29.9 C
Jakarta
3 April 2025, 11:57 AM WIB

Rawat Bayi di Dalam Kardus Hingga yang Dianiaya Ibu Kandung

Berdiri sejak 2015, Yayasan Metta Mama & Maggha setidaknya telah merawat 25 bayi telantar. Bagaimana kondisinya mereka kini?

 

 

JULIADI, Denpasar

SUASANA sejuk nan rindang menyambut Jawa Pos Radar Bali saat menginjakkan kaki di Yayasan Metta Mama & Maggha yang beralamat di Jalan Gunung Lawu No. 33 Pemecutan Kelod, Denpasar Barat.

Rumput hijau, pancoran air menambah keindahan bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 8 are. Dari balik jendela terlihat beberapa bidan pengasuh sibuk memberikan makan dan menggantikan popok bayi. 

Saat Jawa Pos Radar Bali masuk ruangan tamu, deretan bingkai foto bayi terpajang. Tak hanya itu, juga terpajang baju bayi yang ada dalam boks.

Semuanya tertata rapi. Ada sebuah papan nama yang bertuliskan Metta Mama & Magga with Lover from Bali Friendship. 

“Ini yayasan untuk anak terlantar dan ditelantarkan. Saat ini ada 11 anak yang tinggal dan diasuh disini,” ucap Putri, salah pengasuh sambil menyuguhkan segelas air Aqua.

“Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang yayasan ini bisa langsung ke ketua yayasan,” katanya. Selang beberapa menit, Vivi Adiguna, ketua Yayasan Metta Mama dan Maggha berkenan menemui Jawa Pos Radar Bali.

Perempuan yang kerap disapa Vivi mulai menceritakan awal  mendirikan Yayasan Metta Mama dan Maggha.

“Yang punya ide anak, saya yang menjalani. Karena saat itu Magga Karaneya Kang, masih berumur 16 tahun. Secara aturan ijin tidak berhak sebuah yayasan dikelola oleh seorang anak yang masih di bawah umur,” ujarnya. 

Ide itu muncul ketika melihat anak dari umur 7 sampai 9 tahun menjadi tukang suun di Pasar Badung. “Dari sana awalnya terbersit pikiran untuk mendirikan yayasan bagi anak kurang mampu, putus sekolah dan anak terlantar,” kata Vivi.

Diungkapkan Vivi, pengajuan ijin yayasan dilayangkan sejak 2014. Namun, ijin baru keluar pada tahun 2015. Kala itu belum ada sama sekali bayi yang diasuh.

“Bayi pertama kali yang diasuh disini, bayi laki-laki yang ditemukan di rumah sakit Mangusada, Badung pada bulan Maret 2015,” bebernya.

Sehingga nama bayi tersebut diberikan nama Sada. Kemudian berlanjut ke bayi kedua diberikan oleh Dinas Sosial dari RS Sanglah.

Bayi yang ketiga ini ditemukan di dalam kardus di daerah Jembrana dan seterusnya. Total bayi yang sudah diasuh dan dirawat di yayasan ini sebanyak ada 25 bayi.

Termasuk bayi babi J yang dianiaya oleh ibu kandungnya. “Yang membedakan kami dengan yayasan lainnya, kami memberikan ASI eksklusif kepada para bayi. ASI tersebut didapat dari para ibu yang menyumbang ASI dengan sukarela. Bahkan, kami juga membeli ASI tersebut. Kemudian fasilitas yang penunjang lainnya seperti taman bermain, ruang isolasi untuk perawatan bayi sakit dan lainnya,” jelasnya.

 

Untuk pekerja ada 13 bidan anak yang bekerja. Kemudian 1 dokter anak dan 3 pengasuh lainnya. Mengapa ada 13 bidan?

“Agar bayi dan anak disini benar-benar mendapat perawatan. Ini pun pihak yayasan masih merasa kekurangan. Sehingga perlu ada penambahan bidan,” bebernya. 

Sebagian besar bayi yang tidak berkasus sudah ada orang tua angkat atau yang mau adopsi. Jadinya rata-rata bayi baru mencapai usia 2 tahun sudah ada yang adopsi. Terkecuali bayi berkasus.

“Pernah juga kami merawat bayi dengan berat hanya 2 kilo yang diberi nama Taruna. Benar-benar miris melihat ketika sampai di yayasan. Heran kok bisa bayi yang tak berdosa ditinggalkan oleh orang tuanya. Waktu itu Dinas Sosial yang memberikan. Alhamdulillah anak tersebut sudah tumbuh dan mempunyai orang tua angkat,” imbuh Vivi. 

Dipaparkan Vivi, pengeluaran yayasan perbulan mencapai Rp 32 Juta sampai Rp 38 juta sebulan. Biaya pengeluaran ini didapat dari donatur yang menyumbang sukarela.

Ada yang menyumbang secara rutin dan tidak. “Jujur saja ada kepuasan batin ketika melihat para bayi yang dirawat disini tumbuh dan berkembang. Tak terbayarkan dengan apapun. Bayi mampu membuat hilang rasa jenuh, penat hingga menghilangkan rasa marah,” tandasnya.  

 “Harapan kami masyarakat harus menjaga generasi untuk masa depan. Jangan ditelantarkan atau dibuang begitu saja. Anak adalah penerus generasi bangsa. Dan tidak akan ada lagi kasus yang terulang kembali seperti kasus yang dialami Engelina

Berdiri sejak 2015, Yayasan Metta Mama & Maggha setidaknya telah merawat 25 bayi telantar. Bagaimana kondisinya mereka kini?

 

 

JULIADI, Denpasar

SUASANA sejuk nan rindang menyambut Jawa Pos Radar Bali saat menginjakkan kaki di Yayasan Metta Mama & Maggha yang beralamat di Jalan Gunung Lawu No. 33 Pemecutan Kelod, Denpasar Barat.

Rumput hijau, pancoran air menambah keindahan bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 8 are. Dari balik jendela terlihat beberapa bidan pengasuh sibuk memberikan makan dan menggantikan popok bayi. 

Saat Jawa Pos Radar Bali masuk ruangan tamu, deretan bingkai foto bayi terpajang. Tak hanya itu, juga terpajang baju bayi yang ada dalam boks.

Semuanya tertata rapi. Ada sebuah papan nama yang bertuliskan Metta Mama & Magga with Lover from Bali Friendship. 

“Ini yayasan untuk anak terlantar dan ditelantarkan. Saat ini ada 11 anak yang tinggal dan diasuh disini,” ucap Putri, salah pengasuh sambil menyuguhkan segelas air Aqua.

“Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang yayasan ini bisa langsung ke ketua yayasan,” katanya. Selang beberapa menit, Vivi Adiguna, ketua Yayasan Metta Mama dan Maggha berkenan menemui Jawa Pos Radar Bali.

Perempuan yang kerap disapa Vivi mulai menceritakan awal  mendirikan Yayasan Metta Mama dan Maggha.

“Yang punya ide anak, saya yang menjalani. Karena saat itu Magga Karaneya Kang, masih berumur 16 tahun. Secara aturan ijin tidak berhak sebuah yayasan dikelola oleh seorang anak yang masih di bawah umur,” ujarnya. 

Ide itu muncul ketika melihat anak dari umur 7 sampai 9 tahun menjadi tukang suun di Pasar Badung. “Dari sana awalnya terbersit pikiran untuk mendirikan yayasan bagi anak kurang mampu, putus sekolah dan anak terlantar,” kata Vivi.

Diungkapkan Vivi, pengajuan ijin yayasan dilayangkan sejak 2014. Namun, ijin baru keluar pada tahun 2015. Kala itu belum ada sama sekali bayi yang diasuh.

“Bayi pertama kali yang diasuh disini, bayi laki-laki yang ditemukan di rumah sakit Mangusada, Badung pada bulan Maret 2015,” bebernya.

Sehingga nama bayi tersebut diberikan nama Sada. Kemudian berlanjut ke bayi kedua diberikan oleh Dinas Sosial dari RS Sanglah.

Bayi yang ketiga ini ditemukan di dalam kardus di daerah Jembrana dan seterusnya. Total bayi yang sudah diasuh dan dirawat di yayasan ini sebanyak ada 25 bayi.

Termasuk bayi babi J yang dianiaya oleh ibu kandungnya. “Yang membedakan kami dengan yayasan lainnya, kami memberikan ASI eksklusif kepada para bayi. ASI tersebut didapat dari para ibu yang menyumbang ASI dengan sukarela. Bahkan, kami juga membeli ASI tersebut. Kemudian fasilitas yang penunjang lainnya seperti taman bermain, ruang isolasi untuk perawatan bayi sakit dan lainnya,” jelasnya.

 

Untuk pekerja ada 13 bidan anak yang bekerja. Kemudian 1 dokter anak dan 3 pengasuh lainnya. Mengapa ada 13 bidan?

“Agar bayi dan anak disini benar-benar mendapat perawatan. Ini pun pihak yayasan masih merasa kekurangan. Sehingga perlu ada penambahan bidan,” bebernya. 

Sebagian besar bayi yang tidak berkasus sudah ada orang tua angkat atau yang mau adopsi. Jadinya rata-rata bayi baru mencapai usia 2 tahun sudah ada yang adopsi. Terkecuali bayi berkasus.

“Pernah juga kami merawat bayi dengan berat hanya 2 kilo yang diberi nama Taruna. Benar-benar miris melihat ketika sampai di yayasan. Heran kok bisa bayi yang tak berdosa ditinggalkan oleh orang tuanya. Waktu itu Dinas Sosial yang memberikan. Alhamdulillah anak tersebut sudah tumbuh dan mempunyai orang tua angkat,” imbuh Vivi. 

Dipaparkan Vivi, pengeluaran yayasan perbulan mencapai Rp 32 Juta sampai Rp 38 juta sebulan. Biaya pengeluaran ini didapat dari donatur yang menyumbang sukarela.

Ada yang menyumbang secara rutin dan tidak. “Jujur saja ada kepuasan batin ketika melihat para bayi yang dirawat disini tumbuh dan berkembang. Tak terbayarkan dengan apapun. Bayi mampu membuat hilang rasa jenuh, penat hingga menghilangkan rasa marah,” tandasnya.  

 “Harapan kami masyarakat harus menjaga generasi untuk masa depan. Jangan ditelantarkan atau dibuang begitu saja. Anak adalah penerus generasi bangsa. Dan tidak akan ada lagi kasus yang terulang kembali seperti kasus yang dialami Engelina

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/