29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:39 AM WIB

Berawal dari Budidaya Jamur, Kalau Ada yang Belajar Diajarkan Gratis

Pedagang nasi goreng di kantin di Pemkab Gianyar, Anak Agung Sri Mahyuni, 40, menyabet gelar Doktor Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Udayana.

Perempuan asal Puri Agung Batuan, di Banjar Gede, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, mengaku upayanya menyabet gelar bergengsi itu berkat berjualan jamur tiram sejak 2011.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

IBU empat anak itu mengisahkan, berjualan di Kantin Pemkab Gianyar sejak tahun 2014 lalu. Lantaran sering kali mengikuti pameran olahan jamur tiram di setiap kegiatan pemkab, sehingga ia mulai berjualan di sana.

“Kalau memulai budidaya jamur tiram sejak tahun 2011, di lahan milik orang tua di wilayah Sangeh, Badung dengan enam ribu media tanam,” ujarnya.

Dia mengaku sempat mengikuti di berbagai kegiatan pameran pertanian baik lokal maupun skala nasional. Sejak itu seiring dengan populernya jamur, maka semakin banyak yang berminat bisnis tersebut.

Sehingga waktu itu, Agung Sri Mahyuni yang hanya tamatan Sarjana Ekonomi melanjutkan kuliah di strata II (S2) Magister Agribisnis Unud. 

“Lulus tahun 2016, lanjut langsung ke S3 di Program Doktor Ilmu Pertanian Unud, Teknologi Pertanian,” jelasnya. 

Sejak mengikuti ajang pameran dan bergelut di usaha budidaya jamur tiram, dia sering menjadi narasumber di berbagai kegiatan.

Khususnya diundang oleh dinas-dinas terkait, hingga dicari sebagai narasumber dalam kegiatan kuliah kerja lapangan oleh mahasiswa.

Lantaran kerap dikunjungi para dosen dan mahasiswa dia merasa kurang wawasan terkait pertanian, sehingga memacu keinginannya melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. 

Sembari melanjutkan pendidikan di S3, Agung Mahyuni mengaku juga berjualan di Kantin Pemkab Gianyar bersama suaminya Anak Agung Gede Supuja.

“Tujuan kuliah juga karena merasa ilmu pengetahuan kurang, saking banyak bertemu orang dari para akademisi terutama dosen, mahasiswa maupun masyarakat. Makanya saya lanjut ke S3, dan suami juga mendukung,” imbuhnya. 

Kuliah S3 selama tiga tahun sepuluh bulan itu tidak berjalan mulus. Banyak kendala ditemui. Sebab penelitiannya membahas pengolahan jamur tiram yang siap dipasarkan.

Bahkan untuk biaya, Agung Mahyuni mengaku menghabiskan uang ratusan juta rupiah untuk kuliah hingga penelitiannya sampai meraih gelar doktor tersebut.

“Selain berjualan di Kantin Pemkab Gianyar, kami juga menjual jamur tiram. Biasanya dijual di pasar oleh-oleh khas Bali, restauran vegetarian,

maupun ke hotel-hotel. Namun terkandala Covid 19 saat ini menyebabkan pemasaran berpengaruh,” imbuhnya. 

Agung Mahyuni menambahkan, selama tahun 2011 lalu, dia memiliki 60 petani binaan budidaya jamur. Jika memerlukan jamur yang cukup banyak, ia tinggal menghubungi para petani binaannya tersebut.

“Kalau besok mau pesan 200 kilogram, bisa, karena ada ada 60 petani binaan yang selalu menyediakan,” terangnya.

Lantaran mampu meraih gelar doktor, dia akan menepati kaul atau janji yang sempat disampaikan. “Saya juga akan bayar kaul.

Jika meraih gelar Doktor, siapapun yang ingin belajar budidaya dan olahan jamur secara perorangan kepada saya itu akan cuma-cuma atau gratis,” imbuhnya.

Sementara Agung Mahyuni lulus sebagai doktor ke -85 dengan IPK 3,82 yang merupakan satu-satunya seorang praktisi. Sedangkan, 84 orang Doktor lainnya merupakan kalangan akademisi.

