28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:42 AM WIB

Abdoul Masuk dan Tinggalkan Bali Pakai Paspor Palsu Demi ke Inggris

Abdoul Wahidou Compaore, warga Burkina Faso, Afrika, berniat mencari suaka ke London, Inggris, untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.

Namun, keterbatasan pengetahuan membuatnya tertipu. Bukannya sampai ke London, pria 23 tahun itu kini malah meringkuk di Lapas Kelas IIA Keorbokan karena tersandung kasus pemalsuan paspor.

Sebelum duduk di kursi panas PN Denpasar, Abdoul membungkuk memberi hormat pada majelis hakim.

Ia berusaha tenang meski sedang menjalani sidang tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Badung. JPU Fajar Said lantas membacakan tuntutannya.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai I Wayan Gede Rumega, JPU menyebut terdakwa kelahiran 28 April 1996 itu dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana dengan sengaja menggunakan dokumen perjalanan palsu.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 119 ayat (2) UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abdoul Wahidou Compaore dengan pidana penjara selama dua tahun,” tuntut JPU Fajar.

JPU juga mengajukan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Setelah mendengar tuntutan JPU, raut muka terdakwa seketika berubah.

Ia lantas menengok ke arah pengacaranya dari Pos Bantuan Hukum DPC Peradi Denpasar. Setelah berunding, Abdoul kemudian meminta diberi hukuman ringan.

Ia meminta maaf atas ketidaktahuannya menggunakan dokumen keimigrasian palsu. Walhasil, harapannya untuk ke London, Inggris memperbaiki perekonomian keluarga pun pupus.

“Abdoul juga mengatakan, telah ditipu oleh temannya sehingga harus berhadap dengan hukum di Indonesia,” ujar penerjemah bahasa yang mendampingi terdakwa.

Tidak hanya Abdoul, Desi Purnani Adam sebagai pengacara terdakwa juga langsung mengajukan pembelaan lisan.

Dikatakan Desi, terdakwa adalah korban atas ketidaktahuan terhadap dokumen yang digunakannya, yang ternyata palsu.

Terdakwa yang ayahnya telah meninggal ini bermaksud untuk pergi ke London, Inggris untuk mencari suaka.

“Yang Mulia, ibu terdakwa sekarang sendiri setelah bapaknya meninggal. Terdakwa berniat membantu perekonomian keluarga dengan mencari suaka ke London,” tutur Desi Purnani.

Untuk itu pihaknya memohon kepada majelis hakim agar terdakwa dihukum ringan dan bisa segera keluar dan kembali ke negaranya.

“Sebagai pertimbangan kemanusiaan, kami harap majelis hakim memutus seringan-ringannya, dan terdakwa bisa kembali ke negaranya,” sambung ibu satu anak itu.

Setelah mendengar pembelaan baik dari terdakwa dan tim penasihat hukumnya, hakim Rumega menasihati terdakwa agar nantinya lebih berhati-hati saat ke luar negeri.

“Terdakwa lain kali harus berhati-hati. Ke mana pun pergi harus cek keresmian dokumen agar tidak ditipu. Setiap negara punya undang-undang keimigrasian,” tutur Rumega.

Diungkap dalam surat dakwaan, awalnya pada 27 Juni 2019 terdakwa datang ke Indonesia melalui Bandara Sukarno Hatta

dengan rute Mali ke Adis Ababa, Ethopia kemudian ke Jakarta menggunakan paspor berkebangsaan Burkina Faso dan bebas visa kunjungan.

Tujuan terdakwa datang ke Indonesia adalah untuk bertemu dengan seseorang bernama Adama (DPO) yang akan membantunya ke London untuk mencari pekerjaan.

Adama kemudian menyarankan ke terdakwa menggunakan paspor palsu berangkat ke London. Karena menurut Adama, paspor Burkina Faso tidak dapat digunakan berangkat ke London.

Terdakwa pun setuju dibuatkan paspor berkebangsaan Mauritius yang telah terisi beberapa stempel keimigrasian.

Adama kembali mengatakan, untuk keberangkatan harus melalui Bali. Selain dibantu Adama membuat parpor itu, terdakwa juga dibantu oleh Pablo (DPO) yang tak lain adalah rekan dari Adama.

Pada 16 Juli 2019 terdakwa keluar dari Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai, Tuban, Badung memakai paspor Mauritius dengan menumpang pesawat Emirates Airlines rute Bali-Dubai dan Dubai-London.

Namun terdakwa ditolak masuk Bandara Dubai, karena menggunakan paspor  palsu. Pada 18 Juli 2019 terdakwa kembali ke Indonesia melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.

