27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 8:44 AM WIB

Catat, Kata Disel Astawa Satu Jalur Simbol Pengingkaran Demokrasi

DENPASAR – Mantan anggota DPRD Bali dari Fraksi PDI Perjuangan Wayan Disel Astawa secara tegas mengkritik cara-cara PDIP di Bali untuk merebut kekuasaan.

Politisi asal Kuta Selatan mengakui PDIP kuat sehingga tampil sebagai partai pemenang pemilu Bali.

Namun, cara PDIP merebut kekuasaan kali ini sangat tidak elegan, tidak edukatif, dan cenderung membodohi rakyat.

“Kalau PDIP itu kuat tentu saja kuat. Tetapi sekarang setiap tahun daya pikir masyarakat terus berubah, berpendidikan, masyarakat semakin pintar. Sekarang hajatan gubernur di Bali ini bukan memilih partai tetapi memilih figur,” katanya.

Menurutnya, mereka memilih seorang pemimpin Bali yang bisa mengayomi rakyat Bali. Bukan seorang pemimpin yang membodohi rakyat Bali dengan memberikan secara instan-instan itu.

Instan yang dimaksud adalah gelontoran uang, sumbangan ke banjar dan sebagainya. Sama saja kalau kita mengkonsumsi makanan.

“Kalau makanan itu diberi pupuk kimia maka akan ada penyakit. Semestinya harus cari yang organik yang menyehatkan tubuh,” ujarnya.

Sebagai partai pemenang Disel berharap PDIP menempatkan antara Pilgub dan Pileg pada tempatnya; pada porsinya.

Seharusnya PDIP tidak mencampuradukan antara Pilgub dan Pileg. “Harapan saya penempatan antara Pilgub dan Pileg itu berbeda. Dan PDIP tidak bisa membedakan itu,” ujarnya.

Pilgub itu koalisi banyak partai karena UU mengamanatkan apabila tidak mencapai 20 persen, maka partai harus berkoalisi.

Sementara kalau Pileg itu rakyat memilih partai politik. Kalau dalam Pilgub harus berkoalisi, maka di sana rakyatlah yang memilih gubernurnya. Penentu adalah rakyat bukan partai.

“Walaupun PDIP menang di Bali, namun PDIP tidak bisa mendikte orang untuk satu jalur dalam demokrasi.

Itu namanya pengingkaran terhadap demokrasi bila kita mendikte orang untuk satu jalur. Hak memilih dan dipilih tidak boleh dipasung.

Biarkan rakyat memilih pemimpinnya sendiri. Rakyat tidak boleh diarahkan. Katanya kita revolusi mental, reformasi.

Apakah kita harus kembali melihat kekurangan ke belakang di Orde Lama, Orde Baru, bagaimana kekurangan kita di masa lalu. Tentu saja tidak. Kita harus bergerak ke arah yang lebih baik,” paparnya. 

DENPASAR – Mantan anggota DPRD Bali dari Fraksi PDI Perjuangan Wayan Disel Astawa secara tegas mengkritik cara-cara PDIP di Bali untuk merebut kekuasaan.

Politisi asal Kuta Selatan mengakui PDIP kuat sehingga tampil sebagai partai pemenang pemilu Bali.

Namun, cara PDIP merebut kekuasaan kali ini sangat tidak elegan, tidak edukatif, dan cenderung membodohi rakyat.

“Kalau PDIP itu kuat tentu saja kuat. Tetapi sekarang setiap tahun daya pikir masyarakat terus berubah, berpendidikan, masyarakat semakin pintar. Sekarang hajatan gubernur di Bali ini bukan memilih partai tetapi memilih figur,” katanya.

Menurutnya, mereka memilih seorang pemimpin Bali yang bisa mengayomi rakyat Bali. Bukan seorang pemimpin yang membodohi rakyat Bali dengan memberikan secara instan-instan itu.

Instan yang dimaksud adalah gelontoran uang, sumbangan ke banjar dan sebagainya. Sama saja kalau kita mengkonsumsi makanan.

“Kalau makanan itu diberi pupuk kimia maka akan ada penyakit. Semestinya harus cari yang organik yang menyehatkan tubuh,” ujarnya.

Sebagai partai pemenang Disel berharap PDIP menempatkan antara Pilgub dan Pileg pada tempatnya; pada porsinya.

Seharusnya PDIP tidak mencampuradukan antara Pilgub dan Pileg. “Harapan saya penempatan antara Pilgub dan Pileg itu berbeda. Dan PDIP tidak bisa membedakan itu,” ujarnya.

Pilgub itu koalisi banyak partai karena UU mengamanatkan apabila tidak mencapai 20 persen, maka partai harus berkoalisi.

Sementara kalau Pileg itu rakyat memilih partai politik. Kalau dalam Pilgub harus berkoalisi, maka di sana rakyatlah yang memilih gubernurnya. Penentu adalah rakyat bukan partai.

“Walaupun PDIP menang di Bali, namun PDIP tidak bisa mendikte orang untuk satu jalur dalam demokrasi.

Itu namanya pengingkaran terhadap demokrasi bila kita mendikte orang untuk satu jalur. Hak memilih dan dipilih tidak boleh dipasung.

Biarkan rakyat memilih pemimpinnya sendiri. Rakyat tidak boleh diarahkan. Katanya kita revolusi mental, reformasi.

Apakah kita harus kembali melihat kekurangan ke belakang di Orde Lama, Orde Baru, bagaimana kekurangan kita di masa lalu. Tentu saja tidak. Kita harus bergerak ke arah yang lebih baik,” paparnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/