28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 18:01 PM WIB

Astawa Putra: Bhutakala Hibah Pura Harus Dibui!

SEMARAPURA – Pengembalian dana hibah Pura Paibon Arya Kenceng, Banjar Cubang, Dusun Cemulik, Desa Sakti,

Kecamatan Nusa Penida, Klungkung tahun anggaran 2018 sebesar Rp 420 juta oleh I Wayan Paing mengundang tanda tanya besar.

Lebih-lebih hibah dengan peruntukkan pemugaran total senilai Rp 700 juta yang diketahui bermasalah lantaran dalam monitoring 13 Februari 2019

lalu masih berupa pondasi itu difasilitasi Ketua DPRD Klungkung sekaligus Ketua DPC Gerindra Klungkung, I Wayan Baru.

Menariknya, meski didapati tak rampung, dalam monitoring bantuan hibah perubahan 2018 itu tertulis bahwa laporan pertanggungjawaban (LPJ) telah disetor.

Fakta inilah yang membuat AA Gde Ngurah Astawa Putra geleng-geleng kepala. Kepada Jawa Pos Radar Bali, Rabu (13/3), alumnus SMA Negeri 1 Klungkung itu mempertanyakan LPJ yang disetor meski bangunan belum rampung.

Dia juga menyebut sangat janggal uang senilai Rp 420 juta dikembalikan dalam kondisi LPJ sudah disetor.

“LPJ tentu salah satu isinya menyangkut pertanggungjawaban bantuan hibah senilai Rp 700 juta. Habis untuk kebutuhan apa saja bantuan itu.

Rp 700 juta – Rp 420 juta= Rp 280 juta. Berarti Rp 280 juta sudah dipakai. Sangat janggal bila uang sebanyak ini habis untuk pondasi saja,” ucapnya.

Meski demikian, AA Gde Ngurah Astawa Putra, caleg DPRD Bali nomor urut 1 Dapil Klungkung dari Partai NasDem itu sangat mengapresiasi tindakan pengembalian uang oleh I Wayan Paing pada Senin (11/3) lalu.

“Patut diduga ada yang tidak beres. Tindakan I Wayan Paing ini sangat berani. Namun, saya sendiri belum paham kenapa bantuan hibah yang dikembalikan hanya Rp 420 juta.

Apakah bikin pondasi pura menelan biaya hingga Rp 280 juta? Semoga pihak berwajib bekerja dengan baik dan mengungkap sejumlah

kejanggalan pada penggunaan uang rakyat ini,” tandasnya sembari mengajak masyarakat untuk berani berpendapat.

AA Gde Ngurah Astawa Putra juga memuji langkah berani I Wayan Muka Udiana, pelapor Ketua DPRD Klungkung Wayan Baru ke Ditreskrimsus Polda Bali.

Dia menilai Udiana tak main-main mengungkap malpraktik bansos di Klungkung. Sebab laporan ke Ditreskrimsus Polda Bali juga dikirim ke Kejati Bali, Bareskrim Mabes Polri, KPK RI, dengan tembusan ke BPK, BPKP, dan BPKAD.

“Bila dicermati tentu masyarakat Klungkung sepakat dengan saya. Ada yang tidak beres dalam kasus ini. Ada bhutakala bansos di Klungkung.

Semoga polisi segera menelusuri dan mengungkap kebenaran sejati. Uang rakyat jangan sampai diselewengkan.

Kasus ini harus terang-benderang. Bhutakala bansos harus mendapat hukuman setimpal. Bhutakala bansos pura harus dibui!” ringkasnya.

Disinggung soal pengembalian dana hibah setelah dilakukan pelaporan ke Polda Bali, AA Gde Ngurah Astawa Putra menjawab ketakutan adalah sifat lumrah seorang manusia.

Namun, akan lebih elok bila pengembalian dana Rp 420 juta ke BPKP Daerah Klungkung dilakukan sebelum ada temuan.

“Hati saya berkata pembangunan dengan dana hibah ini jelas fiktif sebab LPJ-nya sudah disetor meski bangunan belum berdiri. Ini jelas perbuatan pidana,” paparnya.

