28.2 C
Jakarta
17 September 2024, 2:07 AM WIB

Dirumahkan dari Kapal Pesiar, Banting Stir Jadi Tukang Cukur dan Tatto

Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) membuat I Gede Arya Sudita, 40, asal Dukuh Penaban, Karangasem, terpaksa pulang kampung.

Pekerjaan bertahun-tahun di kapal pesiar dia harus tinggalkan setelah dirumahkan perusahaan tempatnya bekerja.

 

 

WAYAN PUTRA, Amlapura

MENYERAH dengan keadaan bukan jiwa seorang laki-laki. Laki-laki adalah petarung. Dan, Gede Arya Sudita adalah petarung sejati.

Sebagai bukti, demi keluarga, dia rela merantau bertahun-tahun untuk bekerja di kapal pesiar. Namun, pandemic Covid-19 mengubah segalanya.

Keputusan pahit perusahaan untuk merumahkan karyawan berimbas dengan karirnya. Gede Arya Sudita pun memilih pulang kampung.

Meski tidak ada pekerjaan yang dikerjakan di kampung halaman, Gede Arya tak mau menyerah. Mengandalkan skill memotong rambut, Gede Arya mencoba menjadi tukang cukur rumahan.

Lantaran dalam kondisi wabah Covid-19, sementara Gede Arya hanya melayani kalangan terbatas. “Ya, hanya untuk mengisi waktu saja,” kata Gede Arya merendah saat ditemui di rumah Bendesa Adat Penaban Nengah Suwarya.

Arya mengaku sejatinya tidak membuka praktek jadi tukang cukur. Namun kalau ada kerabat atau tetangganya yang minta tolong untuk mencukur rambut, dia bersedia.

Pekerjaan ini dilakukan hanya sekedar untuk mengisi waktu, sehingga saat mencukur juga tidak meminta bayaran.

Gede Arya Sudita merupakan salah satu pekerja migran Indonesia (PMI) yang sebelumnya bekerja di Amerika Serikat tepatnya di kapal pesiar Carnival.

Karena pandemic corona, dia pulang kampung sejak dua bulan lalu. Selaian mencukur rambut, Gede Arya sebenarnya juga ahli tatto.

Untuk mencukur rambut dia dapat skill sebelum berangkat di kapal pesiar termasuk juga ketrampilan tatto dia sudah bisa sebelum berangkat ke kapal pesiar.

Malah saat di kapal pesiar sendiri kerap mendapat order untuk men-tatto sesama kru atau wisatawan asing.

Hanya saja untuk tatto saat ini dirinya belum berani menerima order karena kondisi yang tidak memungkinkan.

Sehingga sekalipun ada yang meminta, dia akan menolak karena masih khawatir dengan Pandemi Covid-19. “Ini nyukur juga hanya untuk kerabat saja, kebetulan Jro Bendesa yang minta tolong,” ujarnya.

Gede Arya sendiri mengaku sudah bekerja di kapal sejak tahun 2006. Di kapal pesiar, dia sebagai head waitress di restoran.

Karena dirumahkan, sekarang ini waktunya lebih banyak berkumpul dengan keluarga yakni sang istri Sri Utami dan kedua buah hatinya. Sementara anak paling besar juga sudah delapan tahun.

Sebelum kembali ke rumah dirinya juga sudah melakoni karantina. Pertama karantina di tempat kerja dan juga di rumah melakukan karantina mandiri.

“Untuk keahlian cukur rambut dan men-tatto saya dapat secara otodidak,” bebernya. Selain menatto di rumah, dia juga punya studio sendiri.

Untuk bayaran tergantung lamanya tatto. “Kalau tatto di rumah harga teman, jika di studio di bayar per jam,” ujarnya.

Untuk harga teman satu lengan bisa dibayar sampai USD 2.000 atau sekitar Rp 20 juta. “Harga ini kalau di kapal,” tambahnya.

Sementara jika di rumah harga tidak terlalu saklek, yakni harga teman. Hanya saja saat ini belum berani buka.

Ditanya apakah tidak sakit saat menatto, Gede Arya mengatakan perih hanya untuk sementara. Seteleh 10 menit berlalu rasa sakit akan hilang.

“Sakit biasanya saat nyeket,” tambahnya. Karena saat nyeket jarum lebih keras. Gede Arya sendiri mengakui kalau saat ini sebenarnya banyak order untuk tattoo, namun dia tolak karena masih belum berani.

Dirinya mengaku masih melakukan sosial distancing sehingga belum mau dekat dengan sembarangan orang.

