32.6 C
Jakarta
25 November 2024, 11:15 AM WIB

Stop Berlayar, JNE Kirim Adenium Koming ke Pelosok Negeri

Merana karena corona. Kondisi inilah yang diderita Bali. Andalkan pariwisata, ekonomi Bali jatuh hingga -12,28%. Sebaliknya, pengangguran meroket jadi 144,5 ribu atau naik 267,8%.

Angka kematian yang tembus 500 pasien dan mutasi Covid-19 diprediksi jadi alarm masa suram Bali pada 2021.

Namun, nasib buruk ini kemungkinan tak berlaku bagi member JNE Loyalty Card (JLC), I Komang Paramita, 36.

 

 

I KADEK SURYA KENCANA, Denpasar

ADA harapan menyongsong hari esok lebih cerah. Semangat ini digelorakan I Komang Paramita, 36.

Bermodal sepetak ruang kosong di kos-kosannya, Jalan Sedap Malam Gang Ratna No. 4, Desa Kesiman Petilan, Denpasar Timur, kesedihan tak bisa berlayar berhasil ia obati.

Cerita getir akibat virus corona dan pahitnya kehilangan pemasukan dari sektor pariwisata dijawab ayah satu anak ini lewat budidaya adenium.

Berkat ketekunannya, Koming- panggilan akrab I Komang Paramita- kerap mengirim “si getah pahit” adenium hingga ke sejumlah provinsi.

Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) menjadi mitra setia eks Pekerja Migran Indonesia (PMI) itu. Tercatat, tepat di Hari Suci Natal, Jumat (25/12) pukul 13.08.12 siang, Koming melakukan transaksi via member JNE Loyalty Card (JLC) sejumlah Rp 771.000 dengan tujuan Sumatera Utara.

Empat adenium ia terbangkan ke Paris van Sumatera, Medan, yakni Thaisoco KHZ dan Thaisoco Golden Crown.

“Saya pakai jasa JNE kurang lebih sejak 3 tahun lalu. Pertama kali kirim adenium silangan Thaisoco Black KHZ- Black Queen ke luar Bali tahun 2018. Tujuannya ke Jawa Tengah,” ucap pemilik JLC dengan id member 0735589220 ditemui di Kesiman Adenium Farm, Sabtu (26/12) pagi.

Suami Putu Dian Ary Stevany, 33, itu mengatakan sebagai member JLC dirinya mendapat sejumlah keuntungan.

Dengan 40 poin dapat voucher ongkir (ongkos kirim) gratis Rp 20 ribu, 100 poin Rp 50 ribu ongkir gratis, 200 poin Rp 100 ribu ongkir gratis.

Poin-poin itu ungkapnya juga bisa ditukarkan atau menjadi alat pembayaran di sejumlah tempat alias merchant.

“Pengiriman adenium menggunakan JNE ke Pulau Jawa tidak terlalu terkena efek pandemi. Kalau ke Sumatera, Sulawesi, dan sejumlah tempat saya rasakan efeknya.

Ini karena pemberlakuan pengetatan di pintu-pintu masuk. Astungkara, JNE membantu adenium-adenium saya sampai ke konsumen,” ungkap ayah I Kadek Davin Chandra yang kini berusia 1 tahun 9 bulan.

Tentang jenis adenium incaran konsumen, Koming menyebut dominan yang berpostur gemuk dengan warna kulit batang khas, seperti hitam atau kuning.

Adenium dengan percabangan bagus dan rapat juga sangat diminati. Selain berupa pohon, pria asli Rendang, Kabupaten Karangasem ber-KTP Denpasar itu juga memanfaatkan JNE untuk mengirim biji adenium hingga seluruh pelosok negeri.

Pesanan demi pesanan itu dia akui membuat dirinya bisa bernafas lega setelah sang istri yang juga berstatus PMI terpaksa berlabuh lebih awal pasca kasus pertama Covid-19 diumumkan di Indonesia, Senin, 2 Maret 2020 silam.

“Yang sekarang sedang naik daun adenium arabicum Godji yang indukannya impor dari Thailand. Sudah berhasil disemai di Indonesia, khususnya di kebun saya.

Kalau sudah label Godji pasti melek mata konsumen. Kalau jenis Thaisoco gaya buntek atau montok baru penghobi tertarik.

Pemain lawas, mereka cenderung mengutamakan karakter si adenium. Di masa korona, yang buntek-buntek sedang diburu,” urainya.

Soal jenis adenium yang berhasil dibudidayakan, pria murah senyum yang kini 100 persen mengandalkan hidup dari berjualan tanaman hias itu menyodorkan 7 nama.

Terdiri atas Thaisoco Petchbanna, Arabicum, Somalense, Golden Crown, Black Khao Hin Zon, Godji, dan RCN Yellow Arabicum.

“Per pohon saya jual kisaran harga Rp 30 ribu sampai Rp 2 juta ke atas bergantung kualitas. Untuk biji saya jual per paket.

Isi 15 hingga 20 biji seharga Rp 100 ribu bergantung jenis. Kalau jenis yang khusus beda lagi. 10 hingga 12 biji seharga Rp 100 ribu,” bebernya.

Menjawab selera pasar, Koming juga menjual adenium jenis obesum atau kamboja jepang yang di-grafting alias disambung bunga tumpuk beraneka warna.

Flashback ke belakang, Koming merinci sudah mengirim sekitar 150 paket adenium dan 100 paket biji melalui jasa JNE, tepatnya JNE Jalan Hayam Wuruk No. 141, Kelurahan Sumerta, Denpasar Timur.

“Bagi saya JNE membantu karena simple (sederhana, red). Menggunakan jasa pengiriman lain di masa pandemi lumayan lama proses sampainya,” ucap Koming sembari memuji JNE karena tak libur di Hari Natal sehingga ia bisa mengirim pesanan ke Medan.

Meski demikian, ia tak menampik masih ada pekerjaan rumah bagi JNE khusus pengiriman ke Papua, Irianjaya.

Sebagai pelanggan setia, Koming memberi masukan yang bersifat konstruktif terkait hal itu. Pasalnya, durasi pengiriman dari Pulau Jawa ke Papua jauh lebih singkat dibandingkan Bali-Papua.

“Sekitar 3 bulan lalu, saya mendapatkan calon pembeli dari Papua. JNE menjawab pengiriman dari Bali ke Papua memakan waktu minimal 1 hingga 2 bulan baru sampai.

Tak hanya JNE, jasa pengiriman lain ternyata juga menyampaikan hal sama bahkan lebih lama. Saya jadi berpikir karena dari Pulau Jawa bisa cepat sampai ke Papua; sekitar seminggu.

Petugas JNE yang saya tanya menjawab rutenya berbeda. Semoga ke depan bisa lebih cepat karena saya pribadi sangat mengandalkan JNE,” harapnya.

Tak ingin calon konsumen kecewa karena adenium yang dikirim berpeluang tidak fresh alias busuk, Koming mengaku membatalkan transaksi dengan seorang pendeta asal Papua tersebut.

“Saya kasihan sama pohon dan Bapak Pendeta juga. Saya jawab begitu. Bukan masalah uang, tetapi lebih pada penghargaan saya terhadap si pohon adenium dan konsumen. Saya juga tak ingin JNE kena semprot karena pohon yang sampai busuk,” tandasnya.

Khusus pengiriman adenium via JNE di Bali, Kesiman Adenium Farm diketahui merambah Kabupaten Karangasem, Jembrana, Tabanan, Buleleng, Gianyar, Bangli, dan Klungkung.

Koming menyebut untuk lokasi terjauh, yakni Jembrana dan Karangasem dirinya kena ongkir relatif murah, yakni kisaran Rp 12-15 ribu rupiah.

Menariknya, untuk pengiriman di wilayah Kota Denpasar dan sekitarnya, JNE menyediakan pelayanan free pickup.

“Tapi tidak bisa mendadak. Jasa gratis pickup itu setahu saya dilayani di waktu jam kerja saja. Saya pribadi belum pernah menggunakan servis itu,

tapi berencana segera memanfaatkannya,” ujarnya sambil nyeruput kopi dan memetik helai-helai daun adenium yang menguning di kebunnya.

Terkait kiat mengirim adenium jarak jauh agar tetap fresh dan konsumen puas, Koming menyebut ada banyak cara.

Ada adenium yang dikirim dengan media tanah atau dicabut. Untuk yang dicabut ia menyebut adenium harus benar-benar kering.

Daun dihilangkan untuk mengurangi penguapan kemudian dibungkus dengan tisu atau koran bekas.

Proses pengeringan secara maksimal, baik dengan cara dijemur atau diangin-anginkan merupakan kunci utama agar adenium yang dikirim tidak busuk dalam perjalanan menuju ke tangan konsumen.

Tak hanya dari Bali dan provinsi lain di Indonesia, beberapa kali adenium silangan Koming yang diunggah di media sosial juga dibidik konsumen luar negeri. Salah satunya asal Bangladesh, Asia Selatan.

“Waktu ini, ada calon pembeli dari Bangladesh. Ia mau beli biji adenium 1.000 buah. Saya belum berani meladeni karena harus mengurus izin khusus di bea cukai.

Akhirnya saya oper ke rekan yang lain. Ke depan akan saya coba dan semoga bisa dikirim menggunakan jasa JNE,” harapnya.

Selain menjual Koming pun memanfaatkan JNE saat membeli varian adenium dari luar Bali. Di awal kecintaannya pada adenium 2017 silam,

ia tak segan-segan merogoh kocek hingga Rp 1 juta untuk memiliki jenis Thaisoco Black KHZ dan Thaisoco Black Queen.

Dari kawin silang dua adenium inilah akhirnya lahir adenium-adenium berkulit hitam di Pulau Bali. “Saya belajar secara otodidak dan menyimak tutorial dari media sosial.

Selain rajin bertanya pada penghobi adenium lain, saya juga ikut grup whatsapp khusus adenium di Bali,” paparnya.

Koming meyakini adenium tak akan mati dimakan zaman. Berbekal keyakinan itu, ia pun total terjun sebagai penghobi sekaligus pebisnis “si getah pahit”.

Suka duka atas pilihan itu siap ia hadapi. Contohnya, meski disiplin menyiram dengan “ramuan” Photosynthetic Bakteria yang dibuat

dari adonan telur bebek atau ayam kampung dicampur vetsin (monosodium glutamate/MSG), ia masih sering mendapati adenium kesayangannya membusuk.

Yang terbaru, Koming pun harus tabah mendapati dua koleksi adeniumnya digondol maling, Kamis, 24 Desember 2020 lalu.

“Jenis Thaisoco Golden Crown dan Black KHZ. Kerugian sekitar Rp 2 juta rupiah. Saya hanya bisa pasrah,” keluhnya. Walau pasrah, Koming mengaku optimis rezeki lain akan menghampirinya.

Ia berdoa pesanan demi pesanan datang dan JNE mengantarkannya ke tangan pembeli dengan penuh senyuman. (*)

Merana karena corona. Kondisi inilah yang diderita Bali. Andalkan pariwisata, ekonomi Bali jatuh hingga -12,28%. Sebaliknya, pengangguran meroket jadi 144,5 ribu atau naik 267,8%.

Angka kematian yang tembus 500 pasien dan mutasi Covid-19 diprediksi jadi alarm masa suram Bali pada 2021.

Namun, nasib buruk ini kemungkinan tak berlaku bagi member JNE Loyalty Card (JLC), I Komang Paramita, 36.

 

 

I KADEK SURYA KENCANA, Denpasar

ADA harapan menyongsong hari esok lebih cerah. Semangat ini digelorakan I Komang Paramita, 36.

Bermodal sepetak ruang kosong di kos-kosannya, Jalan Sedap Malam Gang Ratna No. 4, Desa Kesiman Petilan, Denpasar Timur, kesedihan tak bisa berlayar berhasil ia obati.

Cerita getir akibat virus corona dan pahitnya kehilangan pemasukan dari sektor pariwisata dijawab ayah satu anak ini lewat budidaya adenium.

Berkat ketekunannya, Koming- panggilan akrab I Komang Paramita- kerap mengirim “si getah pahit” adenium hingga ke sejumlah provinsi.

Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) menjadi mitra setia eks Pekerja Migran Indonesia (PMI) itu. Tercatat, tepat di Hari Suci Natal, Jumat (25/12) pukul 13.08.12 siang, Koming melakukan transaksi via member JNE Loyalty Card (JLC) sejumlah Rp 771.000 dengan tujuan Sumatera Utara.

Empat adenium ia terbangkan ke Paris van Sumatera, Medan, yakni Thaisoco KHZ dan Thaisoco Golden Crown.

“Saya pakai jasa JNE kurang lebih sejak 3 tahun lalu. Pertama kali kirim adenium silangan Thaisoco Black KHZ- Black Queen ke luar Bali tahun 2018. Tujuannya ke Jawa Tengah,” ucap pemilik JLC dengan id member 0735589220 ditemui di Kesiman Adenium Farm, Sabtu (26/12) pagi.

Suami Putu Dian Ary Stevany, 33, itu mengatakan sebagai member JLC dirinya mendapat sejumlah keuntungan.

Dengan 40 poin dapat voucher ongkir (ongkos kirim) gratis Rp 20 ribu, 100 poin Rp 50 ribu ongkir gratis, 200 poin Rp 100 ribu ongkir gratis.

Poin-poin itu ungkapnya juga bisa ditukarkan atau menjadi alat pembayaran di sejumlah tempat alias merchant.

“Pengiriman adenium menggunakan JNE ke Pulau Jawa tidak terlalu terkena efek pandemi. Kalau ke Sumatera, Sulawesi, dan sejumlah tempat saya rasakan efeknya.

Ini karena pemberlakuan pengetatan di pintu-pintu masuk. Astungkara, JNE membantu adenium-adenium saya sampai ke konsumen,” ungkap ayah I Kadek Davin Chandra yang kini berusia 1 tahun 9 bulan.

Tentang jenis adenium incaran konsumen, Koming menyebut dominan yang berpostur gemuk dengan warna kulit batang khas, seperti hitam atau kuning.

Adenium dengan percabangan bagus dan rapat juga sangat diminati. Selain berupa pohon, pria asli Rendang, Kabupaten Karangasem ber-KTP Denpasar itu juga memanfaatkan JNE untuk mengirim biji adenium hingga seluruh pelosok negeri.

Pesanan demi pesanan itu dia akui membuat dirinya bisa bernafas lega setelah sang istri yang juga berstatus PMI terpaksa berlabuh lebih awal pasca kasus pertama Covid-19 diumumkan di Indonesia, Senin, 2 Maret 2020 silam.

“Yang sekarang sedang naik daun adenium arabicum Godji yang indukannya impor dari Thailand. Sudah berhasil disemai di Indonesia, khususnya di kebun saya.

Kalau sudah label Godji pasti melek mata konsumen. Kalau jenis Thaisoco gaya buntek atau montok baru penghobi tertarik.

Pemain lawas, mereka cenderung mengutamakan karakter si adenium. Di masa korona, yang buntek-buntek sedang diburu,” urainya.

Soal jenis adenium yang berhasil dibudidayakan, pria murah senyum yang kini 100 persen mengandalkan hidup dari berjualan tanaman hias itu menyodorkan 7 nama.

Terdiri atas Thaisoco Petchbanna, Arabicum, Somalense, Golden Crown, Black Khao Hin Zon, Godji, dan RCN Yellow Arabicum.

“Per pohon saya jual kisaran harga Rp 30 ribu sampai Rp 2 juta ke atas bergantung kualitas. Untuk biji saya jual per paket.

Isi 15 hingga 20 biji seharga Rp 100 ribu bergantung jenis. Kalau jenis yang khusus beda lagi. 10 hingga 12 biji seharga Rp 100 ribu,” bebernya.

Menjawab selera pasar, Koming juga menjual adenium jenis obesum atau kamboja jepang yang di-grafting alias disambung bunga tumpuk beraneka warna.

Flashback ke belakang, Koming merinci sudah mengirim sekitar 150 paket adenium dan 100 paket biji melalui jasa JNE, tepatnya JNE Jalan Hayam Wuruk No. 141, Kelurahan Sumerta, Denpasar Timur.

“Bagi saya JNE membantu karena simple (sederhana, red). Menggunakan jasa pengiriman lain di masa pandemi lumayan lama proses sampainya,” ucap Koming sembari memuji JNE karena tak libur di Hari Natal sehingga ia bisa mengirim pesanan ke Medan.