Berdasar hasil pemeriksaan labfor keimigrasi terhadap paspor Mauritius telah memiliki beberapa perubahan, bahwa paspor itu palsu. (*)

Abdoul Wahidou Compaore, warga Burkina Faso, Afrika, berniat mencari suaka ke London, Inggris, untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.

Namun, keterbatasan pengetahuan membuatnya tertipu. Bukannya sampai ke London, pria 23 tahun itu kini malah meringkuk di Lapas Kelas IIA Keorbokan karena tersandung kasus pemalsuan paspor.

Sebelum duduk di kursi panas PN Denpasar, Abdoul membungkuk memberi hormat pada majelis hakim.

Ia berusaha tenang meski sedang menjalani sidang tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Badung. JPU Fajar Said lantas membacakan tuntutannya.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai I Wayan Gede Rumega, JPU menyebut terdakwa kelahiran 28 April 1996 itu dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana dengan sengaja menggunakan dokumen perjalanan palsu.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 119 ayat (2) UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abdoul Wahidou Compaore dengan pidana penjara selama dua tahun,” tuntut JPU Fajar.

JPU juga mengajukan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Setelah mendengar tuntutan JPU, raut muka terdakwa seketika berubah.

Ia lantas menengok ke arah pengacaranya dari Pos Bantuan Hukum DPC Peradi Denpasar. Setelah berunding, Abdoul kemudian meminta diberi hukuman ringan.

Ia meminta maaf atas ketidaktahuannya menggunakan dokumen keimigrasian palsu. Walhasil, harapannya untuk ke London, Inggris memperbaiki perekonomian keluarga pun pupus.

“Abdoul juga mengatakan, telah ditipu oleh temannya sehingga harus berhadap dengan hukum di Indonesia,” ujar penerjemah bahasa yang mendampingi terdakwa.

Tidak hanya Abdoul, Desi Purnani Adam sebagai pengacara terdakwa juga langsung mengajukan pembelaan lisan.

Dikatakan Desi, terdakwa adalah korban atas ketidaktahuan terhadap dokumen yang digunakannya, yang ternyata palsu.

Terdakwa yang ayahnya telah meninggal ini bermaksud untuk pergi ke London, Inggris untuk mencari suaka.

“Yang Mulia, ibu terdakwa sekarang sendiri setelah bapaknya meninggal. Terdakwa berniat membantu perekonomian keluarga dengan mencari suaka ke London,” tutur Desi Purnani.

Untuk itu pihaknya memohon kepada majelis hakim agar terdakwa dihukum ringan dan bisa segera keluar dan kembali ke negaranya.

“Sebagai pertimbangan kemanusiaan, kami harap majelis hakim memutus seringan-ringannya, dan terdakwa bisa kembali ke negaranya,” sambung ibu satu anak itu.

Setelah mendengar pembelaan baik dari terdakwa dan tim penasihat hukumnya, hakim Rumega menasihati terdakwa agar nantinya lebih berhati-hati saat ke luar negeri.

“Terdakwa lain kali harus berhati-hati. Ke mana pun pergi harus cek keresmian dokumen agar tidak ditipu. Setiap negara punya undang-undang keimigrasian,” tutur Rumega.

Diungkap dalam surat dakwaan, awalnya pada 27 Juni 2019 terdakwa datang ke Indonesia melalui Bandara Sukarno Hatta

dengan rute Mali ke Adis Ababa, Ethopia kemudian ke Jakarta menggunakan paspor berkebangsaan Burkina Faso dan bebas visa kunjungan.

Tujuan terdakwa datang ke Indonesia adalah untuk bertemu dengan seseorang bernama Adama (DPO) yang akan membantunya ke London untuk mencari pekerjaan.

Adama kemudian menyarankan ke terdakwa menggunakan paspor palsu berangkat ke London. Karena menurut Adama, paspor Burkina Faso tidak dapat digunakan berangkat ke London.

Terdakwa pun setuju dibuatkan paspor berkebangsaan Mauritius yang telah terisi beberapa stempel keimigrasian.

Adama kembali mengatakan, untuk keberangkatan harus melalui Bali. Selain dibantu Adama membuat parpor itu, terdakwa juga dibantu oleh Pablo (DPO) yang tak lain adalah rekan dari Adama.

Pada 16 Juli 2019 terdakwa keluar dari Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai, Tuban, Badung memakai paspor Mauritius dengan menumpang pesawat Emirates Airlines rute Bali-Dubai dan Dubai-London.

Namun terdakwa ditolak masuk Bandara Dubai, karena menggunakan paspor  palsu. Pada 18 Juli 2019 terdakwa kembali ke Indonesia melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.

Berdasar hasil pemeriksaan labfor keimigrasi terhadap paspor Mauritius telah memiliki beberapa perubahan, bahwa paspor itu palsu. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/