Jeruk keprok seperti mati suri. Peneliti dari Universitas Udayana (Unud) kini melakukan budidaya komoditas unggulan Tejakula ini dengan inovasi sistem tumpang sari bersama tanaman turi.
NI KADEK NOVI FEBRIANI, Tejakula
DULU Buleleng Timur sempat mengalami kejayaan sebagai penghasil komoditas jeruk keprok Tejakula di tahun 1980-an.
Budidaya buah Citrus reticulata ini pun terus dilakukan. Namun, tidak semudah yang dibayangkan akibat serangan penyakit CVPD (citrus vein phloem degeneration), tumbuh kembang jeruk hampir mengalami kepunahan.
Dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana melalui Laboratorium Biopestisida Fakultas Pertanian
turut berupaya mengembangkan dan melestarikan lagi. Yakni dengan pengembangan budidaya jeruk unggulan Buleleng tersebut.
Tim terdiri dari akademisi pertanian yang berkompeten di bidangnya. Mereka antara lain Prof. Dewa Ngurah Suprapta; Prof. I Gede Rai Maya Temaja, dan Khamdan Khalima.
Empat orang tersebut melakukan penelitian pengembangan agen hayati yang berfungsi sebagai bio stimulan dan bio protektan.
Sementara itu, tanaman yang lain seperti tanaman turi (Sesbania grandiflora) juga merupakan komoditas pertanian Tejakula.
Turi merupakan jenis legum yang berfungsi membantu menyuburkan dan menjaga kelembaban tanah. Sehingga bisa mengurangi tingkat stres pada tanaman jeruk akibat kekeringan.
Tanaman turi pun mampu meningkatkan jumlah serangga untuk membantu menekan penyebaran serangga vektor CVPD, sedangkan bunga, buah muda, dan daunnya dapat dikonsumsi sebagai sayuran.
Uji coba penanaman bibit jeruk keprok Tejakula dengan formula biostimulan dan Sijuri dilaksanakan di Desa Tejakula, Buleleng, Sabtu lalu (11/1) oleh tim peneliti Unud dan sejumlah petani desa.
Pengembangan Sijuri secara berkelanjutan akan dikembangkan ke desa-desa. Yakni, sekitar wilayah Kecamatan Tejakula. Seperti Desa Sembiran, Desa Bon Dalem, dan Desa Les.
“Kegiatan hari ini ditanam 100 pohon jeruk keprok dan 20 pohon tanaman turi,” ucap Prof. Rai Maya Temaja. Pihaknya menargetkan di tahun 2020 ini menanam 1.000 pohon jeruk keprok tejakula dan 200 pohon tanaman turi.
Dilanjutkan Ketua LPPM Unud sekaligus tim peneliti Prof. I Gede Rai Maya Temaja, mereka ingin mengembalikan kejayaan jeruk keprok tejakula dengan teknologi bibit sebagai biostumulan.
“Kami ingin mengembalikan kejayaan jeruk keprok Tejakula dengan menawarkan teknologi bibit sebagai biostumulan
dan bioprotektan untuk meningkatkan ketahanan tanaman jeruk dan meningkatkan pertumbuhannya,” tuturnya.
Lesunya perkembangan budidaya jeruk keprok tejakula ini akibat penyakit CVPD sempat menurunkan semangat bertani para petani desa.
Gede Diarsa Kepala Desa Tejakula berharap, uji coba ini mampu meningkatkan gairah petani dan mengembalikan kejayaan jeruk keprok.
“Terima kasih kepada LPPM Unud yang telah memberi peluang uji coba ini, kami harap jeruk keprok kembali berjaya, sehingga kesejahteraan masyarakat pun ikut meningkat,” harapnya.
Penelitian yang dilakukan melalui Hibah Penelitian Inovasi Udayana Tahun 2019 ini menemukan formula biostimulan yang mengandung
bakteri Stenotrophomonas maltophilia yang mampu membantu keseimbangan dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen.
Bibit jeruk keprok tejakula yang diberi formula tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang tidak diberi formula.
Prof. Rai Maya Temaja menambahkan bahwa melalui penelitian ini pertama kali diperkenalkan sistem tanam tumpang sari antara tanaman jeruk keprok tejakula dengan tanaman turi yang diberi nama Sijuri (Sistem Integrasi Jeruk dan Turi).
“Di antara jeruk itu ditanami turi untuk memberikan kesuburan dan meningkatkan jumlah serangga,” tambah Prof. Rai Maya Temaja. Sebelumnya sistem tumpang sari ini belum pernah dikaji dan dikembangkan. (*)