25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:49 AM WIB

Dibentak, Dimarahi Sampai Ditolak Warga, Pantang Pulang Sebelum Kelar

Selain perjuangan berat yang harus ditempuh para petugas medis yang menjadi garda terdepan menangani pasien terkonfirmasi Covid-19, tugas berat diambil tim reaksi cepat (TRC) BPBD Buleleng.

Mereka ikut berjibaku memakamkan jenazah Covid-19. Mereka harus memastikan jenazah Covid-19 terkubur sesuai protokol kesehatan agar tak terjadi penularan

 

 

JULIADI, Singaraja

SUDAH sebulan lebih tim reaksi cepat (TRC) BPBD Buleleng dilibatkan dalam penanganan pasien Covid-19.

Mereka bukan sebagai petugas medis. Melainkan ditugaskan khusus sebagai pemulasaran dan pemakaman jenazah Covid-19.

Tim reaksi cepat BPBD berjumlah 27 orang yang terbagi menjadi 4 regu. Mereka tak menyangka terlibat sebagai tim penanganan Covid-19 sejak Agustus lalu.

Pasalnya mereka yang bekerja di BPBD hanya tahu penanganan bencana daerah. Seperti pohon tumbang, suplai air bagi masyarakat kekeringan, menyiapkan dapur darurat bagi korban bencana alam sampai proses evakuasi korban bencana.

Memang menjadi petugas pemakaman tidak harus memiliki skill dan keilmuan secara spesifik. Namun butuh fisik dan keberanian lantaran sebagai petugas pemakanan mereka sangat rentan tertular dan beresiko tinggi.

Salah satu petugas TRC BPBD Buleleng Gede Sudiasa disela-sela pekerjaan sebagai petugas pemulasaran jenazah Covid-19 mengaku

sebagai petugas pemakaman pantang pulang sebelum jenazah yang dikebumikan benar-benar steril dan pemakaman sudah memenuhi standar protokol Covid-19.

Kemudian jenazah tidak boleh terlalu lama sehingga minimal waktu yang diberikan pemakaman dari mengambil jenazah sampai dikebumikan sekitar 4 jam.

Sebagai petugas pemakaman Covid-19 rasa khawatir tertular Covid-19 pasti ada. Apalagi Sudiasa di BPBD dan kawan TRC lainnya terbilang baru menangani perihal pemakaman pasien Covid-19 yang meninggal dunia.

“Baru-baru ada rasa cemas dan kekhawatiran. Resiko tertular tinggi. Tetapi ini sudah menjadi tugas dari pimpinan dan gugus tugas Covid-19. Kami harus laksanakan.

Toh juga demi keselamatan bersama dan masyarakat. Satu prinsip sebagai petugas pemakanan adalah m1enjalankan misi kemanusian,” ungkap pria berusia 56 yang juga selaku koordinator regu pemakaman jenazah Covid-19 BPBD Buleleng.

Diakuinya kembali, banyak suka dan duka harus dilalui sebagai petugas pemakanan. Mulai dari kecelakaan lalu lintas sebanyak 2 kali yang dialami anggotanya hingga dirinya yang menabrak salah satu anggota polisi Polres Buleleng.

Belum lagi berhadapan dengan masyarakat dan keluarga pasien. Biasanya ketika melaksanakan pemakaman masih banyak masyarakat yang awam dan tak percaya dengan Covid-19.

Mulai dari penolakan, adu argumen, dimarahi. Bahkan ada dari keluarga pasien yang ingin membuka jenazah Covid-19 dan ingin menguburkan secara pribadi.

“Saya dan kawan lainnya dibentak pernah, ditolak pernah. Ya, hampir semua sudah kami temui. Hanya saja belum ada pengucilan ditengah

masyarakat kami sebagai petugas Covid-19,” ujarnya Sudiasa yang ditemui bersama petugas pemakanan lainnya Nyoman Darma Kurniawan dan Putu Sucika.

Sebagai petugas pemulasaran jenazah Covid-19 ada beberapa hal yang penting dan ketat selalu ia lakukan dengan kawan petugas pemakanan.

Di antaranya selalu memastikan kondisi APD yang digunakan benar-benar terpasang dan menutup seluruh bagian tubuh hingga wajah.

