Desa Pinge adalah sah satu desa tua yang ada di wilayah Kecamatan Marga, Tabanan. Desa yang hanya terdiri dari satu banjar ini kini mulai mengembangkan desa wisata tradisional. Apa saja yang ditawarkan?
ZULFIKA RAHMAN, Tabanan
UNTUK menemukan desa Pinge ini tidak terlalu sulit. Keberadaan desa yang terletak ujung utara Kecamatan Marga ini hanya berjarak kurang lebih 30 Km dari kota Tabanan.
Kalau Anda menuju objek wisata Bedugul, maka akan melewati Desa Pinge yang sejuk dan asri. Kondisi alam yang sejuk serta dipenuhi
rerimbunan pohon yang berjejer disepanjang jalan menambah suasana kesejukan desa yang ada sejak abad ke 12 ini.
Infrastruktur yang cukup bagus, serta penataan rumah warga yang rapi mencerminkan desa Pinge bersih.
Sepanjang jalan desa, tampak beberapa homestay yang berbentuk rumah tradisional milik warga setempat.
Homestay inilah yang disewakan kepada para tamu yang ingin menginap dan menikmati wisata Desa Pinge selama beberapa hari.
Bendesa Adat Pinge Made Denayasa mengungkapkan, sebelum desa ini dijadikan desa wisata, Pinge hanya dikenal dengan sebutan desa tua yang unik.
Dengan tatanan infrastruktur yang baik. Desa ini dulunya dikenal dengan beberapa awig-awig yang unik. Salah satunya, setiap masyarakat setempat tidak boleh membangun bangunan di luar pagar rumah.
Dan, hal ini sangat ditaati masyarakat. “Masyarakat Pinge memang sangat takut melanggar pararem desa yang sudah ditetapkan. Makanya, setiap pararem selalu dijalankan dengan baik,” ujarnya.
Sejak 2014 lalu, setelah berbenah, Desa Pinge akhirnya diresmikan menjadi desa wisata tradisi. Dengan menjual beberapa kesenian endemik dan tradisional food serta wisatawan dapat terlibat langsung dalam melakukan cocok tanam.
Tarian endemik yang tidak dimiliki desa lain yang menjadi suguhan para tamu adalah tarian bumbung gebyog dan leko.
“Dua tarian ini menjadi suguhan desa kami. Selain itu ada memasak dengan cara tradisional dan bertani. Para tamu diajak langsung. Ada juga wisata menjelajah alam desa Pinge yang masih sangat asri,” tuturnya.
Ada awig-awig yang unik dari desa ini. Setiap melakukan upacara di Pura desa, setiap kepala keluarga (KK) harus menyerahkan uang bolong sesuai jumlah keluarga yang masih terdaftar secara adat.
Semisal, dalam satu KK terdapat tujuh orang, maka uang bolong yang diserahkan kepada prajuru ini harus sama seperti jumlah keluarga.
Nanti dari uang bolong tersebut prajuru dapat mengetahui jumlah penduduk yang selanjutnya oleh prajuru didoakan yang untuk perlindungan masyarakat kepada Tuhan.
“Ini juga sebagai salah satu cacah penduduk. Saat ini di Pinge jumlah masyarakatnya mencapai 815 jiwa,” jelas Denayasa.
Dengan kondisi Pinge yang saat ini sudah menjadi desa wisata mampu memberi lahan pekerjaan kepada warganya sendiri untuk mandiri dalam menjalankan usaha.
Hal ini sangat efektif, dimana dari jumlah pengangguran yang mencapai puluhan orang kini sudah tidak ada lagi masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan.
Setiap warga selalu dilibatkan dalam setiap kegiatan usaha desa wisata. Saat ini belum ada hitungan pasti berapa jumlah tamu yang datang, karena tahap pembenahan masih dilakukan.
“Dari sekolah-sekolah pariwisata melakukan pembinaan pada warga mulai dari pembelajaran bahasa asing, sampai memasak dan pelayanan tamu diajarkan.
Pemerintah juga mendukung dengan memberi bimbingan bagaimana pengelolaan pariwisata agar berjalan baik.
Ke depan jika salah satu wisata air terjun sudah selesai digarap ini akan menambah daya jual kami kepada wisatawan yang datang,” pungkasnya.