29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:34 AM WIB

Bawaslu Bali Kehabisan Bensin, Pengawasan Pilkada Terancam

DENPASAR – Dampak pemangkasan anggaran pengawasan Pilgub Bali 2018 oleh Pemprov Bali akhirnya dirasakan Bawaslu Bali.

Lembaga pengawas pemilu itu kini kelabakan lantaran anggaran yang sudah di sepakati dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)  sebesar Rp  62, 8 miliar dipangkas menjadi Rp 39 miliar.

Buntutnya, kini berbagai kegiatan Bawaslu tidak biasa dilaksanakan. Bahkan, sejumlah kegiatan Bawaslu sudah mulai macet.

Sumber internal Bawaslu menyebutkan, panwas kabupaten/kota belum pernah sekalipun diberi pembekalan berkaitan dengan persiapan pengawasan.

Padahal, kegiatan pembekalan tersebut sangat penting. Tidak hanya itu, Bawaslu Bali selama masa pencocokan dan penelitian (coklit)

data pemilih belum pernah melakukan pertemuan dengan panwas kabupaten/kota melakukan rapat koordinasi maupun bimbingan teknis.

“Paling-paling komunikasi lewat telepon. Tentu komunikasi lewat udara tidak maksimal, tidak seperti bertemu langsung. Lewat udara sering menimbulkan miskomunikasi,” ujar sumber.

Ketua Bawaslu Bali,  I Ketut Rudia tak menepis jika pihaknya sedang pusing memikirkan kegiatan-kegiatan penting yang tidak bisa dijalankan.

Dikatakan Rudia, saat ini menjelang  pengawasan tahapan kampanye juga tidak bisa melaksanakan Bimtek bagi Panwas Kabupaten/Kota.

Ditambahkan, selain tidak bisa melaksanakan Bimtek,  kegiatan-kegiatan sosialisasi pengawasan juga tidak bisa.

Di satu sisi ada tuntutan agar pengawas melakukan kegiatan sosialisasi pengawasan kepada masyarakat dalam rangka pendidikan  politik, peningkatan partisipasi dan kesadaran hukum masyarakat agar tidak terjadi pelanggaran.

“Sama sekali kami belum melakukan kegiatan yang bersumber dari hibah pilkada. Ini sangat mengkhawatirkan kami.

Nanti bola panasnya akan muntah ke kami dan kami tidak kuasa untuk menanganinya” ungkap Rudia, kemarin (5/2).

Menurut Rudia, dengan anggaran Rp  39 miliar pasca-dipangkas jelas tidak mampu melaksanakan pengawasan hingga akhir tahapan.

Rudia menegaskan, pihaknya butuh anggaran sesuai yang tertuang di NPHD, agar bisa melakukan pengawasan tahapan sampai selesai. 

“Kebutuhan kami sudah di sepakati oleh Gubernur yang tertuang dalam NPHD sebesar Rp  62,8 miliar.  Angka itu datangnya bukan secara simsalabim. Tapi melalui proses panjang pembahasan bersama eksekutif,” sindirnya.

Mantan wartawan itu berharap  Pemprov Bali konsisten dengan  NPHD dan mencairkan sisa anggaran yang belum cair sebesar Rp 35 miliar lebih pada 2018 ini.  

DENPASAR – Dampak pemangkasan anggaran pengawasan Pilgub Bali 2018 oleh Pemprov Bali akhirnya dirasakan Bawaslu Bali.

Lembaga pengawas pemilu itu kini kelabakan lantaran anggaran yang sudah di sepakati dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)  sebesar Rp  62, 8 miliar dipangkas menjadi Rp 39 miliar.

Buntutnya, kini berbagai kegiatan Bawaslu tidak biasa dilaksanakan. Bahkan, sejumlah kegiatan Bawaslu sudah mulai macet.

Sumber internal Bawaslu menyebutkan, panwas kabupaten/kota belum pernah sekalipun diberi pembekalan berkaitan dengan persiapan pengawasan.

Padahal, kegiatan pembekalan tersebut sangat penting. Tidak hanya itu, Bawaslu Bali selama masa pencocokan dan penelitian (coklit)

data pemilih belum pernah melakukan pertemuan dengan panwas kabupaten/kota melakukan rapat koordinasi maupun bimbingan teknis.

“Paling-paling komunikasi lewat telepon. Tentu komunikasi lewat udara tidak maksimal, tidak seperti bertemu langsung. Lewat udara sering menimbulkan miskomunikasi,” ujar sumber.

Ketua Bawaslu Bali,  I Ketut Rudia tak menepis jika pihaknya sedang pusing memikirkan kegiatan-kegiatan penting yang tidak bisa dijalankan.

Dikatakan Rudia, saat ini menjelang  pengawasan tahapan kampanye juga tidak bisa melaksanakan Bimtek bagi Panwas Kabupaten/Kota.

Ditambahkan, selain tidak bisa melaksanakan Bimtek,  kegiatan-kegiatan sosialisasi pengawasan juga tidak bisa.

Di satu sisi ada tuntutan agar pengawas melakukan kegiatan sosialisasi pengawasan kepada masyarakat dalam rangka pendidikan  politik, peningkatan partisipasi dan kesadaran hukum masyarakat agar tidak terjadi pelanggaran.

“Sama sekali kami belum melakukan kegiatan yang bersumber dari hibah pilkada. Ini sangat mengkhawatirkan kami.

Nanti bola panasnya akan muntah ke kami dan kami tidak kuasa untuk menanganinya” ungkap Rudia, kemarin (5/2).

Menurut Rudia, dengan anggaran Rp  39 miliar pasca-dipangkas jelas tidak mampu melaksanakan pengawasan hingga akhir tahapan.

Rudia menegaskan, pihaknya butuh anggaran sesuai yang tertuang di NPHD, agar bisa melakukan pengawasan tahapan sampai selesai. 

“Kebutuhan kami sudah di sepakati oleh Gubernur yang tertuang dalam NPHD sebesar Rp  62,8 miliar.  Angka itu datangnya bukan secara simsalabim. Tapi melalui proses panjang pembahasan bersama eksekutif,” sindirnya.

Mantan wartawan itu berharap  Pemprov Bali konsisten dengan  NPHD dan mencairkan sisa anggaran yang belum cair sebesar Rp 35 miliar lebih pada 2018 ini.  

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/