24 C
Jakarta
13 September 2024, 8:48 AM WIB

KERAS! AWK Ingatkan Pemilih Tidak Jual Harga Diri Karena Bansos

DENPASAR – Hari penentuan masa depan Bali tinggal 9 hari lagi. Jelang hari pencoblosan, Rabu (27/6) mendatang, senator Bali

Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasterapura Suyasa III yang akrab disapa AWK memberi wejangan khusus kepada masyarakat Bali.

Wejangan dimaksud berupa cara cerdas memilih pemimpin Bali lima tahun ke depan, 2018-2023.

AWK berpesan 2.982.201 orang pemilik hak suara yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) agar memilih pemimpin karena visi dan kecerdasan pemimpin; bukan karena bantuan sosial alias bansos.

“Memilih pemimpin karena visi; karena kecerdasan pemimpin. Bukan karena o kemarin dadia (sanggah keluarga, red) saya dibantu; Rp 25 juta, Rp 50 juta, Rp 5 miliar.

Kalau Anda memilih pemimpin berdasar bantuan bansos artinya harga diri Anda sudah dibeli oleh pemimpin itu dan selama lima tahun Anda akan diabaikan.

Karena apa? Pemimpin akan bicara dia (masyarakat, red) sudah saya sogok dengan bansos. Jadi mulutnya sudah saya beli;

sikapnya sudah saya beli,” tandas AWK sebagaimana cuplikan rekaman video berdurasi 02.20 yang viral di media sosial.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, mantan cover boy kelahiran Denpasar 23 Agustus 1980 itu mengatakan pernyataan tersebut dia sampaikan dalam bingkai konteks politik secara umum.

“Tak ada hubungan sama Pilgub. Saya berbicara tentang pendidikan politik Marhaenisme,” tandas AWK.

Khusus bansos, AWK menegaskan dirinya telah menitip pesan kepada kedua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali untuk mengatur tim sukses.

Menurutnya, tidak boleh ada intimidasi kepada masyarakat, misalnya lewat kelian-kelian. “Tidak boleh kelian memobilisasi masyarakat.

Nanti misalnya masyarakat tidak pilih kandidat ini nggak dapat bantuan, tidak boleh,” tandasnya lagi.

Merespons intimidasi tersebut, AWK mengaku setuju diproses oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali. Lebih-lebih ditindaklanjuti ke ranah pidana.

“Apa haknya aparat desa mengintimidasi? Apa hak mereka? Itu kan hak masyarakat memilih siapa,” ungkapnya.

AWK juga mengingatkan jangan sampai ada APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah, red) yang berkedok bansos. Pasalnya, APBD adalah uang rakyat.

“Jadi, seperti kemarin misalkan ada bupati ini akan menyumbangkan dana berapa ratus miliar, namanya dia disebut. Padahal kan uang rakyat, uangnya saudara, uangnya semeton nike.

Bayar pajak kita. Kalau misalkan ada seseorang yang dana pribadinya dipakai membangun sesuatu kita bangga, tapi kalau cuma ngambil dari kas daerah kemudian digelontor,

gelontor, gelontor, pakai uang cash lagi semua. Ngapain? Tiang tidak pernah heran dengan yang kayak gitu,” tegasnya.

AWK menggarisbawahi hal seperti itulah yang akan mempengaruhi suara (perolehan capaian suara paslon, red). 

Lebih lanjut AWK menegaskan kaum millennial alias anak muda benci dengan praktik-praktik semacam itu (penggelontoran bansos untuk kepentingan politik, red).

“Tiang kaget loh. Kaget saya. Saya kira kuat kandidat ini. Ternyata tak kuat karena anak muda sudah bersekutu.

Pokoknya kalau sudah muncul fotonya orang ormas ini, si preman ini, saya nggak mau milih. Itu pakrimik (perbincangan, red) di masyarakat,” tegasnya.

DENPASAR – Hari penentuan masa depan Bali tinggal 9 hari lagi. Jelang hari pencoblosan, Rabu (27/6) mendatang, senator Bali

Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasterapura Suyasa III yang akrab disapa AWK memberi wejangan khusus kepada masyarakat Bali.

Wejangan dimaksud berupa cara cerdas memilih pemimpin Bali lima tahun ke depan, 2018-2023.

AWK berpesan 2.982.201 orang pemilik hak suara yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) agar memilih pemimpin karena visi dan kecerdasan pemimpin; bukan karena bantuan sosial alias bansos.

“Memilih pemimpin karena visi; karena kecerdasan pemimpin. Bukan karena o kemarin dadia (sanggah keluarga, red) saya dibantu; Rp 25 juta, Rp 50 juta, Rp 5 miliar.

Kalau Anda memilih pemimpin berdasar bantuan bansos artinya harga diri Anda sudah dibeli oleh pemimpin itu dan selama lima tahun Anda akan diabaikan.

Karena apa? Pemimpin akan bicara dia (masyarakat, red) sudah saya sogok dengan bansos. Jadi mulutnya sudah saya beli;

sikapnya sudah saya beli,” tandas AWK sebagaimana cuplikan rekaman video berdurasi 02.20 yang viral di media sosial.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, mantan cover boy kelahiran Denpasar 23 Agustus 1980 itu mengatakan pernyataan tersebut dia sampaikan dalam bingkai konteks politik secara umum.

“Tak ada hubungan sama Pilgub. Saya berbicara tentang pendidikan politik Marhaenisme,” tandas AWK.

Khusus bansos, AWK menegaskan dirinya telah menitip pesan kepada kedua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali untuk mengatur tim sukses.

Menurutnya, tidak boleh ada intimidasi kepada masyarakat, misalnya lewat kelian-kelian. “Tidak boleh kelian memobilisasi masyarakat.

Nanti misalnya masyarakat tidak pilih kandidat ini nggak dapat bantuan, tidak boleh,” tandasnya lagi.

Merespons intimidasi tersebut, AWK mengaku setuju diproses oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali. Lebih-lebih ditindaklanjuti ke ranah pidana.

“Apa haknya aparat desa mengintimidasi? Apa hak mereka? Itu kan hak masyarakat memilih siapa,” ungkapnya.

AWK juga mengingatkan jangan sampai ada APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah, red) yang berkedok bansos. Pasalnya, APBD adalah uang rakyat.

“Jadi, seperti kemarin misalkan ada bupati ini akan menyumbangkan dana berapa ratus miliar, namanya dia disebut. Padahal kan uang rakyat, uangnya saudara, uangnya semeton nike.

Bayar pajak kita. Kalau misalkan ada seseorang yang dana pribadinya dipakai membangun sesuatu kita bangga, tapi kalau cuma ngambil dari kas daerah kemudian digelontor,

gelontor, gelontor, pakai uang cash lagi semua. Ngapain? Tiang tidak pernah heran dengan yang kayak gitu,” tegasnya.

AWK menggarisbawahi hal seperti itulah yang akan mempengaruhi suara (perolehan capaian suara paslon, red). 

Lebih lanjut AWK menegaskan kaum millennial alias anak muda benci dengan praktik-praktik semacam itu (penggelontoran bansos untuk kepentingan politik, red).

“Tiang kaget loh. Kaget saya. Saya kira kuat kandidat ini. Ternyata tak kuat karena anak muda sudah bersekutu.

Pokoknya kalau sudah muncul fotonya orang ormas ini, si preman ini, saya nggak mau milih. Itu pakrimik (perbincangan, red) di masyarakat,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/