25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:38 AM WIB

Garuda Rasa Menteri

Akan berulang –salut untuk Eric Thohir. Kalau info ini benar. Lagi, salah satu mantan menteri akan jadi Dirut BUMN.

Ignasius Jonan atau Susi Pujiastuti. Untuk Garuda Ari Askhara Indonesia.

Kok bisa ya, Menteri BUMN itu meyakinkan salah satu dari mereka. Untuk turun jabatan.

Mantan Menteri Kominfo Rudiantara-lah yang jadi pemula. Ia menteri pertama yang bersedia untuk menjabat Dirut PLN –sebentar lagi.

Tentu ia akan lebih senang kalau misalnya jadi Dirut Telkom. Tapi menjadi Dirut Telkom bukanlah tantangan sekelas mantan menteri.

Dan kalau Jonan jadi ke Garuda ia juga akan jadi orang pertama: mantan atasan menjadi bawahan langsung.

Jonan adalah mantan Menteri Perhubungan –yang membawahi Garuda. Ke depan ia yang akan jadi bawahan itu.

Kata kuncinya: seorang atasan yang baik pasti bisa jadi bawahan yang baik. Dan sebaliknya: atasan yang baik pasti dulunya pernah jadi bawahan yang baik.

Berbahagialah jadi bawahan yang baik –kelak Anda akan jadi atasan yang baik.

Jonan pernah jadi bawahan yang baik –sekaligus atasan yang baik. Misalnya saat ia menjabat Dirut ‘Kereta Api Jonan Indonesia’.

Saat itu Jonan berani berdebat dengan atasannya. Ia berani bicara apa adanya. Ia berani mengatakan: saya yang tanggung risikonya nanti.

Tapi ia juga mau menerima. Ketika atasannya menyarankan agar ia lebih bijaksana –dan lebih sering mengembangkan senyumnya.

Tentu Jonan pasti mampu membenahi Garuda untuk menjadi benar-benar Indonesia.

Apakah ia mau?

Ia tipe orang yang siap ditugaskan ke mana saja. Termasuk ke yang sulit-sulit. Semangat anti korupsinya juga tinggi –meski agak aneh: kok tidak pernah bertengkar dengan DPR.

Kalau ia sukses membenahi Garuda itu akan menjadi sejarah lagi baginya —hattrick: KAI – Freeport – Garuda. Membuat hattrick rasanya cukup menantang baginya.

Sekalian memperbaiki sisi kegagalannya menaikkan lifting minyak –selama tiga tahun menjabat Menteri ESDM.

Rasanya bawahan Jonan kurang berani terus terang soal sulitnya menerapkan gross split di bidang perminyakan. Memang niatnya mulia: menerobos birokrasi dan menghapus permainan cost recovery. Tapi hasilnya mengecewakannya –dan juga kita.

Mampu mengatasi soal Freeport akan mudah bagi Jonan untuk membuang permainan di Garuda.

Misalnya soal patgulipat dalam pembelian pesawat. Yang melibatkan institusi keuangan internasional. Yang sulit dideteksi dari dalam negeri.

Sebagai orang yang aslinya ‘orang keuangan’ Jonan tahu semua permainan seperti itu. Dan tahu bagaimana menyingkirkannya –kadang dengan agak kasar.

Bagaimana dengan Bu Susi?

Saya kurang yakin beliau mau. Beliau –rasanya– agak sewot dua tahun terakhir. Dan tambah sewot lagi setelah tidak jadi menteri –soal benih lobster yang dulu dia larang keras untuk diekspor itu.

Belum lagi dia harus memajukan kembali Susi Air –miliknya sendiri. Yang selama lima tahun terakhir tidak dia urusi.

Maka mungkin bukan Bu Susi yang jadi Dirut Garuda –meski mungkin juga bukan Jonan.

Dua-duanya orang hebat. Dua-duanya juga jago dalam mengelola perusahaan.

Jonan terbukti di kereta api. Susi di penerbangan.

Dua-duanya juga hebat dalam menghemat biaya.

Sama-sama keras dalam bersikap.

Siapa pun yang dipilih nanti Garuda akan selamat.

Saya sering naik Susi Air milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu.

Saya tahu bagaimana dia sendiri merangkap menjadi pramugari.

Dulu.

Bagaimana pula pilotnya ikut membersihkan pesawat.

Sampai sekarang.

Saya juga tahu sendiri bagaimana Jonan tidur di kereta api ekonomi. Agar pengawasan programnya terkontrol tuntas sampai ke bawah.

