27.8 C
Jakarta
13 Desember 2024, 4:33 AM WIB

Nekat Cari Makan di Rumah Warga, Pengelola Berencana Kebiri Si Monyet

Populasi monyet di tempat wisata Alas Kedaton, Tabanan, setiap tahun terus bertambah. Karena populasi meningkat, pasokan makanan terbatas, kawanan monyet akhirnya mencari makanan di kawasan permukiman warga.   

 

 

 

JULIADI, Tabanan

MEREKA tampak nyaman hidup berdampingan di permukiman manusia. Saat Jawa Pos Radar Bali bertandang ke Alas Kedaton, sejumlah kawanan monyet terlihat santai berada di areal jalanan menuju kawasan wisata tersebut.

Monyet-monyet ini memang tidak mengganggu. Mereka hanya mengambil makanan sisa sesari persembahyangan warga yang ditaruh di pinggir jalan.

Meski tak dapat menemui pihak pengelola tempat wisata Alas Kedaton, beruntung Jawa Pos Radar Bali mendapat keterangan dari pihak desa, terkait populasi satwa bernama latin Macaca fascicularis, itu.

Perbekel Desa Kukuh I Made Sugiato mengatakan bahwa peningkatan populasi monyet ini di habitatnya setiap tahun diperkirakan mencapai 100-an ekor.

Dengan total jumlah kera sekitar 1.500-an ekor, saat ini. Belum lagi monyet yang hidup dan mencari makanan di rumah warga sekitar 80-an ekor.

“Mengingat populasinya yang terus mengalami peningkatan hingga ada monyet yang hidup di luar hutan, opsi yang kami tawarkan adalah dengan mengebiri untuk menekan populasi di Alas Kedaton,” ucap Sugianto.

Memang, sejauh ini langkah pengebirian bagi monyet pejantan belum dilakukan. Tapi, pihak desa sudah menjajaki kerjasama dengan yayasan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ada di Tabanan.

Rencananya, monyet-monyet itu akan dikebiri tembak. Salah satu LSM yang digandeng adalah dengan Pusat Penyelamat Satwa (PPS).

“Kami masih menunggu waktu kapan akan dikebiri oleh pihak PPS tersebut. Karena harus berkoordinasi dengan dokter di Jakarta,” kata Sugianto sembari berucap kebiri dengan cara tembak juga dilakukan di objek wisata monyet di Sangeh, Abiansemal, Badung.

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana (Unud).

Koordinasi dilakukan untuk mendapatkan informasi seperti biaya proses pengebirian agar bisa dirancang di APBDes.

Karena dalam APBDes atau dana desa untuk kegiatan nonfisik seperti kebiri kera dapat dianggarkan. Diakui Sugiato beberapa kawanan juga sudah masuk ke permukiman warga.

Namun, beruntung tidak sampai menyerang warga. Monyet yang masuk ke permukiman warga adalah  monyet yang sudah keluar dari gerombolan monyet di hutan. Dan, tidak akan pernah balik ke hutan kembali.

“Ada sudah lima tahun monyet hidup di permukiman warga. Dulu mereka keluar karena mau mencari makan,” ujar Sugianto.

Monyet yang sudah hidup di luar hutan tidak akan berani kembali ke hutan. Mengapa demikian, sebab kehidupan monyet-monyet  tersebut dengan sistem bergerombol atau berkelompok.

Nah, kalau sudah ada monyet yang keluar, maka tidak diperbolehkan kembali masuk dan akan diserang kawanan monyet hutan lain.

Maka banyak monyet yang hidup dan tinggal di lingkungan permukiman warga sekitar hutan. “Syukur, sekarang banyak masyarakat peduli.

Mereka ikut membantu memberikan makanan terhadap monyet di Alas Kedaton. Masyarakat juga tidak merasa terganggu,” jelas Sugianto.

Dalam sehari di tempat wisata Alas Kedaton ini pihak pengelola harus menyediakan makanan untuk monyet sebanyak 200-an kilogram.

Dengan jenis makanan ubi dan jagung. Monyet-monyet itu sehari diberi makan dua kali. “Dengan banyaknya populasi kami berharap pemerintah Provinsi Bali juga ikut membantu atau memberi solusi lain menekan populasi kera ini,” pungkasnya. 

