26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 4:46 AM WIB

Dewan “Ogah” Dana Bansos Dipotong, Program Gubernur Koster Terancam

DENPASAR –  DPRD Bali menentang rencana Gubernur Bali terpilih Wayan Koster memangkas dana hibah APBD Induk 2019.

Dewan berdalih hibah sebesar Rp 370 miliar tersebut sudah diposkan sesuai kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, Koster tak bisa seenaknya memangkas dana hibah  untuk membiayai pembangunan infrastruktur, termasuk dua titik shortcut Singaraja-Denpasar jika anggarannya tak dialokasikan oleh pemerintah pusat.

Penolakan rencana pemangkasan dana hibah itu ditegaskan oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Bali I Wayan Adnyana.

Adnyana mengatakan, penolakan terhadap rencana pemangkasan dana hibah itu mendapat persetujuan dari semua fraksi, kecuali fraksi PDI Perjuangan.

Mengacu pernyataan Adnyana tersebut, fraksi-fraksi yang menolak pemangkasan dana hibah itu adalah Demokrat, Golkar, Gerindra dan Panca Bayu (fraksi gabungan NasDem, PAN, Hanura dan PKPI).

Fraksi PDI Perjuangan sebelumnya sudah dikoordinasi oleh Koster terkait rencananya memangkas dana hibah tersebut. Koster sendiri merupakan ketua DPD PDI perjuangan Provinsi Bali.

“Saya sampaikan pandangan di luar Ranperda menyikapi adanya pemberitaan bahwa gubernur terpilih akan memangkas bantuan ke masyarakat dalam bentuk hibah yang difasilitasi anggota dewan.

Saya mengatakan pada prinsipnya tak setuju karena dana itu sangat dibutuhkan masyarakat,” kata Adnyana saat dikonfirmasi usai rapat paripurna.

Sekretaris DPD partai Demokrat Provinsi Bali ini menjelaskan, bantuan hibah yang difasilitasi anggota Dewan itu berdasarkan proposal permohonan masyarakat.

Ada kebutuhan-kebutuhan mendesak masyarakat yang perlu dibantu dengan bantuan hibah oleh pemerintah.

“Kami menghimpun proposal hibah itu melalui serapan aspirasi lewat reses. Ada kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang mendesak yang dimintakan bantuannya lewat pemerintah.

Itu kami serapnya lewat reses. Akhirnya kita bahas bersama eksekutif, jadilah keputusan dewan dan eksekutif menjadi program hibah,” jelas Adnyana.

Politikus asal Tabanan ini melanjutkan, anggota Dewan merespon permohonan hibah oleh masyarakat, karena wakil rakyat menyadari bahwa masyarakat,

khususnya masyarakat adat dan agama Hindu, memiliki beban luar biasa dalam membiayai aktivitas keagamaan, seni dan budaya.

Adnyana mengutip hasil penelitian akademisi Universitas Udayana, yang menyebutkan bahwa 30-32 persen pendapatan masyarakat dialokasikan untuk membiayai ritual keagamaan dan kegiatan seni budaya.

“Beban ini yang kita bantu lewat hibah untuk meringankan, bukan mengambilalih semua beban mereka. Misalnya bantu perbaikan pura, beli gong untuk kegiatan kesenian,

ada ritual beli tenda kita bantu beli tenda, sehingga mereka nggak keluarin duit. Jadi kita ringankan biaya hidupnya dia,” ujarnya.

Ia mengatakan, aktivitas masyarakat adat tersebut secara tidak sadar sudah meng-ajeg-an adat istiadat dan budaya.

“Itu motor kehidupan pariwisata. Tanpa sadar mereka sudah berperan maksimal untuk kemajuan pariwisata. Ekonomi Bali maju, pemerintah dapat pajak karena pariwisata.

Pariwisata bisa berkembang karena punya icon budaya. Pelaku budaya adalah masyarakat adat. Jadi wajar dapat bantuan hibah untuk ringankan beban mereka,” tegasnya.

Adnyana kemudian menyodok alasan Koster yang akan memangkas dana hibah untuk percepatan pembangunan shorcut Singaraja-Denpasar.

Menurut dia, alasan Koster itu tidak tepat sebab proyek tersebut dibiayai oleh pemerintah pusat.

“Shorcut yang di Bedugul itu jalan nasional yang menjadi tanggung jawab pusat, sudah diprogramkan dan dimulai tahun ini. Anggarannya dialokasikan dalam APBN.

Ngapain haknya masyarakat (dana hibah) kita kurangi, ngapain kita ambilalih program pemerinta pusat. Itu langkah yang tidak tepat,” sodok Adnyana.

