29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:15 AM WIB

Tetap Bekerja di Usia 85 Tahun, Masih Hidupi Keluarganya di Usia Renta

Keterbatasan ekonomi membuat Made Jegur, kakek berusia 85 tahun itu tetap bekerja. Warga Banjar Pinda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh itu berusaha menyambung hidup mencari uang berjualan sate rawon dengan mendorong gerobak.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SOSOK kakek Jegur, mulai ramai diperbincangkan netizen di media sosial. Banyak warganet terharu dengan kerja kerasnya di usia senja.

Mendorong gerobak sate, dan berkeliling Desa Saba menjajakan makanan dengan bahan olahan babi itu.

Namun Rabu kemarin (10/1), kakek Jegur tidak kelihatan lagi berjualan di seputaran Jalan Banjar Pinda-Jalan Bon Biyu Blahbatuh.

Musim hujan yang datang ini, membuat kondisi kesehatan kakek dua anak itu drop. Ditemui di kediamannya di Banjar Pinda, kakek Jegur mengaku baru datang dari berobat.

Pekak Jegur mengalami demam dan batuk setelah beberapa hari jualan selalu diguyur hujan. “Hari ini tumben saya libur, karena masih sakit kepala,” ujarnya kakek Jegur.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, kakek Jegur bercerita panjang lebar soal dagangan sate rawon yang dia jajakan keliling mulai pukul 14.00 itu.

Istri kakek Jegur, yakni Ni Wayan Lami, 75, dalam kondisi buta dan sakit-sakitan. Kakek Jegur memiliki dia anak, pertama, I Made Jendra, 43, dan adiknya Ni Nyoman Sulandri, 40.

Namun keduanya hanya bekerja sebagai buruh harian lepas. Kondisi keluarganya pun semakin miris setelah putra pertamanya mengalami kecelakaan pada Desember 2017 lalu.

Putra pertamanya I Made Jendra dioperasi pada kaki kiri. Putra pertamanya juga menduda sejak 4 tahun lalu, sehingga Jegur tidak memiliki cucu.

Sedangkan, anak kedua Jegur, Ni Nyoman Sulandri tidak menikah dan disibukkan dengan urusan membantu ibunya, mengurus dapur dan upacara di merajan.

Jegur mengaku telah melakoni usaha dagang sate keliling sejak 1980 silam. Saat itu, Jegur berkeliling berjualan dari rumahnya, menuju Pasar Blahbatuh, bahkan berjalan hingga wilayah Desa Sebatu Kecamatan Tegallalang.

“Dulu saya jual rawon dan sate sapi. Tapi sekarang, jual rawon dan sate babi,” jelasnya. Dalam berjualan, kakek Jegur mengambil seluruh pekerjaan sendirian.

Mulai dari mencari bahan, mengolah bahan hingga berjualan keliling, termasuk menghitung hasil jualan dilakukan sendiri.

“Kadang dibantu sama Nyoman (putri kedua, red). Tapi dia lebih sering mengurus rumah dan merawat ibunya,” terangnya.

Dikatakan Jegur, bahan makanan dibeli di pasar Sukawati. Untuk menuju pasar Sukawati, Jegur menggunakan jasa ojek. T

api modalnya pas-pasan, terpaksa dia jalan kaki ke pasar dan kembali ke rumahnya. “Sekali jualan, cuma habis 2 kilo daging. Lebih dari itu sudah nggak kuat,” jelasnya.

Sampai di rumah, Jegur pun mulai memasak bumbu soto dan menusuk daging untuk sate. Setelah siap, barulah sekitar pukul 14.00, dia mendorong gerobaknya seorang diri untuk berkeliling.

Wilayah yang dilalui cukup singkat, hingga Banjar Bon Biyu. “Biasanya jualan sampai jam 8 malam (20.00). Sampai di rumah sekitar jam Sembilan (21.00), langsung bersih-bersih, mandi dan istirahat,” kenangnya.

Sehari-hari, Jegur selalu melakukan aktifitas itu. Baginya, lebih baik berusaha daripada diam berpangku tangan. “Semasih saya bisa, saya akan berusaha. Kalau toh nanti tenaga saya sudah habis. Ya istirahat,” jelasnya.

Untuk satu porsi ketupat, sate dan rawon babi dijual seharga Rp 10 ribu-Rp 15 ribu. Pekak Jegur pun sejatinya bercita-cita membuka warung supaya tidak jauh-jauh berkeliling.

