28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:42 AM WIB

Jadi Kurir Narkoba, Dikendalikan dari Lapas, 2 Minggu Edarkan 500 Gram

Aksi I Gede Sudarta, 33, dan Tuti Ernawati, 35, yang ditangkap di areal parkir KFC, Jalan Gatot Subroto, Denpasar Jumat (6/10) 2017 silam benar-benar mengejutkan.

Hanya dalam hitungan dua minggu, pasangan ini mampu mengedarkan sabu-sabu (SS) berat bersih sebanyak 684,52 gram atau setengah kilogram lebih.

DIDIK DWI PRAPTONO, Denpasar

GEDE Sudarta dan Tuti Erawati terus menundukkan kepala ketika dihadirkan di ruang sidang PN Denpasar, kemarin (22/1).

Pasangan ini kompak  mengenakan kemeja putih dengan bawahan celana jins. Keduanya menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Pasangan yang masing-masing pernah berkeluarga dan sudah memiliki anak namun kandas itu didakwa menguasai paket sabu-sabu dengan total 684,52 gram.

Di hadapan Majelis Hakim I Made Pasek dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) NI Wayan Sulasmini, kedua terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya Hari Purwanto,

mengaku bahwa barang haram seberat setengah kilogram itu dipasok dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Madiun, Jawa Timur.

Distribusi barang haram itu dikendalikan oleh Jhon yang menurut terdakwa seorang narapidana penghuni Lapas Kerobokan.

Oleh Jhon, keduanya kemudian diperintahkan untuk mengambil ”tempelan”, lalu memecahkannya menjadi beberapa paket dalam ukuran lebih kecil.

Barang laknat itu kemudian diedarkan ke Denpasar dan sekitarnya. “Saya sudah tiga kali ini yang mulia,” aku Sudarta.

Rata-rata, lanjut residivis yang pernah divonis 4 tahun dan tiga bulan penjara atas kasus yang sama, ini untuk pengiriman paket besar sabu-sabu dari Lapas Madiun, yakni sekitar 500 gram. 

Dalam setiap paketnya kedua tersangka mampu meraup keuntungan per hari sebesar Rp 1 juta. Uang hasil narkoba kemudian digunakan untuk kepentingan keduanya sehari-hari.

Yang unik, keduanya mengaku hanya membutuhkan waktu paling lama dua minggu untuk mengedarkan sabu-sabu.

Bahkan, sebelum ditangkap keduanya juga  mengaku sempat menaruh tempelan sabu-sabu di dua lokasi berbeda yakni di kawasan Renon, Denpasar dan Jalan Dewi Sri, Kuta.

”Hampir semua sabu asalnya dari Taiwan. Sabu tersebut awalnya dikirim ke negara Malaysia dan dikumpulkan. Selanjutnya diimpor ke Jakarta dan diedarkan ke wilayah lain.

Bandar di Bali sendiri biasanya memesan barang dari Jawa,” papar pria yang tinggal bersama di Jalan I Wayan Gentuh Nomor 5 Gang VI  Banjar Pandem, Dalung, Badung, ini.

Nasi sudah jadi bubur. Di akhir sidang, kedua terdakwa mengaku menyesal dan meminta keringanan dengan alasan masih memiliki tanggungan keluarga

“Saya punya anak dari istri dulu,” aku Sudarta memohon keringanan. Setali tiga uang dengan Tuti. Perempuan asal Banyuwangi ini juga mengaku menyesal.

Saat ditanya apakah sudah memiliki anak, terdakwa Tuti mengaku memiliki. ”Tapi, belum cerai dan status saya dengan suami sudah tidak ada, walaupun belum resmi bercerai,” akunya.

Aksi I Gede Sudarta, 33, dan Tuti Ernawati, 35, yang ditangkap di areal parkir KFC, Jalan Gatot Subroto, Denpasar Jumat (6/10) 2017 silam benar-benar mengejutkan.

Hanya dalam hitungan dua minggu, pasangan ini mampu mengedarkan sabu-sabu (SS) berat bersih sebanyak 684,52 gram atau setengah kilogram lebih.

DIDIK DWI PRAPTONO, Denpasar

GEDE Sudarta dan Tuti Erawati terus menundukkan kepala ketika dihadirkan di ruang sidang PN Denpasar, kemarin (22/1).

Pasangan ini kompak  mengenakan kemeja putih dengan bawahan celana jins. Keduanya menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Pasangan yang masing-masing pernah berkeluarga dan sudah memiliki anak namun kandas itu didakwa menguasai paket sabu-sabu dengan total 684,52 gram.

Di hadapan Majelis Hakim I Made Pasek dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) NI Wayan Sulasmini, kedua terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya Hari Purwanto,

mengaku bahwa barang haram seberat setengah kilogram itu dipasok dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Madiun, Jawa Timur.

Distribusi barang haram itu dikendalikan oleh Jhon yang menurut terdakwa seorang narapidana penghuni Lapas Kerobokan.

Oleh Jhon, keduanya kemudian diperintahkan untuk mengambil ”tempelan”, lalu memecahkannya menjadi beberapa paket dalam ukuran lebih kecil.

Barang laknat itu kemudian diedarkan ke Denpasar dan sekitarnya. “Saya sudah tiga kali ini yang mulia,” aku Sudarta.

Rata-rata, lanjut residivis yang pernah divonis 4 tahun dan tiga bulan penjara atas kasus yang sama, ini untuk pengiriman paket besar sabu-sabu dari Lapas Madiun, yakni sekitar 500 gram. 

Dalam setiap paketnya kedua tersangka mampu meraup keuntungan per hari sebesar Rp 1 juta. Uang hasil narkoba kemudian digunakan untuk kepentingan keduanya sehari-hari.

Yang unik, keduanya mengaku hanya membutuhkan waktu paling lama dua minggu untuk mengedarkan sabu-sabu.

Bahkan, sebelum ditangkap keduanya juga  mengaku sempat menaruh tempelan sabu-sabu di dua lokasi berbeda yakni di kawasan Renon, Denpasar dan Jalan Dewi Sri, Kuta.

”Hampir semua sabu asalnya dari Taiwan. Sabu tersebut awalnya dikirim ke negara Malaysia dan dikumpulkan. Selanjutnya diimpor ke Jakarta dan diedarkan ke wilayah lain.

Bandar di Bali sendiri biasanya memesan barang dari Jawa,” papar pria yang tinggal bersama di Jalan I Wayan Gentuh Nomor 5 Gang VI  Banjar Pandem, Dalung, Badung, ini.

Nasi sudah jadi bubur. Di akhir sidang, kedua terdakwa mengaku menyesal dan meminta keringanan dengan alasan masih memiliki tanggungan keluarga

“Saya punya anak dari istri dulu,” aku Sudarta memohon keringanan. Setali tiga uang dengan Tuti. Perempuan asal Banyuwangi ini juga mengaku menyesal.

Saat ditanya apakah sudah memiliki anak, terdakwa Tuti mengaku memiliki. ”Tapi, belum cerai dan status saya dengan suami sudah tidak ada, walaupun belum resmi bercerai,” akunya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/