Populasi monyet di tempat wisata Alas Kedaton, Tabanan, setiap tahun terus bertambah. Karena populasi meningkat, pasokan makanan terbatas, kawanan monyet akhirnya mencari makanan di kawasan permukiman warga.   

 

 

 

JULIADI, Tabanan

MEREKA tampak nyaman hidup berdampingan di permukiman manusia. Saat Jawa Pos Radar Bali bertandang ke Alas Kedaton, sejumlah kawanan monyet terlihat santai berada di areal jalanan menuju kawasan wisata tersebut.

Monyet-monyet ini memang tidak mengganggu. Mereka hanya mengambil makanan sisa sesari persembahyangan warga yang ditaruh di pinggir jalan.

Meski tak dapat menemui pihak pengelola tempat wisata Alas Kedaton, beruntung Jawa Pos Radar Bali mendapat keterangan dari pihak desa, terkait populasi satwa bernama latin Macaca fascicularis, itu.

Perbekel Desa Kukuh I Made Sugiato mengatakan bahwa peningkatan populasi monyet ini di habitatnya setiap tahun diperkirakan mencapai 100-an ekor.

Dengan total jumlah kera sekitar 1.500-an ekor, saat ini. Belum lagi monyet yang hidup dan mencari makanan di rumah warga sekitar 80-an ekor.

“Mengingat populasinya yang terus mengalami peningkatan hingga ada monyet yang hidup di luar hutan, opsi yang kami tawarkan adalah dengan mengebiri untuk menekan populasi di Alas Kedaton,” ucap Sugianto.

Memang, sejauh ini langkah pengebirian bagi monyet pejantan belum dilakukan. Tapi, pihak desa sudah menjajaki kerjasama dengan yayasan atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ada di Tabanan.

Rencananya, monyet-monyet itu akan dikebiri tembak. Salah satu LSM yang digandeng adalah dengan Pusat Penyelamat Satwa (PPS).

“Kami masih menunggu waktu kapan akan dikebiri oleh pihak PPS tersebut. Karena harus berkoordinasi dengan dokter di Jakarta,” kata Sugianto sembari berucap kebiri dengan cara tembak juga dilakukan di objek wisata monyet di Sangeh, Abiansemal, Badung.

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana (Unud).

Koordinasi dilakukan untuk mendapatkan informasi seperti biaya proses pengebirian agar bisa dirancang di APBDes.

Karena dalam APBDes atau dana desa untuk kegiatan nonfisik seperti kebiri kera dapat dianggarkan. Diakui Sugiato beberapa kawanan juga sudah masuk ke permukiman warga.

Namun, beruntung tidak sampai menyerang warga. Monyet yang masuk ke permukiman warga adalah  monyet yang sudah keluar dari gerombolan monyet di hutan. Dan, tidak akan pernah balik ke hutan kembali.

“Ada sudah lima tahun monyet hidup di permukiman warga. Dulu mereka keluar karena mau mencari makan,” ujar Sugianto.

Monyet yang sudah hidup di luar hutan tidak akan berani kembali ke hutan. Mengapa demikian, sebab kehidupan monyet-monyet  tersebut dengan sistem bergerombol atau berkelompok.

Nah, kalau sudah ada monyet yang keluar, maka tidak diperbolehkan kembali masuk dan akan diserang kawanan monyet hutan lain.

Maka banyak monyet yang hidup dan tinggal di lingkungan permukiman warga sekitar hutan. “Syukur, sekarang banyak masyarakat peduli.

Mereka ikut membantu memberikan makanan terhadap monyet di Alas Kedaton. Masyarakat juga tidak merasa terganggu,” jelas Sugianto.

Dalam sehari di tempat wisata Alas Kedaton ini pihak pengelola harus menyediakan makanan untuk monyet sebanyak 200-an kilogram.

Dengan jenis makanan ubi dan jagung. Monyet-monyet itu sehari diberi makan dua kali. “Dengan banyaknya populasi kami berharap pemerintah Provinsi Bali juga ikut membantu atau memberi solusi lain menekan populasi kera ini,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/