DENPASAR –  DPRD Bali menentang rencana Gubernur Bali terpilih Wayan Koster memangkas dana hibah APBD Induk 2019.

Dewan berdalih hibah sebesar Rp 370 miliar tersebut sudah diposkan sesuai kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, Koster tak bisa seenaknya memangkas dana hibah  untuk membiayai pembangunan infrastruktur, termasuk dua titik shortcut Singaraja-Denpasar jika anggarannya tak dialokasikan oleh pemerintah pusat.

Penolakan rencana pemangkasan dana hibah itu ditegaskan oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Bali I Wayan Adnyana.

Adnyana mengatakan, penolakan terhadap rencana pemangkasan dana hibah itu mendapat persetujuan dari semua fraksi, kecuali fraksi PDI Perjuangan.

Mengacu pernyataan Adnyana tersebut, fraksi-fraksi yang menolak pemangkasan dana hibah itu adalah Demokrat, Golkar, Gerindra dan Panca Bayu (fraksi gabungan NasDem, PAN, Hanura dan PKPI).

Fraksi PDI Perjuangan sebelumnya sudah dikoordinasi oleh Koster terkait rencananya memangkas dana hibah tersebut. Koster sendiri merupakan ketua DPD PDI perjuangan Provinsi Bali.

“Saya sampaikan pandangan di luar Ranperda menyikapi adanya pemberitaan bahwa gubernur terpilih akan memangkas bantuan ke masyarakat dalam bentuk hibah yang difasilitasi anggota dewan.

Saya mengatakan pada prinsipnya tak setuju karena dana itu sangat dibutuhkan masyarakat,” kata Adnyana saat dikonfirmasi usai rapat paripurna.

Sekretaris DPD partai Demokrat Provinsi Bali ini menjelaskan, bantuan hibah yang difasilitasi anggota Dewan itu berdasarkan proposal permohonan masyarakat.

Ada kebutuhan-kebutuhan mendesak masyarakat yang perlu dibantu dengan bantuan hibah oleh pemerintah.

“Kami menghimpun proposal hibah itu melalui serapan aspirasi lewat reses. Ada kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang mendesak yang dimintakan bantuannya lewat pemerintah.

Itu kami serapnya lewat reses. Akhirnya kita bahas bersama eksekutif, jadilah keputusan dewan dan eksekutif menjadi program hibah,” jelas Adnyana.

Politikus asal Tabanan ini melanjutkan, anggota Dewan merespon permohonan hibah oleh masyarakat, karena wakil rakyat menyadari bahwa masyarakat,

khususnya masyarakat adat dan agama Hindu, memiliki beban luar biasa dalam membiayai aktivitas keagamaan, seni dan budaya.

Adnyana mengutip hasil penelitian akademisi Universitas Udayana, yang menyebutkan bahwa 30-32 persen pendapatan masyarakat dialokasikan untuk membiayai ritual keagamaan dan kegiatan seni budaya.

“Beban ini yang kita bantu lewat hibah untuk meringankan, bukan mengambilalih semua beban mereka. Misalnya bantu perbaikan pura, beli gong untuk kegiatan kesenian,

ada ritual beli tenda kita bantu beli tenda, sehingga mereka nggak keluarin duit. Jadi kita ringankan biaya hidupnya dia,” ujarnya.

Ia mengatakan, aktivitas masyarakat adat tersebut secara tidak sadar sudah meng-ajeg-an adat istiadat dan budaya.

“Itu motor kehidupan pariwisata. Tanpa sadar mereka sudah berperan maksimal untuk kemajuan pariwisata. Ekonomi Bali maju, pemerintah dapat pajak karena pariwisata.

Pariwisata bisa berkembang karena punya icon budaya. Pelaku budaya adalah masyarakat adat. Jadi wajar dapat bantuan hibah untuk ringankan beban mereka,” tegasnya.

Adnyana kemudian menyodok alasan Koster yang akan memangkas dana hibah untuk percepatan pembangunan shorcut Singaraja-Denpasar.

Menurut dia, alasan Koster itu tidak tepat sebab proyek tersebut dibiayai oleh pemerintah pusat.

“Shorcut yang di Bedugul itu jalan nasional yang menjadi tanggung jawab pusat, sudah diprogramkan dan dimulai tahun ini. Anggarannya dialokasikan dalam APBN.

Ngapain haknya masyarakat (dana hibah) kita kurangi, ngapain kita ambilalih program pemerinta pusat. Itu langkah yang tidak tepat,” sodok Adnyana.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/