“Saya merupakan mahasiswa S3 di Fakultas Pertanian Program Studi Doktor Ilmu Pertanian Unud, yang kelima ujian secara daring,” pungkasnya. (*)

 

 

 

Pedagang nasi goreng di kantin di Pemkab Gianyar, Anak Agung Sri Mahyuni, 40, menyabet gelar Doktor Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Udayana.

Perempuan asal Puri Agung Batuan, di Banjar Gede, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, mengaku upayanya menyabet gelar bergengsi itu berkat berjualan jamur tiram sejak 2011.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

IBU empat anak itu mengisahkan, berjualan di Kantin Pemkab Gianyar sejak tahun 2014 lalu. Lantaran sering kali mengikuti pameran olahan jamur tiram di setiap kegiatan pemkab, sehingga ia mulai berjualan di sana.

“Kalau memulai budidaya jamur tiram sejak tahun 2011, di lahan milik orang tua di wilayah Sangeh, Badung dengan enam ribu media tanam,” ujarnya.

Dia mengaku sempat mengikuti di berbagai kegiatan pameran pertanian baik lokal maupun skala nasional. Sejak itu seiring dengan populernya jamur, maka semakin banyak yang berminat bisnis tersebut.

Sehingga waktu itu, Agung Sri Mahyuni yang hanya tamatan Sarjana Ekonomi melanjutkan kuliah di strata II (S2) Magister Agribisnis Unud. 

“Lulus tahun 2016, lanjut langsung ke S3 di Program Doktor Ilmu Pertanian Unud, Teknologi Pertanian,” jelasnya. 

Sejak mengikuti ajang pameran dan bergelut di usaha budidaya jamur tiram, dia sering menjadi narasumber di berbagai kegiatan.

Khususnya diundang oleh dinas-dinas terkait, hingga dicari sebagai narasumber dalam kegiatan kuliah kerja lapangan oleh mahasiswa.

Lantaran kerap dikunjungi para dosen dan mahasiswa dia merasa kurang wawasan terkait pertanian, sehingga memacu keinginannya melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. 

Sembari melanjutkan pendidikan di S3, Agung Mahyuni mengaku juga berjualan di Kantin Pemkab Gianyar bersama suaminya Anak Agung Gede Supuja.

“Tujuan kuliah juga karena merasa ilmu pengetahuan kurang, saking banyak bertemu orang dari para akademisi terutama dosen, mahasiswa maupun masyarakat. Makanya saya lanjut ke S3, dan suami juga mendukung,” imbuhnya. 

Kuliah S3 selama tiga tahun sepuluh bulan itu tidak berjalan mulus. Banyak kendala ditemui. Sebab penelitiannya membahas pengolahan jamur tiram yang siap dipasarkan.

Bahkan untuk biaya, Agung Mahyuni mengaku menghabiskan uang ratusan juta rupiah untuk kuliah hingga penelitiannya sampai meraih gelar doktor tersebut.

“Selain berjualan di Kantin Pemkab Gianyar, kami juga menjual jamur tiram. Biasanya dijual di pasar oleh-oleh khas Bali, restauran vegetarian,

maupun ke hotel-hotel. Namun terkandala Covid 19 saat ini menyebabkan pemasaran berpengaruh,” imbuhnya. 

Agung Mahyuni menambahkan, selama tahun 2011 lalu, dia memiliki 60 petani binaan budidaya jamur. Jika memerlukan jamur yang cukup banyak, ia tinggal menghubungi para petani binaannya tersebut.

“Kalau besok mau pesan 200 kilogram, bisa, karena ada ada 60 petani binaan yang selalu menyediakan,” terangnya.

Lantaran mampu meraih gelar doktor, dia akan menepati kaul atau janji yang sempat disampaikan. “Saya juga akan bayar kaul.

Jika meraih gelar Doktor, siapapun yang ingin belajar budidaya dan olahan jamur secara perorangan kepada saya itu akan cuma-cuma atau gratis,” imbuhnya.

Sementara Agung Mahyuni lulus sebagai doktor ke -85 dengan IPK 3,82 yang merupakan satu-satunya seorang praktisi. Sedangkan, 84 orang Doktor lainnya merupakan kalangan akademisi.

“Saya merupakan mahasiswa S3 di Fakultas Pertanian Program Studi Doktor Ilmu Pertanian Unud, yang kelima ujian secara daring,” pungkasnya. (*)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/