Kehidupan keluarga miskin di Banjar Dinas Kaja Kauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan ini, benar-benar pahit. Mereka kini tinggal di rumah yang nyaris roboh.
Meski sudah lama berstatus sebagai penduduk miskin, bantuan rumah layak huni belum juga mereka terima.
EKA PRASETYA, Sudaji
SALAH satu keluarga miskin di Banjar Dinas Kaja Kauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng, itu adalah pasangan suami istri Ketut Mas Sumadi, 39, dan Luh Serki, 35.
Pasangan ini tinggal bersama empat orang anaknya, yakni Gede Ariaba, 12, Made Anggara Nata, 11, Komang Rediasa, 7, serta Ketut Asih, 3.
Mereka berenam tinggal di rumah tua warisan orang tua Sumadi yang sudah tidak layak dihuni. Rumah itu berdiri diatas lahan seluas satu are. Rumah masih lantai tanah.
Dinding rumah terbuat dari bata mentah yang kini sudah rapuh. Atapnya terbuat dari seng yang sudah karatan dan berlubang.
Daun pintu dan jendelanya sulit dibuka, karena sudah lapuk dimakan rayap. Karena jarang dibuka, bagian dalam rumah pun berbau apek.
Tidak ada kamar mandi di atas tanah itu. Semua kebutuhan untuk memasak, mandi, cuci pakaian, hingga kebutuhan buang hajat, dilakukan di saluran irigasi dekat rumah mereka.
Di dalam rumah terdapat dua kamar tidur. Masing-masing kamar dilengkapi sebuah dipan kayu yang sudah tua. Di atasnya terdapat kasur kusam yang mulai berlubang serta bantal kumal.
Di atas kasur juga terdapat selembar terpal warna biru. Ternyata terpal itu digunakan sebagai selimut kala kedinginan.
“Kalau misalnya hujan, itu (terpal, Red) dipakai selimut sama anak-anak. Biar nggak kedinginan dan kehujanan kalau tidur.
Atapnya sudah banyak bocor. Belum ada dapat seng bekas untuk nembel,” kata Sumadi saat ditemui di rumahnya.
Kondisi di dalam kamar juga terlihat berantakan. Baju dan celana dibiarkan tergeletak di atas kasur karena tak ada lemari. Ditambah lagi, kamar difungsikan ganda. Selain jadi tempat beristirahat, juga jadi tempat memasak.
Sumadi mengaku dirinya hanya bekerja sebagai buruh serabutan. Sementara istrinya fokus mengasuh anak-anak.
Berprofesi sebagai buruh serabutan, artinya penghasilan yang didapat tidak menentu. Kalau toh dapat upah, lebih baik digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
“Kalau ada kerja, sehari dapat Rp 60 ribu. Dipakai untuk makan dulu, baru bekal anak-anak sekolah. Kalau tidak ada kerja, terpaksa ngutang beras dulu di warung. Nanti kalau dapat upah, baru dibayar,” katanya.
Keterbatasan pendapatan itu membuat Sumadi pasrah dengan kondisi tempat tinggalnya. Ia memilih membiarkan rumahnya rusak dimakan waktu, karena tak ada biaya untuk merenovasi rumah.
Sumadi mengaku terdaftar sebagai keluarga miskin dalam basis data pemerintah. Ia memegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang didamnya
terdapat Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Hanya saja ia belum juga mendapat bantuan rehab rumah.
“Saya nggak ngerti dapat bantuan (rehab) rumah atau nggak. Kalau dapat bantuan rumah, ya syukur sekali. Mudah-mudahan dapat,” harapnya.
Sementara itu, Kelian Banjar Dinas Kaja Kauh, Nyoman Kerta Masiada mengatakan, keluarga Mas Sumadi memang tercatat sebagai keluarga kurang mampu di wilayahnya.
Hal itu juga dikuatkan dengan tercantumnya nama Sumadi dalam Basis Data Terpadu (BDT) yang diterbitkan Dinas Sosial Buleleng.
Khusus untuk bantuan rumah, Masiada menyebut keluarga Mas Sumadi akan mendapat bantuan rehabilitasi rumah pada tahu 2018 ini.
“Kami sudah usulkan tahun lalu. informasinya tahun ini akan direalisasikan, mungkin sekitar bulan Agustus itu. Bantuannya itu berupa rehab Rp 15 juta,” kata Masiada.