28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:46 AM WIB

4 Tahun Jabat Menteri di Era Gus Dur, Dikenal Konseptor Desa Wisata

SINGARAJA – Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) periode 2000-2004, I Gede Ardika, wafat pada usia 76 tahun.

Keluarga besar mengenang mendiang sebagai sosok yang sangat ramah dan rendah hati. Kemarin, Jawa Pos Radar Bali berkesempatan bertandang ke rumah besar almarhum.

I Gede Ardika diangkat sebagai menteri pada era reformasi. Tepatnya pada masa Presiden Abdurahman Wahid alias Gus Dur.

Selama 4 tahun, ia dipercaya mengemban jabatan sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Salah satu konsep yang ia kenalkan dalam pariwisata, ialah pengembangan pariwisata berbasis desa.

Kelak konsep itu yang menjadi acuan dalam pengembangan desa wisata di seantero Indonesia. Ardika diketahui lahir di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, pada 15 Februari 1945.

Ia merupakan anak tertua dari enam bersaudara. Ayahnya merupakan I Made Arka dan ibunya ialah Ni Made Sandat. Ayahnya dikenal sebagai seniman serba bisa.

Pada tahun 1930-an, selain dikenal sebagai seniman gong, penari, dan juru kidung, ayahnya juga menjadi pejabat sedahan (setara kantor pajak) di wilayah tersebut.

Di antara saudara-saudaranya, Ardika disebut mewarisi jiwa seni orang tuanya. Otaknya juga moncer. Hingga akhirnya ia berhasil menempuh pendidikan di SMAN 1 Singaraja.

Saat lulus dari SMAN 1 Singaraja, Ardika sempat ingin kembali ke desa. Namun kerabat-kerabatnya melarang.

Salah seorang pamannya kemudian menyekolahkan Ardika di Akademi Pariwisata Nasional (APN) Bandung. Di sana Ardika belajar seluk beluk pariwisata.

“Setelah lulus dia bukan jadi karyawan hotel. Tapi, malah dijadikan pengajar di sana. Kemudian sempat pergi ke Swiss. Setelah itu karirnya terus naik, sampai jadi menteri,” tutur kerabat almarhum, Luh Rety, 85.

Menurut Rety, Ardika merupakan sosok yang ramah dan sederhana. Saat menjadi menteri, Rety menyebut Ardika pernah pulang kampung saat ada acara di keluarga.

Tatkala itu ia hanya didampingi oleh seorang staf. “Kalau waktunya makan, ya seperti biasa. Makan sama-sama, menunya sama seperti yang ngayah juga.

Malah kalau ada yang kelihatan agak segan, disuruh mendekat. Kalau sudah begitu biasanya saya kasih kode kedip mata, biar yang disuruh itu mau mendekat.

Biar Gede tidak marah. Memang dari dulu seperti itu orangnya. Supel, sabar, lembut, hanya sedikit pendiam,” ceritanya.

 

SINGARAJA – Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) periode 2000-2004, I Gede Ardika, wafat pada usia 76 tahun.

Keluarga besar mengenang mendiang sebagai sosok yang sangat ramah dan rendah hati. Kemarin, Jawa Pos Radar Bali berkesempatan bertandang ke rumah besar almarhum.

I Gede Ardika diangkat sebagai menteri pada era reformasi. Tepatnya pada masa Presiden Abdurahman Wahid alias Gus Dur.

Selama 4 tahun, ia dipercaya mengemban jabatan sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Salah satu konsep yang ia kenalkan dalam pariwisata, ialah pengembangan pariwisata berbasis desa.

Kelak konsep itu yang menjadi acuan dalam pengembangan desa wisata di seantero Indonesia. Ardika diketahui lahir di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, pada 15 Februari 1945.

Ia merupakan anak tertua dari enam bersaudara. Ayahnya merupakan I Made Arka dan ibunya ialah Ni Made Sandat. Ayahnya dikenal sebagai seniman serba bisa.

Pada tahun 1930-an, selain dikenal sebagai seniman gong, penari, dan juru kidung, ayahnya juga menjadi pejabat sedahan (setara kantor pajak) di wilayah tersebut.

Di antara saudara-saudaranya, Ardika disebut mewarisi jiwa seni orang tuanya. Otaknya juga moncer. Hingga akhirnya ia berhasil menempuh pendidikan di SMAN 1 Singaraja.

Saat lulus dari SMAN 1 Singaraja, Ardika sempat ingin kembali ke desa. Namun kerabat-kerabatnya melarang.

Salah seorang pamannya kemudian menyekolahkan Ardika di Akademi Pariwisata Nasional (APN) Bandung. Di sana Ardika belajar seluk beluk pariwisata.

“Setelah lulus dia bukan jadi karyawan hotel. Tapi, malah dijadikan pengajar di sana. Kemudian sempat pergi ke Swiss. Setelah itu karirnya terus naik, sampai jadi menteri,” tutur kerabat almarhum, Luh Rety, 85.

Menurut Rety, Ardika merupakan sosok yang ramah dan sederhana. Saat menjadi menteri, Rety menyebut Ardika pernah pulang kampung saat ada acara di keluarga.

Tatkala itu ia hanya didampingi oleh seorang staf. “Kalau waktunya makan, ya seperti biasa. Makan sama-sama, menunya sama seperti yang ngayah juga.

Malah kalau ada yang kelihatan agak segan, disuruh mendekat. Kalau sudah begitu biasanya saya kasih kode kedip mata, biar yang disuruh itu mau mendekat.

Biar Gede tidak marah. Memang dari dulu seperti itu orangnya. Supel, sabar, lembut, hanya sedikit pendiam,” ceritanya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/