25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:48 AM WIB

Sempat Trauma, Tetap Menambang Biar Dapur Ngebul

Insiden longsornya tambang batu pilah di Desa Pacung, menyebabkan banyak penambang merasa trauma.

Mereka tetap melanjutkan pekerjaan, karena itu mata pencaharian satu-satunya. Mereka hanya berharap dapur bisa ngebul, meski nyawa taruhannya.

 

EKA PRASETYA, Tejakula

MENAMBANG batu pilah, masih menjadi pekerjaan utama bagi masyarakat di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula.

Selain bertani, kebanyakan bekerja menambang batu pilah. Ada pula yang bekerja sebagai pedagang maupun karyawan, tapi jumlahnya tak banyak.

Tambang batu pilah, dianggap sebagai sumber rejeki yang bisa mengubah peruntungan keluarga. Desa Pacung sejak lama memang dikenal dengan produksi batu pilahnya.

Batu ini unik. Hanya berupa lembaran-lembaran begitu saja. Warga hanya perlu menggalinya, kemudian memungutnya satu persatu.

Lantaran batu sejak awal memang sudah berbentuk seperti pilah-pilah dengan pola tertentu. Wilayah batu pilah diketahui hanya ada di wilayah barat Kecamatan Tejakula.

Lokasinya pun terbatas. Hanya di sekitar Pura Ponjok Batu hingga ke arah timur. Sebagian besar ada di Desa Pacung. Ada pula di Desa Julah dan Desa Sembiran, namun jumlahnya tak seberapa.

Tidak ada data resmi berapa jumlah tambang batu pilah di Desa Pacung. Pemerintah desa setempat memperkirakan jumlahnya antara 20 hingga 50 unit tambang.

Luasnya diperkirakan mencapai ratusan hektare. Biasanya warga mencari lokasi yang paling dekat dengan lapisan tanah paling atas.

Konon batu pilah sudah dikenal sejak ratusan tahun silam. Bahkan sudah digunakan untuk tembok di wilayah pura. Tapi batu pilah baru mulai tersohor sejak tahun 1980-an dan mulai merambah ke industri properti.

Insiden longsornya tambang batu pilah di Banjar Dinas Alas Sari, Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, sempat membuat syok warga setempat.

Pasalnya, ini pertama kalinya terjadi insiden yang menyebabkan seorang warga meninggal dunia.

“Kalau kejadian kecil-kecil sering. Seperti jari putus, tangan putus kena pilah, itu sudah biasa di sini. Tapi kalau sampai ada korban jiwa, baru kali ini,” kata Perbekel Pacung, Made Yasa.

Peristiwa itu juga membuat para penambang batu pilah trauma. Mereka sempat libur bekerja selama beberapa hari untuk memulihkan trauma psikis, sekaligus sebagai rasa duka cita kepada rekan sesama penambang.

Tapi kebutuhan dapur memanggil, dan pekerjaan harus tetap dilakukan. Sekalipun nyawa menjadi taruhannya.

Salah seorang penambang batu pilah, Gede Widiasa mengaku sempat trauma dengan kejadian itu. Ia sempat rehat bekerja pada Senin (4/9), dan memilih kembali bekerja hari ini.

“Ada rasa trauma. Tapi ini namanya musibah. Kerja apa saja, selalu ada resikonya,” kata Widiasa. Menurutnya lokasi penambangan batu pilah memang tergolong riskan.

Itu juga tergantung dari lokasinya. Pada lokasi datar saja, penambang bisa terluka. Mengingat bagian tepi batu pilah sangat tajam. Bahkan bisa mengiris tangan seketika.

Ada pula lokasi yang rentan, seperti lokasi tempat terjadinya insiden itu. Penambang setempat menyebut posisi tambang ngaung atau membentuk ceruk.

Sehingga penambang harus mencari batu lebih ke dalam. Posisi itu sangat riskan. Karena di bagian atas, masih ditemui batu pilah.

Batu itu bisa runtuh kapan saja dan menimpa penambang. Belum lagi bila ada gelondongan batu raksasa yang bisa runtuh terkena getaran.

Dibutuhkan keahlian khusus untuk menambang batu pilah. Keahlian utama adalah memahami lokasi, sehingga resiko semakin minim.

“Ini saja yang kejadian kan tenaga ahli. Apalagi yang tidak ahli, itu bisangawur. Kejadian kena batu-batu kecil itu sering di sini,” ceritanya.

Selama bekerja, penambang nyaris tidak pernah menganakan alat pengaman. Lantaran semua aktifitas dilakukan secara tradisional.

“Paling-paling pengamannya hanya pakai sepatu dan slop tangan. Selain itu tidak ada,” katanya lagi. Saat ini produk batu pilah khas Desa Pacung, cukup laku di industri properti.

Sebuah batu pilah, bisa dijual seharga Rp 75 ribu hingga Rp 100 ribu per lembar. Tergantung dari lebar batu serta ketebalan batu.

Ada pula yang menjual dengan mekanisme borongan. Biasanya satu truk batu pilah dijual dengan harga Rp 4 juta. Itu belum termasuk ongkos kirim yang besarnya bervariasi.