Namun, karena keterbatasan dana dan tenaga, dia mengurungkan niatnya. “Sementara jalani ini dulu. Inginnya cari tempat buka warung, tapi tenaga kayaknya tidak memungkinkan,” tukasnya

Keterbatasan ekonomi membuat Made Jegur, kakek berusia 85 tahun itu tetap bekerja. Warga Banjar Pinda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh itu berusaha menyambung hidup mencari uang berjualan sate rawon dengan mendorong gerobak.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SOSOK kakek Jegur, mulai ramai diperbincangkan netizen di media sosial. Banyak warganet terharu dengan kerja kerasnya di usia senja.

Mendorong gerobak sate, dan berkeliling Desa Saba menjajakan makanan dengan bahan olahan babi itu.

Namun Rabu kemarin (10/1), kakek Jegur tidak kelihatan lagi berjualan di seputaran Jalan Banjar Pinda-Jalan Bon Biyu Blahbatuh.

Musim hujan yang datang ini, membuat kondisi kesehatan kakek dua anak itu drop. Ditemui di kediamannya di Banjar Pinda, kakek Jegur mengaku baru datang dari berobat.

Pekak Jegur mengalami demam dan batuk setelah beberapa hari jualan selalu diguyur hujan. “Hari ini tumben saya libur, karena masih sakit kepala,” ujarnya kakek Jegur.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, kakek Jegur bercerita panjang lebar soal dagangan sate rawon yang dia jajakan keliling mulai pukul 14.00 itu.

Istri kakek Jegur, yakni Ni Wayan Lami, 75, dalam kondisi buta dan sakit-sakitan. Kakek Jegur memiliki dia anak, pertama, I Made Jendra, 43, dan adiknya Ni Nyoman Sulandri, 40.

Namun keduanya hanya bekerja sebagai buruh harian lepas. Kondisi keluarganya pun semakin miris setelah putra pertamanya mengalami kecelakaan pada Desember 2017 lalu.

Putra pertamanya I Made Jendra dioperasi pada kaki kiri. Putra pertamanya juga menduda sejak 4 tahun lalu, sehingga Jegur tidak memiliki cucu.

Sedangkan, anak kedua Jegur, Ni Nyoman Sulandri tidak menikah dan disibukkan dengan urusan membantu ibunya, mengurus dapur dan upacara di merajan.

Jegur mengaku telah melakoni usaha dagang sate keliling sejak 1980 silam. Saat itu, Jegur berkeliling berjualan dari rumahnya, menuju Pasar Blahbatuh, bahkan berjalan hingga wilayah Desa Sebatu Kecamatan Tegallalang.

“Dulu saya jual rawon dan sate sapi. Tapi sekarang, jual rawon dan sate babi,” jelasnya. Dalam berjualan, kakek Jegur mengambil seluruh pekerjaan sendirian.

Mulai dari mencari bahan, mengolah bahan hingga berjualan keliling, termasuk menghitung hasil jualan dilakukan sendiri.

“Kadang dibantu sama Nyoman (putri kedua, red). Tapi dia lebih sering mengurus rumah dan merawat ibunya,” terangnya.

Dikatakan Jegur, bahan makanan dibeli di pasar Sukawati. Untuk menuju pasar Sukawati, Jegur menggunakan jasa ojek. T

api modalnya pas-pasan, terpaksa dia jalan kaki ke pasar dan kembali ke rumahnya. “Sekali jualan, cuma habis 2 kilo daging. Lebih dari itu sudah nggak kuat,” jelasnya.

Sampai di rumah, Jegur pun mulai memasak bumbu soto dan menusuk daging untuk sate. Setelah siap, barulah sekitar pukul 14.00, dia mendorong gerobaknya seorang diri untuk berkeliling.

Wilayah yang dilalui cukup singkat, hingga Banjar Bon Biyu. “Biasanya jualan sampai jam 8 malam (20.00). Sampai di rumah sekitar jam Sembilan (21.00), langsung bersih-bersih, mandi dan istirahat,” kenangnya.

Sehari-hari, Jegur selalu melakukan aktifitas itu. Baginya, lebih baik berusaha daripada diam berpangku tangan. “Semasih saya bisa, saya akan berusaha. Kalau toh nanti tenaga saya sudah habis. Ya istirahat,” jelasnya.

Untuk satu porsi ketupat, sate dan rawon babi dijual seharga Rp 10 ribu-Rp 15 ribu. Pekak Jegur pun sejatinya bercita-cita membuka warung supaya tidak jauh-jauh berkeliling.

Namun, karena keterbatasan dana dan tenaga, dia mengurungkan niatnya. “Sementara jalani ini dulu. Inginnya cari tempat buka warung, tapi tenaga kayaknya tidak memungkinkan,” tukasnya

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/