Jawa Pos Radar Bali (JPRB) Minggu lalu (15/10) mengajak adik-adik pengungsi bahaya erupsi Gunung Agung di Posko Jepun, Klungkung, dan Pos 3 Puri Boga, Karangasem, membuat cerpen dan melukis. Hasilnya?
DJOKO HERU SETIYAWAN, Semarapura
SEBAGIAN Punia Gunung Agung sumbangan pembaca JPRB, sengaja diarahkan untuk adik-adik pelajar maupun yang belum sekolah di kedua posko tersebut.
Pertimbangannya, ingin tahu sejauh mana kondisi psikis bocah-bocah itu selama di pengungsian. Sebab, kawan-kawan mereka di lokasi pengungsian lain, mulai ada suka melamun.
Semula Jawa Pos Radar Bali berniat membagi ilmu jurnalistik, tapi takutnya terlalu serius. Akhirnya memutuskan membuat cerita pendek (cerpen) juga melukis.
’Silakan membuat gambar atau lukisan apa saja. Juga membuat cerpen atau mengarang, tema bebas!,’’ pinta Jawa Pos Radar Bali di Posko Jepun.
Posko ini didirikan Jawa Pos Radar Bali/JPRB, Bali Caring Community/ BCC, Dewata Global Charities/ DGC, dan CV Malika.
Dua wakil anak-anak ambil bagian. Ni Komang Sulatri, kelas 8 SMPN 1 Selat, Karangsem, dan I Komang Dio Wisnu Saputra, kelas 10 SMAN I Rendang, Karangsem.
Sulatri pilih membuat cerpen. ’’Keluh Kesah di Pengungsian,’’ demikian judulnya.Diuraikan, kedatangannya di Posko Jepun di Jalan Jepun, Semarapura, Klungkung, pada malam hari.
Sebelumnya, selama 4 hari tinggal di rumah bibi dan paman di Badung. Kemudian dijemput kakak, dan yang punya rumah untuk Posko Jepun (Nyoman Astika).
’’Ada sekolah di pengungsian,’’ katanya menirukan ajakan sang kakak dan Astika, saat membujuknya untuk mau pindah ke pengungsian.
Walau demikian, di hari awal tinggal di pengungsian, dia tak langsung sekolah. ’’Dua hari saya tak sekolah. Terus didaftarin,’’ kisahnya.
Di sekolah barunya di pengungsian, SMPN 3 Semarapura, Klungkung, awalnya takut. Karena tak punya teman. Juga bosan karena kurang aktivitas.
Tapi, lama-kelamaan tak takut lagi, setelah punya banyak teman. Pelajaran sama dengan di sekolah asal. Hanya, cara menjelaskan guru barunya, beda dengan guru di sekolah asalnya.
Tapi, lama kelamaan terbiasa. Sekolah di pengungsian mulai pukul 06.30 hingga 12.30 WITA. ’’Sekarang senang di sekolah, sudah banyak teman,’’ akunya.
Usai membuat cerpen, dia dapat hadiah hasil punia pembaca Jawa Pos Radar Bali. Dia memilih salah satu buku, Rangkuman Pengetahuan Alam Lengkap (RPAL).
Sementara, Dio, meski juga tinggal di pengungsian yang sama, dia pilih tetap bersekolah di sekolah asalnya; SMAN I Rendang, Karangsem.
’’Dulu sebelum ngungsi, dari rumah di Banjar Kawan, Muncan, ke sekolah sekitar 10 menit. Sekarang sekitar 20 hingga 30 menit,’’ kata siswa kelas 10 ini.
Saat ditawari untuk membuat cerpen, dia pilih melukis. Lantas, setelah diberi kertas dan pensil, dia naik ke lantai dua. Setengah jam kemudian, selesailah gambar Karang Boma.
’’Saya menggambar Karang Boma karena suka kesenian Bali. Harapan saya, semoga kesenian Bali terkenal,’’ paparnya.
Giliran memilih hadiah buku, pilih atlas. Mengapa? ’’Kebetulan ada tugas di sekolah,’’ jelasnya. Dari Posko Jepun, naik motor sendiri-sendiri, Dio bersama kakak dan orang tuanya mengantar Jawa Pos Radar Bali ke Posko 3, Puri Boga, Pesaban, Rendang, Karangasem.
Di Posko ini, JPRB yang merupakan koordinator Corporate Volunteer (CV) Palang Merah Indonesia (PMI) Bali, bergabung dengan teman-teman PMI di Posko PMI di Puri Boga.
Di depan posko ini, punia pembaca JPRB yang sudah dibelikan buku; dongeng, cerita, tulis, alat-alat tulis, hingga buku pelajaran. Dibagi-bagi. Semua peserta membuat cerpen dapat buku dongeng dan cerita. Berikut alat tulis. Sedang pemenang melukis, dapat buku pelajaran.
Sekitar dua jam, terkumpul 23 lukisan dan 21 cerpen. Ada enam bertema hewan, lima perasaan (senang hingga yang tak diungkapkan) saat mengungsi, satu tentang ritual. Dua lainnya soal sekolah asal maupun sekolah barunya.
Seorang peserta menulis tema tamasya. Lima tentang dongeng, dan seorang bocah menulis kebahagiaannya saat berulangtahun.
Sedang karya lukisan; 17 buah tentang gunung. Salah satunya visual Gunung Agung erupsi. Lainnya pemandangan; sungai, laut, juga bunga. Tiga dari mereka ada yang menggambar rangda.
Hebatnya, Ni Ketut Vina Yanti, kelas VII H SMPN 2 Rendang, yang di pengungsian sekolah barunya; SMAN 1 Rendang, sukses menggandakan kemenangan.
Dia juara I melukis (pemandangan gunung) dan juara I membuat cerpen. Cerpennya bertitel; Ciko, Kucingku.
’’Kucingku bernama Ciko. Ciko memiliki bulu yang lembut. Matanya indah seperti matahari, Kumisnya yang panjang, Giginya yang putih.’’
Paragraf berikutnya; ’’Kutaruh dia di dalam kandang yang lumayan besar, agar dia bisa bergerak bebas, kuberi dia makan 2 kali sehari. Saat aku tinggalkan ngungsi, aku beri makan 1 kali sehari.’’
Yang juga menarik, adalah ungkapan Ni Luh Pebri Yanti. ’’Hati saya sangat kacau, karena saya harus meninggalkan rumah yang pernah saya tinggali.’’
Sedangkan juara tiga cerpen, Ni Putu Indriyani, siswi kelas 5 SDN 2 Besakih menulis; Sembahyang ke Tirta Empul.
’’Di sana saya berenang dengan bapak dan nenek saya. Di sana ada ikan besar. Tiba-tiba ikan itu mendekati saya. Lalu saya menangis karena takut, setelah itu saya pulang,’’ tulisnya.
Untuk lomba membuat cerpen, JPRB memilih pemenang pertama Ni Ketut Vina Yanti, siswi kelas VII H SMPN 2 Rendang (Ciko, Kucingku); juara II I Gede Raditya (Mengungsi), dan juara III Ni Putu Indriyani, kelas 5 di SDN 2 Besakih (Sembahyang ke Tirta Empul).
Sedangkan sukarelawan PMI Jember, Elvana, memilih Ni Ketut Vina Yanti, kelas VII H SMPN 2 Rendang (Pemandangan) sebagai juara I, disusul Ni Kadek Siska, kelas 3 SDN 2 Besakih (Pemandangan) sebagai juara II, dan juara tiga jatuh ke Ni Putu Ariati, kelas 9 SMPN Satap Besakih sebagai juara III lewat karyanya, Pemandangan Hutan.