Stamina tubuh dalam kondisi fit, cek semua peralatan yang digunakan, periksa kondisi mobil ambulans dan pengantar. Kemudian tidak lupa berdoa sebelum berangkat,

Demikian sebaliknya ketika melakukan pemulasaran jenazah. Jenazah dimandikan, di semprotkan disinfektan, baru dilapisi plastik semprot kembali disinfektan bagus dibungkus kain dan dimasukkan kedalam peti mati.

“Nah pada saat dimakan. Pastikan kondisi di area penguburan tidak banyak kerumunan. Hanya keluarga pasien saja dan lokasi benar-benar steril,” terangnya.

Tidak hanya itu, sebagai petugas ketika pulang ke rumah bertemu istri dan anak sanak saudara harus dalam kondisi bersih dan cek suhu tubuh.

APD yang digunakan saat penguburan sekali pakai langsung dibakar. Bahkan sebagai petugas pihaknya setiap saat harus melakukan rapid test.

Dia menambahkan sebagai petugas pemakanan Covid-19 sudah tak mengenal waktu dan bertemu keluarga. Kapan dipanggil atau dihubungi melakukan pemakaman jenazah harus siap selalu.

“Saya pernah alami baru pulang dari kantor lepas sepatu. Telepon berdering diinfokan oleh pimpinan dan gugus tugas lakukan segera pemakaman jenazah.

Namanya tugas harus kami laksanakan. Maka ada istilah di kawan TRC BPBD pantang pulang sebelum selesai bertugas,” ungkapnya.

Selama ini pemakaman jenazah Covid-19 bukan hanya berlokasi seputaran wilayah Buleleng. Melainkan ke daerah kabupaten lainnya. Seperti Klungkung dan Bangli.

Kemudian untuk menjaga kondisi tubuh dan juga stress. Selain vitamin yang diberikan oleh gugus tugas Covid-19 juga pola makan harus teratur.

Sedangkan agar tidak stress selain selalu intens bertemu kawan-kawan sesame tim TRC juga sela-sela bekerja main pingpong.

“Namun yang paling ampuh menghilang stres bertemu keluarga dan anak ketika usai bertugas. Keluarga saya dan kawan-kawan dari keluarga TRC awalnya sempat khawatir kini tidak.

Lebih banyak mensupport. Justru mereka selalu mengingat akan keselamatan dan menjaga kondisi tubuh,” pungkasnya.(*)

 

Selain perjuangan berat yang harus ditempuh para petugas medis yang menjadi garda terdepan menangani pasien terkonfirmasi Covid-19, tugas berat diambil tim reaksi cepat (TRC) BPBD Buleleng.

Mereka ikut berjibaku memakamkan jenazah Covid-19. Mereka harus memastikan jenazah Covid-19 terkubur sesuai protokol kesehatan agar tak terjadi penularan

 

 

JULIADI, Singaraja

SUDAH sebulan lebih tim reaksi cepat (TRC) BPBD Buleleng dilibatkan dalam penanganan pasien Covid-19.

Mereka bukan sebagai petugas medis. Melainkan ditugaskan khusus sebagai pemulasaran dan pemakaman jenazah Covid-19.

Tim reaksi cepat BPBD berjumlah 27 orang yang terbagi menjadi 4 regu. Mereka tak menyangka terlibat sebagai tim penanganan Covid-19 sejak Agustus lalu.

Pasalnya mereka yang bekerja di BPBD hanya tahu penanganan bencana daerah. Seperti pohon tumbang, suplai air bagi masyarakat kekeringan, menyiapkan dapur darurat bagi korban bencana alam sampai proses evakuasi korban bencana.

Memang menjadi petugas pemakaman tidak harus memiliki skill dan keilmuan secara spesifik. Namun butuh fisik dan keberanian lantaran sebagai petugas pemakanan mereka sangat rentan tertular dan beresiko tinggi.

Salah satu petugas TRC BPBD Buleleng Gede Sudiasa disela-sela pekerjaan sebagai petugas pemulasaran jenazah Covid-19 mengaku

sebagai petugas pemakaman pantang pulang sebelum jenazah yang dikebumikan benar-benar steril dan pemakaman sudah memenuhi standar protokol Covid-19.

Kemudian jenazah tidak boleh terlalu lama sehingga minimal waktu yang diberikan pemakaman dari mengambil jenazah sampai dikebumikan sekitar 4 jam.

