29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:54 AM WIB

Konservasi Libatkan Nelayan, Jadi Wisata Alternatif di Desa Pemuteran

Desa Pemuteran selain dikenal destinasi pariwisata dan sebagai lokasi pusat konservasi terumbung karang dengan teknik biorok, 

ternyata  juga memiliki lokasi pusat konservasi penyu. Menariknya, konservasi penyu melibatkan masyarakat, pelaku pariwisata dan wisatawan. 

 

JULIADI, Gerokgak 

LUMAYAN jauh untuk menuju lokasi pusat penangkaran penyu yang dilakukan oleh oleh Kelompok Pelestari Penyu Pemuteran Hijau yang berlokasi di Reef Seen Diver’s Resort Desa Pemuteran, Gerokgak.

Jawa Pos Radar Bali membutuhkan waktu sekitar 1 jam lebih dari pusat kota Singaraja. Begitu sampai di lokasi tersebut berbagai jenis tukik menyambut. 

Mulai dari jenis tukik lekang, tukik sisik dan tukik hijau. Ratusan anak penyu yang ditangkar baru usia 30 hari sampai 40 hari. 

Konservasi penyu yang dilakukan kelompok pelestari penyu Pemuteran hijau juga memiliki beberapa fasilitas yang dapat mendukung keberlangsung pemeliharaan penyu. 

Seperti, ruang inkubasi peneluran penyu, hacthery, dan ruang karantina. Pengelola juga menyediakan ruang informasi 

untuk pengunjung yang ingin mengetahui lebih banyak informasi mengenai tukik-tukik yang ada di pusat konservasi. 

“Konservasi penyu ini ada sejak tahun 1992, kami yang mengawali pertama di Buleleng,” sambut Chris Brown, pengurus kelompok pelestari penyu Pemuteran hijau kemarin.

Dijelaskan Chris banyak alasan dia harus terjun dalam konservasi penyu. Terutama banyaknya telur penyu yang ditemukan oleh nelayan di pesisir pantai Desa Pemuteran kala itu.

Kemudian selalu nelayan menjual telur penyu ke pasar dengan harga yang relatif murah. Sisi lain masyarakat sebenarnya tahu jika penjualan telur penyu itu dilarang. 

Karena penyu termasuk dalam satwa laut yang dilindungi, akan tetapi karena masalah ekonomi dengan terpaksa masyarakat menjual telur penyu tersebut.  

“Sayang sekali telur penyu yang ditemukan setiap bulan dijual oleh masyarakat. Sehingga saya berniat mencari solusi bagaimana melindungi kelestarian penyu, 

namun dengan cara konservasi. Tetapi menguntungkan masyarakat dari sisi ekonomi. Maka masyarakat yang menemukan telur penyu akan kami beli lebih tinggi 

dari harga yang nelayan jual ke pasar,” ungkap Chris warga Negara Australia yang kini sudah menjadi penduduk tetap Desa Pemuteran. 

Menurut Chris, konservasi penyu tak butuh banyak orang, namun butuh komitmen. Pihaknya sebelum memulai 

konservasi penyu tetap berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Manusia agar diberikan arahan dan petunjuk. 

Belajar konservasi penyu juga harus dilakoninya dengan mengunjungi konservasi penyu di Pulau Serangan, Denpasar. 

Untuk telur penyu yang ditanam didalam pasir membutuhkan waktu sekitar 40 hari sampai 50 hari. 

Barulah melakukan penetasan. Kemudian masa waktu anak penyu dilepas ke alam bebas sekitar 30 hari sampai 40 hari. 

“Sementara pakan bagi tukik dan penyu diberikan ikan teri dan pelet. Sehari kami berikan makan penyu 3 kali. 

Tukik dan penyu agar tidak terserang penyakit harus setiap dikuras air dan bersihkan bak penampungannya,” terang pria berusia 60 tahun.

Dikatakan Chris, saat ini ada sekitar 200 telur, 300 tukik dan satu ekor penyu sisik berusia 6,5 tahun pihaknya tangkar. 

Telur penyu dia dapat dari para nelayan di Desa Pemuteran. dari nelayan di Pantai Penimbangan, Singaraja, Sulanyah Seririt dan daerah Negara. 

Lanjutnya, konservasi penyu yang dilakukan kelompok Pemuteran hijau melibatkan pelaku pariwisata, masyarakat nelayan Desa Pemuteran dan para wisatawan yang datang ke Pemuteran. 

Jadi ketika nelayan menemukan telur penyu pasti selalu berkoordinasi dengan kelompok pelestari penyu. 

Begitu pula dengan pelaku pariwisata. Sedangkan untuk pelaku pariwisata dilibatkan dalam hal pembiayaan dengan sistem donasi. 

“Ketika wisatawan ingin melepas tukik, maka harus membayar donasi sebesar Rp 25 ribu. Hasil donasi ini kami gunakan untuk pembelian pakan penyu dan kegiatan konservasi penyu lainnya,” tuturnya. 

Selama 26 tahun lebih berjalan konservasi penyu di Desa Pemuteran membawa dampak yang sangat positif. 

Selain mampu meningkat pendapatan ekonomi masyarakat, karena pihaknya membeli telur penyu kepada nelayan, 

juga sebagai salah satu alternatif wisata yang dapat dilakukan bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Pemuteran. Disamping menikmati keindahan bawah laut Pemuteran.