Eric Thohir tidak hanya jeli dalam mencari calon. Tapi juga punya jiwa ‘sampai hati’.

Di situlah kelebihan Eric –dan di situ itu kelemahan saya. Saya sering punya sikap tidak sampai hati.

Misalnya: saya tidak akan sampai hati menawarkan jabatan Dirut BUMN kepada bekas menteri.

Saya tidak akan sampai hati ‘menurunkan’ pangkat seperti itu.

Kalau pun sampai hati paling terbatas hanya untuk empat BUMN: Pertamina, PLN, Bank BRI, dan Bank Mandiri.

Tidak akan sampai ke tingkat Garuda Indonesia. Bukan saja skala usahanya jauh di bawah yang empat itu. Juga persoalannya sangat berat.

Kok sudah jadi menteri masih disuruh menanggung beban begitu berat.

Kata kuncinya: pengusaha itu kian besar kian sampai hati.

Kian besar kian confidence.

Kian besar kian menganggap yang lain itu kecil.

Jabatan menteri, di mata seorang pengusaha besar, tidak hebat-hebat amat –setidaknya pasti kalah kaya.

Maka pengusaha besar nan kaya seperti Eric Thohir akan sampai hati saja –menawarkan jabatan Dirut BUMN kepada mantan menteri.

Orientasinya hanya satu: cari jalan sukses. Gengsi, harga diri, malu, dan baper tidak menjadi pertimbangan utama.

Sukses yang nomor satu.

Saya ikut berharap salah satu dari dua tokoh itu bersedia jadi Dirut Garuda Indonesia.

Pasti, keduanya tidak membutuhkan jabatan itu. Jabatan itulah yang membutuhkan mereka.

Kalau baper dibawa-bawa memang tidak ketemu. Bagaimana bisa mantan menteri perhubungan menjadi dirut perusahaan penerbangan.

Dari atasan langsung menjadi bawahan langsung.

Itu hanya terjadi di universitas –mantan rektor menjadi dosen biasa. Atau mantan dekan menjadi dosen di fakultas yang sama.

Siapa pun di antara keduanya harus diberi acungan jempol. Kok bersedia ‘turun gunung’. Saya pun akan rela membuatkan tulisan khusus.

Sebagai terima kasih saya pada pengorbanan mereka –terutama pengorbanan harga diri dan perasaan.(Dahlan Iskan)

 

Akan berulang –salut untuk Eric Thohir. Kalau info ini benar. Lagi, salah satu mantan menteri akan jadi Dirut BUMN.

Ignasius Jonan atau Susi Pujiastuti. Untuk Garuda Ari Askhara Indonesia.

Kok bisa ya, Menteri BUMN itu meyakinkan salah satu dari mereka. Untuk turun jabatan.

Mantan Menteri Kominfo Rudiantara-lah yang jadi pemula. Ia menteri pertama yang bersedia untuk menjabat Dirut PLN –sebentar lagi.

Tentu ia akan lebih senang kalau misalnya jadi Dirut Telkom. Tapi menjadi Dirut Telkom bukanlah tantangan sekelas mantan menteri.

Dan kalau Jonan jadi ke Garuda ia juga akan jadi orang pertama: mantan atasan menjadi bawahan langsung.

Jonan adalah mantan Menteri Perhubungan –yang membawahi Garuda. Ke depan ia yang akan jadi bawahan itu.

Kata kuncinya: seorang atasan yang baik pasti bisa jadi bawahan yang baik. Dan sebaliknya: atasan yang baik pasti dulunya pernah jadi bawahan yang baik.

Berbahagialah jadi bawahan yang baik –kelak Anda akan jadi atasan yang baik.

Jonan pernah jadi bawahan yang baik –sekaligus atasan yang baik. Misalnya saat ia menjabat Dirut ‘Kereta Api Jonan Indonesia’.

Saat itu Jonan berani berdebat dengan atasannya. Ia berani bicara apa adanya. Ia berani mengatakan: saya yang tanggung risikonya nanti.

Tapi ia juga mau menerima. Ketika atasannya menyarankan agar ia lebih bijaksana –dan lebih sering mengembangkan senyumnya.

Tentu Jonan pasti mampu membenahi Garuda untuk menjadi benar-benar Indonesia.

Apakah ia mau?

Ia tipe orang yang siap ditugaskan ke mana saja. Termasuk ke yang sulit-sulit. Semangat anti korupsinya juga tinggi –meski agak aneh: kok tidak pernah bertengkar dengan DPR.

Kalau ia sukses membenahi Garuda itu akan menjadi sejarah lagi baginya —hattrick: KAI – Freeport – Garuda. Membuat hattrick rasanya cukup menantang baginya.