Agar hal serupa tidak terjadi dan duit rakyat aman alias digunakan dengan bertanggung jawab, AA Gde Ngurah Astawa Putra menyarankan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta merancang dan mengoptimalkan aplikasi e-hibah alias elektronik hibah.

Dengan aplikasi ini segala bentuk kecurangan bisa ditekan bahkan dihapus sekaligus memudahkan pihak terkait melakukan pengawasan.

“Jangan pernah takut memerangi korupsi, khususnya korupsi bansos pura demi Klungkung tercinta,” tandasnya.

Apa sanksi ideal bagi koruptor bansos pura? AA Gde Ngurah Astawa Putra menekankan pentingnya sanksi adat untuk menciptakan efek jera bagi para oknum nakal tersebut.

Sanksi adat ini bisa berupa denda adat atau kasepekang (pengucilan, red). “Tugas berat generasi muda Bali saat ini adalah menjaga taksu; jiwa Pulau Dewata. Oleh sebab itu,

penerapan sanksi adat ini penting agar sumber daya manusia (SDM) Bali lebih mawas dan sadar diri. Intinya, mereka yang berani mengorupsi

dana pembangunan pura ini bukan orang Bali sejati. Dana untuk rumah para leluhur dan dewa kok dikorupsi?” tegasnya.

Lebih lanjut, Astawa menyebut selain hibah Pura Paibon Arya Kenceng, Banjar Cubang, Dusun Cemulik, Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida (Rp 700 juta) ada 4 objek hibah lain yang dilaporkan ke Polda Bali.

Yakni hibah Pura Dalem Telaga Sakti, Banjar Batuguling, Desa Batukandik, Desa Adat Tri Wahana Dharma, Nusa Penida (Rp 36 juta), hibah Desa Pakraman Gepuh,

Nusa Penida (Rp 100 juta), hibah Paibon Pasek Gelgel, Banjar Pulagan, Desa Adat Tri Wahana Giri, Desa Kutampi (Rp 27 juta),

dan hibah Pura Paibon Pasek Gelgel Pegatepan Wani, Banjar Adat Tulad, Desa Adat Tri Wahana Dharma, Desa Batukandik (Rp 36 juta). (rba)

SEMARAPURA – Pengembalian dana hibah Pura Paibon Arya Kenceng, Banjar Cubang, Dusun Cemulik, Desa Sakti,

Kecamatan Nusa Penida, Klungkung tahun anggaran 2018 sebesar Rp 420 juta oleh I Wayan Paing mengundang tanda tanya besar.

Lebih-lebih hibah dengan peruntukkan pemugaran total senilai Rp 700 juta yang diketahui bermasalah lantaran dalam monitoring 13 Februari 2019

lalu masih berupa pondasi itu difasilitasi Ketua DPRD Klungkung sekaligus Ketua DPC Gerindra Klungkung, I Wayan Baru.

Menariknya, meski didapati tak rampung, dalam monitoring bantuan hibah perubahan 2018 itu tertulis bahwa laporan pertanggungjawaban (LPJ) telah disetor.

Fakta inilah yang membuat AA Gde Ngurah Astawa Putra geleng-geleng kepala. Kepada Jawa Pos Radar Bali, Rabu (13/3), alumnus SMA Negeri 1 Klungkung itu mempertanyakan LPJ yang disetor meski bangunan belum rampung.

Dia juga menyebut sangat janggal uang senilai Rp 420 juta dikembalikan dalam kondisi LPJ sudah disetor.

“LPJ tentu salah satu isinya menyangkut pertanggungjawaban bantuan hibah senilai Rp 700 juta. Habis untuk kebutuhan apa saja bantuan itu.

Rp 700 juta – Rp 420 juta= Rp 280 juta. Berarti Rp 280 juta sudah dipakai. Sangat janggal bila uang sebanyak ini habis untuk pondasi saja,” ucapnya.

Meski demikian, AA Gde Ngurah Astawa Putra, caleg DPRD Bali nomor urut 1 Dapil Klungkung dari Partai NasDem itu sangat mengapresiasi tindakan pengembalian uang oleh I Wayan Paing pada Senin (11/3) lalu.

