29.2 C
Jakarta
27 Oktober 2024, 0:47 AM WIB

KPU Hanya Bisa Kurangi Rp 15 M, Bawaslu Enggan Rasionalisasi

RadarBali.com – Rapat antara DPRD Bali dengan KPU dan Bawaslu Bali membahas tentang anggaran Pilgub Bali 2019, akhirnya mulai menemui titik temu.

Berbeda dengan rapat sebelumnya, anggota dewan mulai loyo. Satu-satunya anggota dewan yang masih tetap vokal adalah anggota Komisi I, Nyoman Adnyana.

Rapat yang dipimpin Wakil Ketua I, Nyoman Sugawa Korry, itu berlangsung sekitar 1,5 jam. Ketua KPU Bali, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengajukan sejumlah opsi kepada DPRD Bali.

Salah satu opsi yang diajukan adalah pengurangan anggaran dari Rp 229 miliar menjadi Rp 213, 7 miliar. Artinya, ada pengurangan anggaran sekitar Rp 15 miliar. Namun, opsi yang diajukan KPU itu bukan tanpa syarat.

Dijelaskan Raka, opsi dana penyelenggaraan Pilgub Rp 213, 7 miliar belum termasuk sosialisasi media cetak dan elektronik.

Pihaknya juga menghilangkan anggaran untuk pembelian seragam badan adhoc. “Semua pilihan ada konsekuensinya.

Salah satu opsi jika dilakukan pengurangan anggaran minimal Rp 213,7 miliar, ini belum termasuk ditambah sosialisasi media,” ujar Raka Sandi.

Tentu menjadi pekerjaan berat bagi KPU jika tidak menyosialisasikan penyelenggaraan pilgub melalui media. Menurut Raka, sosialisasi melalui media sangat efektif menyentuh calon pemilih.

KPU ingin tingkat partisipasi pemilih pada Pilgub Bali minimal 70 persen. “Kalau tanpa sosialisasi di media kami akui berat. Opsi Rp 213,7 miliar itu kalau tidak bisa, maka kami kembali ke NPHD semula.

Sebab, secara hukum NPHD mengikat. Perubahan harus berdasar persetujuan kedua pihak, KPU dan Pemprov Bali,” papar pria asal Jembrana itu.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Bali, Ketut Rudia menyatakan tidak bisa merasionalisasi anggaran Bawaslu. “Kami menyusun anggaran itu prosesnya panjang, selama dua tahun. Kalau ada dana lebih pasti kami kembalikan,” kata Rudia.

Sementara itu, Adnayana tetap meminta KPU dan Bawaslu mencontoh Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dikatakan Adnyana, Pilgub NTB dengan jumlah pemilih 3,9 juta hanya menghabiskan anggaran Rp 203 miliar.

Sementara Pilgub Bali, jumlah pemilih hanya 3 juta menghabiskan dana lebih besar. Kondisi wilayah di NTB juga lebih luas daripada Bali.

“Kami ini sudah sangat toleransi kepada KPU dan Bawaslu, supaya pilgub bisa berjalan baik. Jangan ada dusta di antara kita. Jangan sedikit-sedikit ngambul, mendramatisir keadaan,” sentil politikus asal Bangli itu.

Adnyana mengancam jika KPU dan Bawaslu tidak bisa mengurangi anggaran, pihaknya akan interupsi saat rapat paripurna.

“Kalau interuspi tidak diterima, saya akan walk out. Kami minta KPU dan Bawaslu saling bersinergi,” tukasnya

RadarBali.com – Rapat antara DPRD Bali dengan KPU dan Bawaslu Bali membahas tentang anggaran Pilgub Bali 2019, akhirnya mulai menemui titik temu.

Berbeda dengan rapat sebelumnya, anggota dewan mulai loyo. Satu-satunya anggota dewan yang masih tetap vokal adalah anggota Komisi I, Nyoman Adnyana.

Rapat yang dipimpin Wakil Ketua I, Nyoman Sugawa Korry, itu berlangsung sekitar 1,5 jam. Ketua KPU Bali, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengajukan sejumlah opsi kepada DPRD Bali.

Salah satu opsi yang diajukan adalah pengurangan anggaran dari Rp 229 miliar menjadi Rp 213, 7 miliar. Artinya, ada pengurangan anggaran sekitar Rp 15 miliar. Namun, opsi yang diajukan KPU itu bukan tanpa syarat.

Dijelaskan Raka, opsi dana penyelenggaraan Pilgub Rp 213, 7 miliar belum termasuk sosialisasi media cetak dan elektronik.

Pihaknya juga menghilangkan anggaran untuk pembelian seragam badan adhoc. “Semua pilihan ada konsekuensinya.

Salah satu opsi jika dilakukan pengurangan anggaran minimal Rp 213,7 miliar, ini belum termasuk ditambah sosialisasi media,” ujar Raka Sandi.

Tentu menjadi pekerjaan berat bagi KPU jika tidak menyosialisasikan penyelenggaraan pilgub melalui media. Menurut Raka, sosialisasi melalui media sangat efektif menyentuh calon pemilih.

KPU ingin tingkat partisipasi pemilih pada Pilgub Bali minimal 70 persen. “Kalau tanpa sosialisasi di media kami akui berat. Opsi Rp 213,7 miliar itu kalau tidak bisa, maka kami kembali ke NPHD semula.

Sebab, secara hukum NPHD mengikat. Perubahan harus berdasar persetujuan kedua pihak, KPU dan Pemprov Bali,” papar pria asal Jembrana itu.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Bali, Ketut Rudia menyatakan tidak bisa merasionalisasi anggaran Bawaslu. “Kami menyusun anggaran itu prosesnya panjang, selama dua tahun. Kalau ada dana lebih pasti kami kembalikan,” kata Rudia.

Sementara itu, Adnayana tetap meminta KPU dan Bawaslu mencontoh Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dikatakan Adnyana, Pilgub NTB dengan jumlah pemilih 3,9 juta hanya menghabiskan anggaran Rp 203 miliar.

Sementara Pilgub Bali, jumlah pemilih hanya 3 juta menghabiskan dana lebih besar. Kondisi wilayah di NTB juga lebih luas daripada Bali.

“Kami ini sudah sangat toleransi kepada KPU dan Bawaslu, supaya pilgub bisa berjalan baik. Jangan ada dusta di antara kita. Jangan sedikit-sedikit ngambul, mendramatisir keadaan,” sentil politikus asal Bangli itu.

Adnyana mengancam jika KPU dan Bawaslu tidak bisa mengurangi anggaran, pihaknya akan interupsi saat rapat paripurna.

“Kalau interuspi tidak diterima, saya akan walk out. Kami minta KPU dan Bawaslu saling bersinergi,” tukasnya

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/