Menempuh perjalanan berhari-hari menuju Pulau Dewata, tak menyurutkan niat pegiat Komunitas Sepeda Tua Indonesia (Kosti) berkumpul
dan bertemu di even Internasional Veteran Cycle Association (IVCA) di Sanur. Kesetiaan pada sepeda tua telah mengalahkan segalanya.
JULIADI, Tabanan
WAJAH-WAJAH itu tampak letih, bercampur kucuran keringat di sekujur tubuh. Tapi, meski begitu, semangat masih terlihat dari para pegiat Kosti saat menuntaskan perjalanan di sebuah jalan tanjakan, memasuki perkotaan Tabanan.
Tepatnya di areal Patung Adipura, wilayah Desa Pesiapan. Mereka menyempatkan diri beristirahat sejenak di pos polisi lalu lintas.
Melepas lelah, tentu saja. Sembari beristirahat, juga menceritakan perjalanan hingga sampai di Pulau Dewata.
“Satu misi yang kami bawa adalah hanya untuk bertemu dan berkumpul dengan komunitas sepeda onthel tua di seluruh dunia,
di acara Internasional Veteran Cycle Association (IVCA) di Sanur 12 April,” ucap Budi Black, pria asal Lenteng Agung, Jakarta, menuturkan perjalanannya.
Sudah 18 hari dia dan kawan-kawannya di komunitas menempuh perjalanan ke Bali. Mulai dari Anyer, Banten, kemudian bertemu dengan kawan-kawan lainnya yang juga sesama pencinta komunitas sepeda tua di jalanan.
Kawan-kawannya pencinta sepeda tua ini harus menuntaskan perjalanan mulai dari Jakarta, Bandung, Cicalengka, Banten, Kendal, Probolinggo, dan Banyuwangi.
Perkumpulan atau kelompok sepeda tua pun kompak gabung dalam Kosti. “Kami menyukai sepeda tua atau lebih dikenal onthel sejak tahun 2009.
Ini dari keinginan menggeluti sepeda tua untuk mengenang nenek moyong kita yang pada zaman dulu, ketika akan berpergian selalu menggunakan sepeda.
Sekaligus melestarikan sepeda onthel, “ tuturnya. “Kalau bukan kita sebagai generasi muda yang melestarikan siapa lagi? Rata-rata koleksi sepeda onthel mulai dari tahun 1940-an hingga era 1950-an,” ujarnya.
Diceritakan Budi, dalam perjalanan ke Bali memang penuh suka duka. Sarat liku-liku. Ada yang sempat mengalami ban bocor.
Ini terjadi saat memasuki Gresik, Jawa Timur. Karena terkena ranjau paku jalanan. Selain itu, tentu kondisi lelah badan.
Ke Bali untuk mengikuti IVCA di Sanur bermodal niat dan nekat. Kemudian pembiayaan secara mandiri. Ini lantaran murni karena kecintaan terhadap sepeda tua.
“Bahkan ada saja kejutan dari setiap orang di jalanan. Mulai cibiran dan sanjungan. Ada yang katakan orang gila lah, untuk apa bersepeda jauh-jauh datang ke Bali bikin capek, tidak ada artinya,” tuturnya.
Cibiran tersebut menurutnya tidak perlu diambil hati. Karena bagi mereka yang terpenting niat tulus untuk mengikuti IVCA di Sanur.
“Di balik kata cibiran ada juga ada kata sanjungan hebat dan membuat kami terus semangat.
Sepedanya mahal ya, antik. Wah, kayak sepeda ini lebih mahal ketimbang motor. Ya, seperti itulah, ucapan mereka dalam perjalanan,” terang Budi.
Ditambahkan Budi, selain ke Bali, dirinya dan kawan-kawan pencinta sepeda tua juga melakukan tur ke wilayah lain.
Seperti ke Bandung, Lampung dan lainnya. Cukup sulit medan saat memasuki Bali. Mulai dari jalur Gilimanuk hingga menuju Denpasar.
“Saat ini sebanyak 30 komunitas yang berangkat ke Bali. Ada yang sudah sampai ke Sanur. Kemudian hari ini baru kami sampai di Bali,” ungkapnya.
Dikatakan Budi, bersepeda salah satunya adalah untuk mengampanyekan bebas polusi udara. “Jadi, lebih baik bersepeda ketimbang menggunakan sepeda motor,” imbuhnya.
Ini juga sekaligus kampanye berlalulintas untuk menghormati pengguna sepeda ketika berada di jalan raya. “Minimal diberi jalan untuk para pesepeda,” jelasnya.
“Kami sebagai generasi muda dari Komunitas Sepeda Tua Indonesia berpesan jaga NKRI dan persatuan. Seperti komunitas sepeda yang kami sukai saat ini.
Karena berbagai golongan, kelompok dan dari berbagai daerah saling bertemu dan bergandeng tangan. Ini untuk merekat NKRI,” pungkasnya.