29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:02 AM WIB

Rela Tak Jualan Kue dan Tukang Ojek, 10 Hari Bisa Dapat Rp 2,5 Juta

Pendapatan buruh tangga kapal penumpang di Pelabuhan Tradisional Tribuana, Desa Kusamba di atas rata-rata

Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Bali, yakni antara Rp 1,5 juta-Rp 2,5 juta per 10 hari. Tidak heran jika pekerjaan ini banyak diminati. Seperti apa?

 

 

DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura

UPAH Rp 1,5 juta – Rp 2,5 juta per 10 hari yang diperoleh buruh tangga kapal penumpang di Pelabuhan Tradisional Tribuana, Kusumba, cukup besar.

Wajar banyak yang meminati profesi ini. Salah satunya Ketut Sumerta, 53. Sumerta yang tinggal di Denpasar rela untuk pulang-pergi Denpasar-Klungkung demi bisa bekerja sebagai buruh tangga di pelabuhan Tribuana.

Ketut Sumerta saat ditemui di Pelabuhan Tradisional Tribuana, Desa Kusamba, menuturkan, dia berprofesi sebagai buruh tangga di Pelabuhan Tradisional Tribuana sejak satu tahun yang lalu.

Sejak saat itu dia harus bangun sekitar pukul 04.00 Wita agar bisa melayani penumpang yang akan menyeberang dari maupun ke Kabupaten Klungkung melalui pelabuhan tersebut sekitar pukul 05.30 Wita.

“Karena saya memilih untuk tetap tinggal di rumah saya di Denpasar,” ujar Sumerta. Dia rela bekerja sebagai buruh tangga dan pulang-pergi Denpasar- Klungkung lantaran penghasilannya terbilang lumayan besar.

Meski pendapatannya sangat tergantung pada jumlah penumpang yang memanfaatkan boat-boat di pelabuhan tersebut, dia mengaku bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 1,5 juta per 10 hari saat sepi penumpang.

Sementara saat ramai penumpang, dia bisa membawa pulang Rp 2,5 juta per 10 hari. “Upah kami dihitung dari jumlah penumpang, yakni Rp 2 ribu per penumpang,” bebernya.

Selain itu yang membuat dia kini bekerja sebagai buruh tangga lantaran profesinya sebagai pedagang

kue di Pasar Batu Kandik, Denpasar dan tukang ojek di Terminal Ubung, Denpasar sudah tidak memberikan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Setelah terminalnya pindah ke Mengwi, sedikit bus yang ke Terminal Ubung. Jadi yang membutuhkan jasa ojek menurun.

Begitu juga penjualan dagangan kue saya menurun. Kebetulan di pelabuhan butuh tenaga buruh tangga lagi satu, akhirnya saya ke sini,” tuturnya.

Bertugas mengangkut tangga dan menempelkannya ke ponton sehingga para penumpang bisa menuju boat

tanpa kebasahan dan kembali meletakkan tangga di pesisir pantai setelah penumpang turun menurutnya bukan pekerjaan yang sulit.

Namun pekerjaan itu terlihat mudah saat cuaca dan gelombang normal saja. Sebab ketika cuaca buruk dan gelombang cukup tinggi, dia mengaku harus pintar-pintar menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh dan diseret ombak.

“Kalau gelombang tinggi, badan itu ditarik ke kanan dan ke kiri. Dalam kondisi itu, kami harus memastikan

tangga berada pada tempatnya sehingga tidak ada penumpang yang terjatuh. Syukurnya sampai saat ini tidak ada kejadian seperti itu,” jelasnya.

Lebih lanjut, pihaknya mengaku berkerja mulai pukul 05.30-09.00 atau jika ramai bisa hingga pukul 10.00.

Dan, pada pukul 12.00, dia akan kembali bekerja hingga pukul 16.30. “Jadi waktu kerjanya mengikuti kegiatan penyeberangan,” tandasnya. (*) 

Pendapatan buruh tangga kapal penumpang di Pelabuhan Tradisional Tribuana, Desa Kusamba di atas rata-rata

Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Bali, yakni antara Rp 1,5 juta-Rp 2,5 juta per 10 hari. Tidak heran jika pekerjaan ini banyak diminati. Seperti apa?

 

 

DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura

UPAH Rp 1,5 juta – Rp 2,5 juta per 10 hari yang diperoleh buruh tangga kapal penumpang di Pelabuhan Tradisional Tribuana, Kusumba, cukup besar.

Wajar banyak yang meminati profesi ini. Salah satunya Ketut Sumerta, 53. Sumerta yang tinggal di Denpasar rela untuk pulang-pergi Denpasar-Klungkung demi bisa bekerja sebagai buruh tangga di pelabuhan Tribuana.

Ketut Sumerta saat ditemui di Pelabuhan Tradisional Tribuana, Desa Kusamba, menuturkan, dia berprofesi sebagai buruh tangga di Pelabuhan Tradisional Tribuana sejak satu tahun yang lalu.

Sejak saat itu dia harus bangun sekitar pukul 04.00 Wita agar bisa melayani penumpang yang akan menyeberang dari maupun ke Kabupaten Klungkung melalui pelabuhan tersebut sekitar pukul 05.30 Wita.

“Karena saya memilih untuk tetap tinggal di rumah saya di Denpasar,” ujar Sumerta. Dia rela bekerja sebagai buruh tangga dan pulang-pergi Denpasar- Klungkung lantaran penghasilannya terbilang lumayan besar.

Meski pendapatannya sangat tergantung pada jumlah penumpang yang memanfaatkan boat-boat di pelabuhan tersebut, dia mengaku bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 1,5 juta per 10 hari saat sepi penumpang.

Sementara saat ramai penumpang, dia bisa membawa pulang Rp 2,5 juta per 10 hari. “Upah kami dihitung dari jumlah penumpang, yakni Rp 2 ribu per penumpang,” bebernya.

Selain itu yang membuat dia kini bekerja sebagai buruh tangga lantaran profesinya sebagai pedagang

kue di Pasar Batu Kandik, Denpasar dan tukang ojek di Terminal Ubung, Denpasar sudah tidak memberikan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Setelah terminalnya pindah ke Mengwi, sedikit bus yang ke Terminal Ubung. Jadi yang membutuhkan jasa ojek menurun.

Begitu juga penjualan dagangan kue saya menurun. Kebetulan di pelabuhan butuh tenaga buruh tangga lagi satu, akhirnya saya ke sini,” tuturnya.

Bertugas mengangkut tangga dan menempelkannya ke ponton sehingga para penumpang bisa menuju boat

tanpa kebasahan dan kembali meletakkan tangga di pesisir pantai setelah penumpang turun menurutnya bukan pekerjaan yang sulit.

Namun pekerjaan itu terlihat mudah saat cuaca dan gelombang normal saja. Sebab ketika cuaca buruk dan gelombang cukup tinggi, dia mengaku harus pintar-pintar menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh dan diseret ombak.

“Kalau gelombang tinggi, badan itu ditarik ke kanan dan ke kiri. Dalam kondisi itu, kami harus memastikan

tangga berada pada tempatnya sehingga tidak ada penumpang yang terjatuh. Syukurnya sampai saat ini tidak ada kejadian seperti itu,” jelasnya.

Lebih lanjut, pihaknya mengaku berkerja mulai pukul 05.30-09.00 atau jika ramai bisa hingga pukul 10.00.

Dan, pada pukul 12.00, dia akan kembali bekerja hingga pukul 16.30. “Jadi waktu kerjanya mengikuti kegiatan penyeberangan,” tandasnya. (*) 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/