34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 13:32 PM WIB

Siapkan Bubur Arab Untuk Berbuka, Dibagikan ke Jemaah & Warga Sekitar

Ada tradisi baru yang dilakukan para pemuda di Masjid Agung Jami’ Singaraja pada bulan Ramadan 1442 hijriah. Selama bulan Ramadan mereka memasak bubur arab.

Bubur ini dibagikan pada Jemaah masjid maupun warga yang ada di sekitar masjid. Hidangan ini hanya akan dibagikan selama bulan Ramadan saja.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

PROSES memasak bubur itu dilakukan di halaman masjid. Tiap pukul 15.00 sore, para pemuda memasak bubur tersebut.

Untuk tahap awal ada 10 kilogram beras yang diolah menjadi bubur. Saking banyaknya porsi yang harus dibuat, mereka menggunakan penggorengan berukuran besar.

Koki masakan ini dipercayakan pada Ahmad Fauzi. Pria yang kesehariannya berjualan soto ayam itu sudah memiliki pengalaman memasak bubur arab saat masih merantau di Kabupaten Pasuruan.

Untuk memasak bubur itu disebut membutuhkan waktu antara 4-5 jam. Para pemuda terus mengaduk beras di atas penggorengan hingga benar-benar menjadi bubur.

Menurut Fauzi, resepnya terbilang sederhana. Beras dicampur dengan santan, bumbu gulai, daging kambing, serta beberapa rempah-rempah.

Kemudian diaduk hingga menjadi bubur. Aroma bubur akan terasa lebih gurih apabila dimasak menggunakan kayu bakar.

“Proses masaknya memang lama. Karena yang dicari itu kan kaldu dari kambing itu biar terasa. Kekhasan bubur arab itu kan di sana.” Kata Fauzi.

Ide memasak bubur arab itu sebenarnya sederhana saja. Warga yang bermukim di wilayah Kampung Kajanan dan sekitarnya, memiliki histori terkait bubur ini.

Saban Ramadan, warga yang kebetulan keturunan arab, akan memasak menu ini. Biasanya bubur arab hanya dimasak di rumah dan dihidangkan untuk keluarga. Sudah puluhan tahun tradisi ini hilang.

“Beberapa warga yang kami tanya, memang budaya ini ada. Terakhir mereka itu makan waktu umur belasan. Sekarang umur mereka sudah 40-an.

Jadi kan sudah 20-30 tahun bubur arab ini tidak pernah dimasak lagi,” ungkap Riono Junianto, penanggungjawab kegiatan buka puasa Ramadan di Masjid Agung Jami Singaraja.

Para pemuda pun mendatangi sejumlah sesepuh kampung yang diduga sempat memasak bubur arab. Akhirnya menu itu berhasil didapatkan dari Anisah Bobsaid, 64, yang tinggal tak jauh dari Masjid.

Anisah merupakan keturunan arab yang lahir dan besar di Buleleng. Rio menyebut Anisah terakhir memasak bubur arab pada akhir tahun 1980-an silam.

“Kami sudah coba memasak minggu lalu dengan porsi besar. Waktu itu kami coba 25 kilogram dan berhasil. Hanya memang butuh tenaga yang besar.

Akhirnya kami putuskan tahap awal masak 10 kilogram dulu. Itu bisa dapat 200 porsi. Kalau nanti masih kurang, kami akan tambah lagi,” jelas Rio.

Warga meyakini bubur ini akan memulihkan stamina setelah seharian berpuasa. Mengingat bahan yang digunakan memasak kaya akan rempah.

Seperti kapulaga dan jintan. Tubuh pun kembali hangat dan berenergi. Selera makan juga diyakini akan bangkit setelah mengonsumsi bubur ini. (*)

Ada tradisi baru yang dilakukan para pemuda di Masjid Agung Jami’ Singaraja pada bulan Ramadan 1442 hijriah. Selama bulan Ramadan mereka memasak bubur arab.

Bubur ini dibagikan pada Jemaah masjid maupun warga yang ada di sekitar masjid. Hidangan ini hanya akan dibagikan selama bulan Ramadan saja.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

PROSES memasak bubur itu dilakukan di halaman masjid. Tiap pukul 15.00 sore, para pemuda memasak bubur tersebut.

Untuk tahap awal ada 10 kilogram beras yang diolah menjadi bubur. Saking banyaknya porsi yang harus dibuat, mereka menggunakan penggorengan berukuran besar.

Koki masakan ini dipercayakan pada Ahmad Fauzi. Pria yang kesehariannya berjualan soto ayam itu sudah memiliki pengalaman memasak bubur arab saat masih merantau di Kabupaten Pasuruan.

Untuk memasak bubur itu disebut membutuhkan waktu antara 4-5 jam. Para pemuda terus mengaduk beras di atas penggorengan hingga benar-benar menjadi bubur.

Menurut Fauzi, resepnya terbilang sederhana. Beras dicampur dengan santan, bumbu gulai, daging kambing, serta beberapa rempah-rempah.

Kemudian diaduk hingga menjadi bubur. Aroma bubur akan terasa lebih gurih apabila dimasak menggunakan kayu bakar.

“Proses masaknya memang lama. Karena yang dicari itu kan kaldu dari kambing itu biar terasa. Kekhasan bubur arab itu kan di sana.” Kata Fauzi.

Ide memasak bubur arab itu sebenarnya sederhana saja. Warga yang bermukim di wilayah Kampung Kajanan dan sekitarnya, memiliki histori terkait bubur ini.

Saban Ramadan, warga yang kebetulan keturunan arab, akan memasak menu ini. Biasanya bubur arab hanya dimasak di rumah dan dihidangkan untuk keluarga. Sudah puluhan tahun tradisi ini hilang.

“Beberapa warga yang kami tanya, memang budaya ini ada. Terakhir mereka itu makan waktu umur belasan. Sekarang umur mereka sudah 40-an.

Jadi kan sudah 20-30 tahun bubur arab ini tidak pernah dimasak lagi,” ungkap Riono Junianto, penanggungjawab kegiatan buka puasa Ramadan di Masjid Agung Jami Singaraja.

Para pemuda pun mendatangi sejumlah sesepuh kampung yang diduga sempat memasak bubur arab. Akhirnya menu itu berhasil didapatkan dari Anisah Bobsaid, 64, yang tinggal tak jauh dari Masjid.

Anisah merupakan keturunan arab yang lahir dan besar di Buleleng. Rio menyebut Anisah terakhir memasak bubur arab pada akhir tahun 1980-an silam.

“Kami sudah coba memasak minggu lalu dengan porsi besar. Waktu itu kami coba 25 kilogram dan berhasil. Hanya memang butuh tenaga yang besar.

Akhirnya kami putuskan tahap awal masak 10 kilogram dulu. Itu bisa dapat 200 porsi. Kalau nanti masih kurang, kami akan tambah lagi,” jelas Rio.

Warga meyakini bubur ini akan memulihkan stamina setelah seharian berpuasa. Mengingat bahan yang digunakan memasak kaya akan rempah.

Seperti kapulaga dan jintan. Tubuh pun kembali hangat dan berenergi. Selera makan juga diyakini akan bangkit setelah mengonsumsi bubur ini. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/