Sekalian memperbaiki sisi kegagalannya menaikkan lifting minyak –selama tiga tahun menjabat Menteri ESDM.

Rasanya bawahan Jonan kurang berani terus terang soal sulitnya menerapkan gross split di bidang perminyakan. Memang niatnya mulia: menerobos birokrasi dan menghapus permainan cost recovery. Tapi hasilnya mengecewakannya –dan juga kita.

Mampu mengatasi soal Freeport akan mudah bagi Jonan untuk membuang permainan di Garuda.

Misalnya soal patgulipat dalam pembelian pesawat. Yang melibatkan institusi keuangan internasional. Yang sulit dideteksi dari dalam negeri.

Sebagai orang yang aslinya ‘orang keuangan’ Jonan tahu semua permainan seperti itu. Dan tahu bagaimana menyingkirkannya –kadang dengan agak kasar.

Bagaimana dengan Bu Susi?

Saya kurang yakin beliau mau. Beliau –rasanya– agak sewot dua tahun terakhir. Dan tambah sewot lagi setelah tidak jadi menteri –soal benih lobster yang dulu dia larang keras untuk diekspor itu.

Belum lagi dia harus memajukan kembali Susi Air –miliknya sendiri. Yang selama lima tahun terakhir tidak dia urusi.

Maka mungkin bukan Bu Susi yang jadi Dirut Garuda –meski mungkin juga bukan Jonan.

Dua-duanya orang hebat. Dua-duanya juga jago dalam mengelola perusahaan.

Jonan terbukti di kereta api. Susi di penerbangan.

Dua-duanya juga hebat dalam menghemat biaya.

Sama-sama keras dalam bersikap.

Siapa pun yang dipilih nanti Garuda akan selamat.

Saya sering naik Susi Air milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu.

Saya tahu bagaimana dia sendiri merangkap menjadi pramugari.

Dulu.

Bagaimana pula pilotnya ikut membersihkan pesawat.

Sampai sekarang.

Saya juga tahu sendiri bagaimana Jonan tidur di kereta api ekonomi. Agar pengawasan programnya terkontrol tuntas sampai ke bawah.

Eric Thohir tidak hanya jeli dalam mencari calon. Tapi juga punya jiwa ‘sampai hati’.

Di situlah kelebihan Eric –dan di situ itu kelemahan saya. Saya sering punya sikap tidak sampai hati.

Misalnya: saya tidak akan sampai hati menawarkan jabatan Dirut BUMN kepada bekas menteri.

Saya tidak akan sampai hati ‘menurunkan’ pangkat seperti itu.

Kalau pun sampai hati paling terbatas hanya untuk empat BUMN: Pertamina, PLN, Bank BRI, dan Bank Mandiri.

Tidak akan sampai ke tingkat Garuda Indonesia. Bukan saja skala usahanya jauh di bawah yang empat itu. Juga persoalannya sangat berat.

Kok sudah jadi menteri masih disuruh menanggung beban begitu berat.

Kata kuncinya: pengusaha itu kian besar kian sampai hati.

Kian besar kian confidence.

Kian besar kian menganggap yang lain itu kecil.

Jabatan menteri, di mata seorang pengusaha besar, tidak hebat-hebat amat –setidaknya pasti kalah kaya.

Maka pengusaha besar nan kaya seperti Eric Thohir akan sampai hati saja –menawarkan jabatan Dirut BUMN kepada mantan menteri.

Orientasinya hanya satu: cari jalan sukses. Gengsi, harga diri, malu, dan baper tidak menjadi pertimbangan utama.

Sukses yang nomor satu.

Saya ikut berharap salah satu dari dua tokoh itu bersedia jadi Dirut Garuda Indonesia.

Pasti, keduanya tidak membutuhkan jabatan itu. Jabatan itulah yang membutuhkan mereka.

Kalau baper dibawa-bawa memang tidak ketemu. Bagaimana bisa mantan menteri perhubungan menjadi dirut perusahaan penerbangan.

Dari atasan langsung menjadi bawahan langsung.

Itu hanya terjadi di universitas –mantan rektor menjadi dosen biasa. Atau mantan dekan menjadi dosen di fakultas yang sama.

Siapa pun di antara keduanya harus diberi acungan jempol. Kok bersedia ‘turun gunung’. Saya pun akan rela membuatkan tulisan khusus.

Sebagai terima kasih saya pada pengorbanan mereka –terutama pengorbanan harga diri dan perasaan.(Dahlan Iskan)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/