Insiden longsornya tambang batu pilah di Desa Pacung, menyebabkan banyak penambang merasa trauma.

Mereka tetap melanjutkan pekerjaan, karena itu mata pencaharian satu-satunya. Mereka hanya berharap dapur bisa ngebul, meski nyawa taruhannya.

 

EKA PRASETYA, Tejakula

MENAMBANG batu pilah, masih menjadi pekerjaan utama bagi masyarakat di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula.

Selain bertani, kebanyakan bekerja menambang batu pilah. Ada pula yang bekerja sebagai pedagang maupun karyawan, tapi jumlahnya tak banyak.

Tambang batu pilah, dianggap sebagai sumber rejeki yang bisa mengubah peruntungan keluarga. Desa Pacung sejak lama memang dikenal dengan produksi batu pilahnya.

Batu ini unik. Hanya berupa lembaran-lembaran begitu saja. Warga hanya perlu menggalinya, kemudian memungutnya satu persatu.

Lantaran batu sejak awal memang sudah berbentuk seperti pilah-pilah dengan pola tertentu. Wilayah batu pilah diketahui hanya ada di wilayah barat Kecamatan Tejakula.

Lokasinya pun terbatas. Hanya di sekitar Pura Ponjok Batu hingga ke arah timur. Sebagian besar ada di Desa Pacung. Ada pula di Desa Julah dan Desa Sembiran, namun jumlahnya tak seberapa.

Tidak ada data resmi berapa jumlah tambang batu pilah di Desa Pacung. Pemerintah desa setempat memperkirakan jumlahnya antara 20 hingga 50 unit tambang.

Luasnya diperkirakan mencapai ratusan hektare. Biasanya warga mencari lokasi yang paling dekat dengan lapisan tanah paling atas.

Konon batu pilah sudah dikenal sejak ratusan tahun silam. Bahkan sudah digunakan untuk tembok di wilayah pura. Tapi batu pilah baru mulai tersohor sejak tahun 1980-an dan mulai merambah ke industri properti.

Insiden longsornya tambang batu pilah di Banjar Dinas Alas Sari, Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, sempat membuat syok warga setempat.

Pasalnya, ini pertama kalinya terjadi insiden yang menyebabkan seorang warga meninggal dunia.

“Kalau kejadian kecil-kecil sering. Seperti jari putus, tangan putus kena pilah, itu sudah biasa di sini. Tapi kalau sampai ada korban jiwa, baru kali ini,” kata Perbekel Pacung, Made Yasa.

Peristiwa itu juga membuat para penambang batu pilah trauma. Mereka sempat libur bekerja selama beberapa hari untuk memulihkan trauma psikis, sekaligus sebagai rasa duka cita kepada rekan sesama penambang.

Tapi kebutuhan dapur memanggil, dan pekerjaan harus tetap dilakukan. Sekalipun nyawa menjadi taruhannya.

Salah seorang penambang batu pilah, Gede Widiasa mengaku sempat trauma dengan kejadian itu. Ia sempat rehat bekerja pada Senin (4/9), dan memilih kembali bekerja hari ini.

“Ada rasa trauma. Tapi ini namanya musibah. Kerja apa saja, selalu ada resikonya,” kata Widiasa. Menurutnya lokasi penambangan batu pilah memang tergolong riskan.

Itu juga tergantung dari lokasinya. Pada lokasi datar saja, penambang bisa terluka. Mengingat bagian tepi batu pilah sangat tajam. Bahkan bisa mengiris tangan seketika.

Ada pula lokasi yang rentan, seperti lokasi tempat terjadinya insiden itu. Penambang setempat menyebut posisi tambang ngaung atau membentuk ceruk.

Sehingga penambang harus mencari batu lebih ke dalam. Posisi itu sangat riskan. Karena di bagian atas, masih ditemui batu pilah.

Batu itu bisa runtuh kapan saja dan menimpa penambang. Belum lagi bila ada gelondongan batu raksasa yang bisa runtuh terkena getaran.

Dibutuhkan keahlian khusus untuk menambang batu pilah. Keahlian utama adalah memahami lokasi, sehingga resiko semakin minim.

“Ini saja yang kejadian kan tenaga ahli. Apalagi yang tidak ahli, itu bisangawur. Kejadian kena batu-batu kecil itu sering di sini,” ceritanya.

Selama bekerja, penambang nyaris tidak pernah menganakan alat pengaman. Lantaran semua aktifitas dilakukan secara tradisional.

“Paling-paling pengamannya hanya pakai sepatu dan slop tangan. Selain itu tidak ada,” katanya lagi. Saat ini produk batu pilah khas Desa Pacung, cukup laku di industri properti.

Sebuah batu pilah, bisa dijual seharga Rp 75 ribu hingga Rp 100 ribu per lembar. Tergantung dari lebar batu serta ketebalan batu.

Ada pula yang menjual dengan mekanisme borongan. Biasanya satu truk batu pilah dijual dengan harga Rp 4 juta. Itu belum termasuk ongkos kirim yang besarnya bervariasi.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/