 2017 sekitar pukul 16.30 di kamar kos terdakwa dan korban yang beralamat di Jalan Raya Uma Buluh, Banjar Uma Buluh, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung.

Kejadian berawal dari pertengkaran antara terdakwa dan korban yang merupakan pasangan suami istri.

Terdakwa yang dalam keadaan emosi mengambil sebilah parang, lalu mengayunkan ke kaki korban secara bergantian sebanyak dua kali.

Kemudian korban dengan kaki mengeluarkan darah berusaha bangun dari tempat tidur namun terjatuh.

Terdakwa yang sudah tersulut emosi kembali mengayunkan parang ke pergelangan kaki korban sebanyak dua kali. 

Kembali, korban berusaha bangun dan berlari, namun dirinya jatuh di depan pintu kamar kosnya. Lagi, terdakwa mengayunkan parang ke arah pergelangan kaki kiri korban.

Korban yang merasa kesakitan berusaha bangun dan lari, tapi terjatuh di halaman kos. Melihat hal itu, terdakwa kembali mengayunkan parangnya ke kaki kiri korban sebanyak dua kali.

Sehingga pergelangan kaki kiri korban putus. Akibat dari perbuatan terdakwa, korban mengalami sejumlah luka-luka, di badan dan kakinya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/