“Patut diduga ada yang tidak beres. Tindakan I Wayan Paing ini sangat berani. Namun, saya sendiri belum paham kenapa bantuan hibah yang dikembalikan hanya Rp 420 juta.

Apakah bikin pondasi pura menelan biaya hingga Rp 280 juta? Semoga pihak berwajib bekerja dengan baik dan mengungkap sejumlah

kejanggalan pada penggunaan uang rakyat ini,” tandasnya sembari mengajak masyarakat untuk berani berpendapat.

AA Gde Ngurah Astawa Putra juga memuji langkah berani I Wayan Muka Udiana, pelapor Ketua DPRD Klungkung Wayan Baru ke Ditreskrimsus Polda Bali.

Dia menilai Udiana tak main-main mengungkap malpraktik bansos di Klungkung. Sebab laporan ke Ditreskrimsus Polda Bali juga dikirim ke Kejati Bali, Bareskrim Mabes Polri, KPK RI, dengan tembusan ke BPK, BPKP, dan BPKAD.

“Bila dicermati tentu masyarakat Klungkung sepakat dengan saya. Ada yang tidak beres dalam kasus ini. Ada bhutakala bansos di Klungkung.

Semoga polisi segera menelusuri dan mengungkap kebenaran sejati. Uang rakyat jangan sampai diselewengkan.

Kasus ini harus terang-benderang. Bhutakala bansos harus mendapat hukuman setimpal. Bhutakala bansos pura harus dibui!” ringkasnya.

Disinggung soal pengembalian dana hibah setelah dilakukan pelaporan ke Polda Bali, AA Gde Ngurah Astawa Putra menjawab ketakutan adalah sifat lumrah seorang manusia.

Namun, akan lebih elok bila pengembalian dana Rp 420 juta ke BPKP Daerah Klungkung dilakukan sebelum ada temuan.

“Hati saya berkata pembangunan dengan dana hibah ini jelas fiktif sebab LPJ-nya sudah disetor meski bangunan belum berdiri. Ini jelas perbuatan pidana,” paparnya.

Agar hal serupa tidak terjadi dan duit rakyat aman alias digunakan dengan bertanggung jawab, AA Gde Ngurah Astawa Putra menyarankan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta merancang dan mengoptimalkan aplikasi e-hibah alias elektronik hibah.

Dengan aplikasi ini segala bentuk kecurangan bisa ditekan bahkan dihapus sekaligus memudahkan pihak terkait melakukan pengawasan.

“Jangan pernah takut memerangi korupsi, khususnya korupsi bansos pura demi Klungkung tercinta,” tandasnya.

Apa sanksi ideal bagi koruptor bansos pura? AA Gde Ngurah Astawa Putra menekankan pentingnya sanksi adat untuk menciptakan efek jera bagi para oknum nakal tersebut.

Sanksi adat ini bisa berupa denda adat atau kasepekang (pengucilan, red). “Tugas berat generasi muda Bali saat ini adalah menjaga taksu; jiwa Pulau Dewata. Oleh sebab itu,

penerapan sanksi adat ini penting agar sumber daya manusia (SDM) Bali lebih mawas dan sadar diri. Intinya, mereka yang berani mengorupsi

dana pembangunan pura ini bukan orang Bali sejati. Dana untuk rumah para leluhur dan dewa kok dikorupsi?” tegasnya.

Lebih lanjut, Astawa menyebut selain hibah Pura Paibon Arya Kenceng, Banjar Cubang, Dusun Cemulik, Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida (Rp 700 juta) ada 4 objek hibah lain yang dilaporkan ke Polda Bali.

Yakni hibah Pura Dalem Telaga Sakti, Banjar Batuguling, Desa Batukandik, Desa Adat Tri Wahana Dharma, Nusa Penida (Rp 36 juta), hibah Desa Pakraman Gepuh,

Nusa Penida (Rp 100 juta), hibah Paibon Pasek Gelgel, Banjar Pulagan, Desa Adat Tri Wahana Giri, Desa Kutampi (Rp 27 juta),

dan hibah Pura Paibon Pasek Gelgel Pegatepan Wani, Banjar Adat Tulad, Desa Adat Tri Wahana Dharma, Desa Batukandik (Rp 36 juta). (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/