“Tak hanya konservasi penyu mampu menekan penjualan telur di daerah Buleleng dan sekitarnya,” tandasnya. (*)

Desa Pemuteran selain dikenal destinasi pariwisata dan sebagai lokasi pusat konservasi terumbung karang dengan teknik biorok, 

ternyata  juga memiliki lokasi pusat konservasi penyu. Menariknya, konservasi penyu melibatkan masyarakat, pelaku pariwisata dan wisatawan. 

 

JULIADI, Gerokgak 

LUMAYAN jauh untuk menuju lokasi pusat penangkaran penyu yang dilakukan oleh oleh Kelompok Pelestari Penyu Pemuteran Hijau yang berlokasi di Reef Seen Diver’s Resort Desa Pemuteran, Gerokgak.

Jawa Pos Radar Bali membutuhkan waktu sekitar 1 jam lebih dari pusat kota Singaraja. Begitu sampai di lokasi tersebut berbagai jenis tukik menyambut. 

Mulai dari jenis tukik lekang, tukik sisik dan tukik hijau. Ratusan anak penyu yang ditangkar baru usia 30 hari sampai 40 hari. 

Konservasi penyu yang dilakukan kelompok pelestari penyu Pemuteran hijau juga memiliki beberapa fasilitas yang dapat mendukung keberlangsung pemeliharaan penyu. 

Seperti, ruang inkubasi peneluran penyu, hacthery, dan ruang karantina. Pengelola juga menyediakan ruang informasi 

untuk pengunjung yang ingin mengetahui lebih banyak informasi mengenai tukik-tukik yang ada di pusat konservasi. 

“Konservasi penyu ini ada sejak tahun 1992, kami yang mengawali pertama di Buleleng,” sambut Chris Brown, pengurus kelompok pelestari penyu Pemuteran hijau kemarin.

Dijelaskan Chris banyak alasan dia harus terjun dalam konservasi penyu. Terutama banyaknya telur penyu yang ditemukan oleh nelayan di pesisir pantai Desa Pemuteran kala itu.

Kemudian selalu nelayan menjual telur penyu ke pasar dengan harga yang relatif murah. Sisi lain masyarakat sebenarnya tahu jika penjualan telur penyu itu dilarang. 

Karena penyu termasuk dalam satwa laut yang dilindungi, akan tetapi karena masalah ekonomi dengan terpaksa masyarakat menjual telur penyu tersebut.  

“Sayang sekali telur penyu yang ditemukan setiap bulan dijual oleh masyarakat. Sehingga saya berniat mencari solusi bagaimana melindungi kelestarian penyu, 

namun dengan cara konservasi. Tetapi menguntungkan masyarakat dari sisi ekonomi. Maka masyarakat yang menemukan telur penyu akan kami beli lebih tinggi 

dari harga yang nelayan jual ke pasar,” ungkap Chris warga Negara Australia yang kini sudah menjadi penduduk tetap Desa Pemuteran. 

Menurut Chris, konservasi penyu tak butuh banyak orang, namun butuh komitmen. Pihaknya sebelum memulai 

konservasi penyu tetap berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Manusia agar diberikan arahan dan petunjuk. 

Belajar konservasi penyu juga harus dilakoninya dengan mengunjungi konservasi penyu di Pulau Serangan, Denpasar. 

Untuk telur penyu yang ditanam didalam pasir membutuhkan waktu sekitar 40 hari sampai 50 hari. 

Barulah melakukan penetasan. Kemudian masa waktu anak penyu dilepas ke alam bebas sekitar 30 hari sampai 40 hari. 

“Sementara pakan bagi tukik dan penyu diberikan ikan teri dan pelet. Sehari kami berikan makan penyu 3 kali. 

Tukik dan penyu agar tidak terserang penyakit harus setiap dikuras air dan bersihkan bak penampungannya,” terang pria berusia 60 tahun.

Dikatakan Chris, saat ini ada sekitar 200 telur, 300 tukik dan satu ekor penyu sisik berusia 6,5 tahun pihaknya tangkar. 

Telur penyu dia dapat dari para nelayan di Desa Pemuteran. dari nelayan di Pantai Penimbangan, Singaraja, Sulanyah Seririt dan daerah Negara. 

Lanjutnya, konservasi penyu yang dilakukan kelompok Pemuteran hijau melibatkan pelaku pariwisata, masyarakat nelayan Desa Pemuteran dan para wisatawan yang datang ke Pemuteran. 

Jadi ketika nelayan menemukan telur penyu pasti selalu berkoordinasi dengan kelompok pelestari penyu. 

Begitu pula dengan pelaku pariwisata. Sedangkan untuk pelaku pariwisata dilibatkan dalam hal pembiayaan dengan sistem donasi. 

“Ketika wisatawan ingin melepas tukik, maka harus membayar donasi sebesar Rp 25 ribu. Hasil donasi ini kami gunakan untuk pembelian pakan penyu dan kegiatan konservasi penyu lainnya,” tuturnya. 

Selama 26 tahun lebih berjalan konservasi penyu di Desa Pemuteran membawa dampak yang sangat positif. 

Selain mampu meningkat pendapatan ekonomi masyarakat, karena pihaknya membeli telur penyu kepada nelayan, 

juga sebagai salah satu alternatif wisata yang dapat dilakukan bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Pemuteran. Disamping menikmati keindahan bawah laut Pemuteran.

“Tak hanya konservasi penyu mampu menekan penjualan telur di daerah Buleleng dan sekitarnya,” tandasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/