MANGUPURA – Ketut Sanjiharta warga di Banjar Adat Panca Dharma, Banjar Dinas Pupuan, Desa Mengwitani, Mengwi, Badung melapor ke Bawaslu Bali terkait perlakuan kasepekan (dikucilkan) di Banjar Adat tersebut.
Benarkah? Ternyata faktanya berbeda. Kelian Banjar Adat Panca Dharma I Nyoman Suandra menyebut tidak ada memberlakukan krama (warga) dengan cara kasepekang.
“Tidak ada, tidak ada yang seperti itu (kasepekang). Itu beredar ramai di media sosial, itu keliru,” kata Kelian Adat Banjar Adat panca Dharma, I Nyoman Suandra saat ditemui dirumahnya kemarin.
Suandra menegaskan, untuk anak dan istri yang bersangkutan hingga saat ini masih aktif di kegiatan banjar.
Anaknya aktif di kegiatan pembuatan ogoh-ogoh, begitu juga istri yang bersangkutan masih aktif dan mengikuti latihan ngigel atau menari di banjar bersama PKK lainnya.
“Anak dan istri yang bersangkutan masih aktif di Banjar. Tidak ada itu kasepekang,” jelasnya. Mengenai pemanggilan terhadap yang bersangkutan dan kemudian dikucilkan saat rapat berlangsung,
Suandra menerangkan itu rapat rutin krama. Bahkan, ketika rapat yang digelar pihak Banjar yang membahas terkait pelaksanaan Melasti dan Penyepian, yang bersangkutan justru tidak hadir.
“Yang bersangkutan tidak hadir waktu itu (rapat). Kami juga sudah memberikan surat undagan rapat, tapi yang bersangkutan tidak datang,” tuturnya.
Karena mencuatnya isu kasepekang ini, pihaknya dalam waktu dekat ini akan segera melakukan paruman atau rapat di Banjar setempat.
Pihaknya akan melibatkan tokoh masyarakat setempat dan juga yang bersangkutan untuk menyelesaikan permasalah yang informasinya sudah simpang siur ini.
“Kami akan segera menggelar paruman atau rapat, namun hanya melibatkan kami di tokoh masyarakat dan yang bersangkutan.
Agar permasalahan ini bisa selesai secara kekeluargaan dan meluruskan informasi yang beredar tersebut tidak benar,” pungkasnya.