Awalnya lahir normal dengan kedua mata terbuka sediakala. Namun, belakangan ini mata Ni Kadek Astini mengalami pembengkakan bahkan terancam buta.
WAYAN PUTRA, Bungaya
BOCAH malang itu baru berusia 18 bulan. Balita asal Bungaya, Bebandem, Karangasem, tersebut mestinya bisa bermain gembira dengan teman seusianya.
Namun, dia lebih sering murung dan menangis. Putri pasangan I Gede Sudana, 31, dan Ni Ketut Sri Handayani, 27, ini kemarin (3/1) malah mengalami panas meningkat.
Karena sakit, dia sempat diajak ke seorang bidan di Karangasem dan disarankan diajak ke dokter mata.
Tapi, bidan ternyata hanya memberi obat penurun panas dan antibiotik kepada bocah malang tersebut.
Jawa Pos Radar Bali sempat menjenguk Astini di rumahnya yang sederhana di Banjar Desa Bungaya, Bebandem.
Dia tampak sedang menangis. Sementara tangan kirinya terus mengusap benjolan pada mata kanan yang nyaris menutupi kelopaknya.
Benjolan tersebut berwarna merah dan kebiruan. Saat dipegang Astini meronta kesakitan. Bocah kelahiran 24 Juni 2016 lalu ini sejatinya saat lahir dalam kondisi normal.
Berat badan bocah tersebut saat itu juga normal. Kedua bola matanya juga terbuka baik dan tidak ada keluhan apa pun.
Namun, sejak usia dua bulan mata kanannya tiba-tiba mulai ada kelainan. Kelopak matanya merona kemerahan. Kedua orang tuanya sendiri juga tak paham apa yang terjadi.
Mata merah tersebut awalnya dikira karena iritasi. “Tiga bulan baru terlihat ada benjolan kecil,” ujar sang ayah, menuturkan awal mulanya.
Setelah itu, Sudana lantas memeriksakan anaknya ke dokter spesialis mata di Amlapura. Saat itu oleh dokter dikatakan bahwa anaknya mengalami pembengkakan pembuluh darah pada kelopak mata dan harus segera mendapat penanganan khusus.
Hanya saja, karena usia masih kecil dokter belum berani melakukan operasi. Waktu itu disarankan bahwa kalau usia sudah satu tahun baru bisa dilakukan operasi.
“Menurut dokter matanya masih berfungsi hanya saja tertutup kelopak mata yang membengkak,” bebernya.
Saat ini kedua pasutri tersebut sangat kebingungan untuk mengobati buah hatinya. Karena tidak ada biaya untuk operasi.
Sebagai kuli bangunan penghasilan Sudana memang tidak seberapa. Hanya cukup untuk kebutuhan makan dan minum saja.
Sang istri membantu dengan berjualan tamas atau anyaman dari lontar . Itu pun hasilnya hanya cukup untuk sekadar makan sehari – hari.
Sudana akhirnya berusaha untuk mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) di Dinas Sosial Karangasem tapi gagal.
Malah data yang dia telah ajukan dikatakan tidak ada oleh petugas yang mengurusnya. Entah apa sebabnya menurutnya tidak jelas.
Dia tidak putus asa. Sudana masih terus berusaha dengan mengajukan kembali kartu KIS melalui kepala dusun setempat. Hanya saja sampai saat ini belum juga ada kepastian.
Kepada awak media dia berharap ada para dermawan yang bisa meringankan bebannya. Entah dari Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri atau yang lain, seperti Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa.