26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 3:48 AM WIB

Rintis Rumah Kompos Sejak 2 Tahun Lalu, saat Corona Makin Laris Manis

Rumah Kompos Taro di Banjar Taro Kaja, Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, berdiri sejak dua tahun lalu. Diawali dengan memilah sampah dan sabar menantikan sampah itu menjadi kompos.

Ternyata, saat pandemi Covid-19, banyak masyarakat beraktivitas di rumah dengan berkebun. Pupuk organik pun diburu.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

TUMPUKAN sampah kompos dan kampil pupuk jadi satu di Rumah Kompos Taro. Pengelola Rumah Kompos Taro, I Wayan Wardika, 42, mengaku sibuk sejak dua bulan terakhir ini.

Dia mengaku sudah mendistribusikan sekitar 2,5 ton pupuk organik. Mantan pekerja kapal pesiar ini harus memproduksi 1.700 kg (1,7 ton) pupuk organik pesanan calon pembeli.

Pemesanan pupuk tidak saja dari daerah Gianyar. Melainkan sampai ke Denpasar dan Badung.

“Hampir 2 tahun saya kumpulkan atau memilah sampah organik di Rumah Kompos Taro, sekarang bisa bermanfaat. Banyak orang ingin berkebun mengisi waktu dengan bercocok tanam saat Covid-19,” ujar Wayan Wardika.

Alumni Fakultas Pariwisata Unud ini menjelaskan, pupuk organik yang diproduksinya memiliki nutrisi yang baik untuk tanaman maupun tanah.

Wardika memiliki bahan untuk dijadikan pupuk organik berupa kompos. Tapi, dari sisa bahan itu saja, dirasa belumlah cukup untuk melengkapi nutrisi tanaman.

Maka dari itu, Wardika menyempurnakan lagi dengan menambahkan unsur-unsur supaya bermanfaat untuk tanaman maupun tanah.

“Saya belajar dari Bapak Ketut Punia penggiat pertanian organik dari Desa Batubulan. Beliau yang memberikan formulasi,” jelasnya.

Formulasinya, kompos ditambahkan dengan kotoran kambing, abu sekam, daun bambu, dan jamur hayati.

“Daun bambu sangat baik untuk akar tanaman, jamur hayati untuk asupan tedikoderma. Jadi kelima unsur ini sangat dibutuhkan oleh tanaman maupun tanah untuk bercocok tanam organik,” jelasnya.

Wardika mengaku bersyukur karena kerja kerasnya selama ini direspons baik oleh masyarakat. “Saya merasa bermanfaat bisa membantu sesama

di tengah pandemic ini yang mengisi waktu dengan berkebun atau lebih serius untuk ketahanan pangan,” ujar bapak dua anak itu.

Untuk melayani permintaan di daerah Denpasar dan Badung, Wardika menitip sejumlah pupuk di kawasan Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati dan di Yayasan Lengis Hijau Denpasar.

“Kebetulan kami ada komunitas FKPLH yang diback up pak Nyoman Parta, permintaan banyak dari mereka, selebihnya dari masyarakat umum yang lihat postingan saya di facebook,” ungkapnya.

Kedepan, Wardika bercita-cita mengolah kompos menjadi pupuk organic dengan bantuan peralatan. Sebab saat ini, diakui proses pembuatan masih manual.

“Karena ini hampir sebagian besar butuh tenaga ekstra. Adanya mesin akan sangat membantu, tapi terus terang saat ini saya belum bisa,” jelasnya.

Sementara, sekarang baru ada mesin pencacah donasi dari Rotary Club. “Kedepan saya perlu mesin pengayak, dan pengaduk semacam molen.

Suatu saat tyang akan mampu mengupayakan, apakah dari hasil menabung atau donatur yang berkenan mensuport usaha ini,” ujarnya.

Namun demikian, bukan profit semata yang dikejarnya lewat produksi pupuk organik ini. Melainkan tumbuhnya kesadaran masyarakat, khususnya di Desa Taro, untuk memilah sampah.

“Kami juga mengedukasi masyarakat. Ajak memilah sampah dari sumber. Karena saya mampu buktikan, ketika sampah terpilah dengan baik, bahan yang biasanya banyak terbuang bisa bernilai guna,” pungkasnya. (*)

Rumah Kompos Taro di Banjar Taro Kaja, Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, berdiri sejak dua tahun lalu. Diawali dengan memilah sampah dan sabar menantikan sampah itu menjadi kompos.

Ternyata, saat pandemi Covid-19, banyak masyarakat beraktivitas di rumah dengan berkebun. Pupuk organik pun diburu.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

TUMPUKAN sampah kompos dan kampil pupuk jadi satu di Rumah Kompos Taro. Pengelola Rumah Kompos Taro, I Wayan Wardika, 42, mengaku sibuk sejak dua bulan terakhir ini.

Dia mengaku sudah mendistribusikan sekitar 2,5 ton pupuk organik. Mantan pekerja kapal pesiar ini harus memproduksi 1.700 kg (1,7 ton) pupuk organik pesanan calon pembeli.

Pemesanan pupuk tidak saja dari daerah Gianyar. Melainkan sampai ke Denpasar dan Badung.

“Hampir 2 tahun saya kumpulkan atau memilah sampah organik di Rumah Kompos Taro, sekarang bisa bermanfaat. Banyak orang ingin berkebun mengisi waktu dengan bercocok tanam saat Covid-19,” ujar Wayan Wardika.

Alumni Fakultas Pariwisata Unud ini menjelaskan, pupuk organik yang diproduksinya memiliki nutrisi yang baik untuk tanaman maupun tanah.

Wardika memiliki bahan untuk dijadikan pupuk organik berupa kompos. Tapi, dari sisa bahan itu saja, dirasa belumlah cukup untuk melengkapi nutrisi tanaman.

Maka dari itu, Wardika menyempurnakan lagi dengan menambahkan unsur-unsur supaya bermanfaat untuk tanaman maupun tanah.

“Saya belajar dari Bapak Ketut Punia penggiat pertanian organik dari Desa Batubulan. Beliau yang memberikan formulasi,” jelasnya.

Formulasinya, kompos ditambahkan dengan kotoran kambing, abu sekam, daun bambu, dan jamur hayati.

“Daun bambu sangat baik untuk akar tanaman, jamur hayati untuk asupan tedikoderma. Jadi kelima unsur ini sangat dibutuhkan oleh tanaman maupun tanah untuk bercocok tanam organik,” jelasnya.

Wardika mengaku bersyukur karena kerja kerasnya selama ini direspons baik oleh masyarakat. “Saya merasa bermanfaat bisa membantu sesama

di tengah pandemic ini yang mengisi waktu dengan berkebun atau lebih serius untuk ketahanan pangan,” ujar bapak dua anak itu.

Untuk melayani permintaan di daerah Denpasar dan Badung, Wardika menitip sejumlah pupuk di kawasan Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati dan di Yayasan Lengis Hijau Denpasar.

“Kebetulan kami ada komunitas FKPLH yang diback up pak Nyoman Parta, permintaan banyak dari mereka, selebihnya dari masyarakat umum yang lihat postingan saya di facebook,” ungkapnya.

Kedepan, Wardika bercita-cita mengolah kompos menjadi pupuk organic dengan bantuan peralatan. Sebab saat ini, diakui proses pembuatan masih manual.

“Karena ini hampir sebagian besar butuh tenaga ekstra. Adanya mesin akan sangat membantu, tapi terus terang saat ini saya belum bisa,” jelasnya.

Sementara, sekarang baru ada mesin pencacah donasi dari Rotary Club. “Kedepan saya perlu mesin pengayak, dan pengaduk semacam molen.

Suatu saat tyang akan mampu mengupayakan, apakah dari hasil menabung atau donatur yang berkenan mensuport usaha ini,” ujarnya.

Namun demikian, bukan profit semata yang dikejarnya lewat produksi pupuk organik ini. Melainkan tumbuhnya kesadaran masyarakat, khususnya di Desa Taro, untuk memilah sampah.

“Kami juga mengedukasi masyarakat. Ajak memilah sampah dari sumber. Karena saya mampu buktikan, ketika sampah terpilah dengan baik, bahan yang biasanya banyak terbuang bisa bernilai guna,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/