“Kalau order tatto banyak, hanya saja saya masih tolak dulu untuk sementara, karena belum berani,” ujarnya.  (*)

Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) membuat I Gede Arya Sudita, 40, asal Dukuh Penaban, Karangasem, terpaksa pulang kampung.

Pekerjaan bertahun-tahun di kapal pesiar dia harus tinggalkan setelah dirumahkan perusahaan tempatnya bekerja.

 

 

WAYAN PUTRA, Amlapura

MENYERAH dengan keadaan bukan jiwa seorang laki-laki. Laki-laki adalah petarung. Dan, Gede Arya Sudita adalah petarung sejati.

Sebagai bukti, demi keluarga, dia rela merantau bertahun-tahun untuk bekerja di kapal pesiar. Namun, pandemic Covid-19 mengubah segalanya.

Keputusan pahit perusahaan untuk merumahkan karyawan berimbas dengan karirnya. Gede Arya Sudita pun memilih pulang kampung.

Meski tidak ada pekerjaan yang dikerjakan di kampung halaman, Gede Arya tak mau menyerah. Mengandalkan skill memotong rambut, Gede Arya mencoba menjadi tukang cukur rumahan.

Lantaran dalam kondisi wabah Covid-19, sementara Gede Arya hanya melayani kalangan terbatas. “Ya, hanya untuk mengisi waktu saja,” kata Gede Arya merendah saat ditemui di rumah Bendesa Adat Penaban Nengah Suwarya.

Arya mengaku sejatinya tidak membuka praktek jadi tukang cukur. Namun kalau ada kerabat atau tetangganya yang minta tolong untuk mencukur rambut, dia bersedia.

Pekerjaan ini dilakukan hanya sekedar untuk mengisi waktu, sehingga saat mencukur juga tidak meminta bayaran.

Gede Arya Sudita merupakan salah satu pekerja migran Indonesia (PMI) yang sebelumnya bekerja di Amerika Serikat tepatnya di kapal pesiar Carnival.

Karena pandemic corona, dia pulang kampung sejak dua bulan lalu. Selaian mencukur rambut, Gede Arya sebenarnya juga ahli tatto.

Untuk mencukur rambut dia dapat skill sebelum berangkat di kapal pesiar termasuk juga ketrampilan tatto dia sudah bisa sebelum berangkat ke kapal pesiar.

Malah saat di kapal pesiar sendiri kerap mendapat order untuk men-tatto sesama kru atau wisatawan asing.

Hanya saja untuk tatto saat ini dirinya belum berani menerima order karena kondisi yang tidak memungkinkan.

Sehingga sekalipun ada yang meminta, dia akan menolak karena masih khawatir dengan Pandemi Covid-19. “Ini nyukur juga hanya untuk kerabat saja, kebetulan Jro Bendesa yang minta tolong,” ujarnya.

Gede Arya sendiri mengaku sudah bekerja di kapal sejak tahun 2006. Di kapal pesiar, dia sebagai head waitress di restoran.

Karena dirumahkan, sekarang ini waktunya lebih banyak berkumpul dengan keluarga yakni sang istri Sri Utami dan kedua buah hatinya. Sementara anak paling besar juga sudah delapan tahun.

Sebelum kembali ke rumah dirinya juga sudah melakoni karantina. Pertama karantina di tempat kerja dan juga di rumah melakukan karantina mandiri.

“Untuk keahlian cukur rambut dan men-tatto saya dapat secara otodidak,” bebernya. Selain menatto di rumah, dia juga punya studio sendiri.

Untuk bayaran tergantung lamanya tatto. “Kalau tatto di rumah harga teman, jika di studio di bayar per jam,” ujarnya.

Untuk harga teman satu lengan bisa dibayar sampai USD 2.000 atau sekitar Rp 20 juta. “Harga ini kalau di kapal,” tambahnya.

Sementara jika di rumah harga tidak terlalu saklek, yakni harga teman. Hanya saja saat ini belum berani buka.

Ditanya apakah tidak sakit saat menatto, Gede Arya mengatakan perih hanya untuk sementara. Seteleh 10 menit berlalu rasa sakit akan hilang.

“Sakit biasanya saat nyeket,” tambahnya. Karena saat nyeket jarum lebih keras. Gede Arya sendiri mengakui kalau saat ini sebenarnya banyak order untuk tattoo, namun dia tolak karena masih belum berani.

Dirinya mengaku masih melakukan sosial distancing sehingga belum mau dekat dengan sembarangan orang.

“Kalau order tatto banyak, hanya saja saya masih tolak dulu untuk sementara, karena belum berani,” ujarnya.  (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/