Sebagai petugas pemakaman Covid-19 rasa khawatir tertular Covid-19 pasti ada. Apalagi Sudiasa di BPBD dan kawan TRC lainnya terbilang baru menangani perihal pemakaman pasien Covid-19 yang meninggal dunia.

“Baru-baru ada rasa cemas dan kekhawatiran. Resiko tertular tinggi. Tetapi ini sudah menjadi tugas dari pimpinan dan gugus tugas Covid-19. Kami harus laksanakan.

Toh juga demi keselamatan bersama dan masyarakat. Satu prinsip sebagai petugas pemakanan adalah m1enjalankan misi kemanusian,” ungkap pria berusia 56 yang juga selaku koordinator regu pemakaman jenazah Covid-19 BPBD Buleleng.

Diakuinya kembali, banyak suka dan duka harus dilalui sebagai petugas pemakanan. Mulai dari kecelakaan lalu lintas sebanyak 2 kali yang dialami anggotanya hingga dirinya yang menabrak salah satu anggota polisi Polres Buleleng.

Belum lagi berhadapan dengan masyarakat dan keluarga pasien. Biasanya ketika melaksanakan pemakaman masih banyak masyarakat yang awam dan tak percaya dengan Covid-19.

Mulai dari penolakan, adu argumen, dimarahi. Bahkan ada dari keluarga pasien yang ingin membuka jenazah Covid-19 dan ingin menguburkan secara pribadi.

“Saya dan kawan lainnya dibentak pernah, ditolak pernah. Ya, hampir semua sudah kami temui. Hanya saja belum ada pengucilan ditengah

masyarakat kami sebagai petugas Covid-19,” ujarnya Sudiasa yang ditemui bersama petugas pemakanan lainnya Nyoman Darma Kurniawan dan Putu Sucika.

Sebagai petugas pemulasaran jenazah Covid-19 ada beberapa hal yang penting dan ketat selalu ia lakukan dengan kawan petugas pemakanan.

Di antaranya selalu memastikan kondisi APD yang digunakan benar-benar terpasang dan menutup seluruh bagian tubuh hingga wajah.

Stamina tubuh dalam kondisi fit, cek semua peralatan yang digunakan, periksa kondisi mobil ambulans dan pengantar. Kemudian tidak lupa berdoa sebelum berangkat,

Demikian sebaliknya ketika melakukan pemulasaran jenazah. Jenazah dimandikan, di semprotkan disinfektan, baru dilapisi plastik semprot kembali disinfektan bagus dibungkus kain dan dimasukkan kedalam peti mati.

“Nah pada saat dimakan. Pastikan kondisi di area penguburan tidak banyak kerumunan. Hanya keluarga pasien saja dan lokasi benar-benar steril,” terangnya.

Tidak hanya itu, sebagai petugas ketika pulang ke rumah bertemu istri dan anak sanak saudara harus dalam kondisi bersih dan cek suhu tubuh.

APD yang digunakan saat penguburan sekali pakai langsung dibakar. Bahkan sebagai petugas pihaknya setiap saat harus melakukan rapid test.

Dia menambahkan sebagai petugas pemakanan Covid-19 sudah tak mengenal waktu dan bertemu keluarga. Kapan dipanggil atau dihubungi melakukan pemakaman jenazah harus siap selalu.

“Saya pernah alami baru pulang dari kantor lepas sepatu. Telepon berdering diinfokan oleh pimpinan dan gugus tugas lakukan segera pemakaman jenazah.

Namanya tugas harus kami laksanakan. Maka ada istilah di kawan TRC BPBD pantang pulang sebelum selesai bertugas,” ungkapnya.

Selama ini pemakaman jenazah Covid-19 bukan hanya berlokasi seputaran wilayah Buleleng. Melainkan ke daerah kabupaten lainnya. Seperti Klungkung dan Bangli.

Kemudian untuk menjaga kondisi tubuh dan juga stress. Selain vitamin yang diberikan oleh gugus tugas Covid-19 juga pola makan harus teratur.

Sedangkan agar tidak stress selain selalu intens bertemu kawan-kawan sesame tim TRC juga sela-sela bekerja main pingpong.

“Namun yang paling ampuh menghilang stres bertemu keluarga dan anak ketika usai bertugas. Keluarga saya dan kawan-kawan dari keluarga TRC awalnya sempat khawatir kini tidak.

Lebih banyak mensupport. Justru mereka selalu mengingat akan keselamatan dan menjaga kondisi tubuh,” pungkasnya.(*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/