Sosok mantan Bupati Buleleng I Ketut Wirata Sindhu, memiliki banyak kenangan bagi masyarakat Buleleng.
Baik itu di kalangan birokrat, masyarakat umum, maupun mantan eksodus Timor-Timur yang pilih pulang kampung ke Buleleng.
EKA PRASETYA, Singaraja
DI kalangan birokrat Buleleng, nama I Ketut Wiratha Sindhu harum bak bunga melati. Yup, Wirata Sindhu dikenal sebagai sosok pembangun fondasi perekonomian di Buleleng.
Seperti yang terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia, krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun 1998, membuat seluruh sektor kolaps.
Dalam kondisi perekonomian yang berdarah-darah, Wirata berusaha mengendalikan situasi.
“Dinamika waktu itu sangat menonjol. Konflik sangat banyak. Perekonomian juga masih jatuh bangun. Saat era beliau itu, angka kemiskinan di Buleleng sangat tinggi.
Makanya beliau membangun fundamental ekonomi yang kuat, seperti yang kita rasakan seperti saat ini,” kenang Sekkab Buleleng Dewa Ketut Puspaka.
Puspaka menyebut Wirata Sindhu melakukan pola pendekatan yang sangat personal dan humanis.
Baik di masyarakat maupun di kalangan pemerintahan. Saat berada di masyarakat, Wirata Sindhu disebut menggunakan pola-pola sebagai juru penerangan.
“Beliau itu juru penerangan yang sangat andal. Sering ke masyarakat memberikan penyuluhan biar aman. Akhirnya lambat laun kriminalitas turun,
suasana kondusif, akhirnya mulai ada yang berinvestasi. Waktu itu investasi yang banyak masuk itu di Lovina dan Pemuteran,” jelas Puspaka.
Selain itu, Wirata Sindhu juga dikenal sebagai sosok yang menciptakan tagline Singaraja Sakti. Sakti merupakan singkatan dari Sejuk, Aman, Kreatif, Tertib, dan Indah.
Selain di kalangan birokrat, sosok Wirata Sindhu juga disebut sangat berjasa bagi warga transmigran asal Bali yang memilih eksodus dari Timor Timur, saat referendum terjadi pada 30 Agustus 1999 silam.
Konon berkat campur tangan Wirata Sindhu, warga transmigran yang saat itu luntang-lantung, bisa mendapat tanah garapan dan tapak tanah untuk membangun rumah.
Keterlibatan Wirata Sindhu dalam menangani pengungsi eks Timtim dibenarkan oleh Gede Komang.
Gede Komang saat itu menjadi Koordinator Eksodus bagi warga-warga transmigran yang mukim di Kabupate Covalima.
Tatkala itu adalah delapan unit pemukiman transmigran yang tersebar di seluruh Covalima.
Komang menyebutkan saat itu ia mendapat tugas menjaga keselamatan dan keamanan para transmigran hingga keluar dari Timor Timur.
Setelah mereka berhasil sampai di Kupang, para transmigran diserahkan ke masing-masing pemerintah daerah. Termasuk saat itu di Kabupaten Buleleng.
Gede Komang menyebut saat itu ada sekitar 600 kepala keluarga asal Buleleng yang transmigrasi ke Timor Timur.
Mereka kemudian dipulangkan ke Buleleng dan sempat ditampung di sejumlah titik.
Diantaranya di Kantor Transmigrasi Buleleng (sekarang Kantor Imigrasi Singaraja dan BPBD Buleleng).
“Cukup lama waktu itu transmigran tinggal di Kantor Transmigrasi. Dari referendum Agustus 1999, saya sampai akhir Oktober 1999, masih mengungsi di kantor transmigrasi,” kenangnya.
Pada masa itu, Wirata Sindhu kemudian mengeluarkan kebijakan yang membuat para transmigran bernafas lega.
Transmigran yang tak memiliki keluarga di Buleleng, diberikan lahan garapan dan tapak tinggal di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak.
“Atas kebijakan beliau, eksodus Timtim itu diberikan sebidang lahan untuk bertani dan rumah tinggal. Saat itu kami benar-benar merasa dimanusiakan.
Karena beda sekali dengan rekan-rekan eksodus yang ditampung di daerah lain,” jelas Gede Komang yang juga Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng itu.
Kini dengan berpulangnya Wirata Sindhu, Gede Komang mengaku sangat sedih dan berduka atas kepergian almarhum.
“Atas nama para eksodus transmigran dari Kabupaten Covalima, saya ikut berbelasungkawa atas berpulangnya beliau,” tukas Gede Komang. (*)