Meski demikian, ia tak menampik masih ada pekerjaan rumah bagi JNE khusus pengiriman ke Papua, Irianjaya.

Sebagai pelanggan setia, Koming memberi masukan yang bersifat konstruktif terkait hal itu. Pasalnya, durasi pengiriman dari Pulau Jawa ke Papua jauh lebih singkat dibandingkan Bali-Papua.

“Sekitar 3 bulan lalu, saya mendapatkan calon pembeli dari Papua. JNE menjawab pengiriman dari Bali ke Papua memakan waktu minimal 1 hingga 2 bulan baru sampai.

Tak hanya JNE, jasa pengiriman lain ternyata juga menyampaikan hal sama bahkan lebih lama. Saya jadi berpikir karena dari Pulau Jawa bisa cepat sampai ke Papua; sekitar seminggu.

Petugas JNE yang saya tanya menjawab rutenya berbeda. Semoga ke depan bisa lebih cepat karena saya pribadi sangat mengandalkan JNE,” harapnya.

Tak ingin calon konsumen kecewa karena adenium yang dikirim berpeluang tidak fresh alias busuk, Koming mengaku membatalkan transaksi dengan seorang pendeta asal Papua tersebut.

“Saya kasihan sama pohon dan Bapak Pendeta juga. Saya jawab begitu. Bukan masalah uang, tetapi lebih pada penghargaan saya terhadap si pohon adenium dan konsumen. Saya juga tak ingin JNE kena semprot karena pohon yang sampai busuk,” tandasnya.

Khusus pengiriman adenium via JNE di Bali, Kesiman Adenium Farm diketahui merambah Kabupaten Karangasem, Jembrana, Tabanan, Buleleng, Gianyar, Bangli, dan Klungkung.

Koming menyebut untuk lokasi terjauh, yakni Jembrana dan Karangasem dirinya kena ongkir relatif murah, yakni kisaran Rp 12-15 ribu rupiah.

Menariknya, untuk pengiriman di wilayah Kota Denpasar dan sekitarnya, JNE menyediakan pelayanan free pickup.

“Tapi tidak bisa mendadak. Jasa gratis pickup itu setahu saya dilayani di waktu jam kerja saja. Saya pribadi belum pernah menggunakan servis itu,

tapi berencana segera memanfaatkannya,” ujarnya sambil nyeruput kopi dan memetik helai-helai daun adenium yang menguning di kebunnya.

Terkait kiat mengirim adenium jarak jauh agar tetap fresh dan konsumen puas, Koming menyebut ada banyak cara.

Ada adenium yang dikirim dengan media tanah atau dicabut. Untuk yang dicabut ia menyebut adenium harus benar-benar kering.

Daun dihilangkan untuk mengurangi penguapan kemudian dibungkus dengan tisu atau koran bekas.

Proses pengeringan secara maksimal, baik dengan cara dijemur atau diangin-anginkan merupakan kunci utama agar adenium yang dikirim tidak busuk dalam perjalanan menuju ke tangan konsumen.

Tak hanya dari Bali dan provinsi lain di Indonesia, beberapa kali adenium silangan Koming yang diunggah di media sosial juga dibidik konsumen luar negeri. Salah satunya asal Bangladesh, Asia Selatan.

“Waktu ini, ada calon pembeli dari Bangladesh. Ia mau beli biji adenium 1.000 buah. Saya belum berani meladeni karena harus mengurus izin khusus di bea cukai.

Akhirnya saya oper ke rekan yang lain. Ke depan akan saya coba dan semoga bisa dikirim menggunakan jasa JNE,” harapnya.

Selain menjual Koming pun memanfaatkan JNE saat membeli varian adenium dari luar Bali. Di awal kecintaannya pada adenium 2017 silam,

ia tak segan-segan merogoh kocek hingga Rp 1 juta untuk memiliki jenis Thaisoco Black KHZ dan Thaisoco Black Queen.

Dari kawin silang dua adenium inilah akhirnya lahir adenium-adenium berkulit hitam di Pulau Bali. “Saya belajar secara otodidak dan menyimak tutorial dari media sosial.

Selain rajin bertanya pada penghobi adenium lain, saya juga ikut grup whatsapp khusus adenium di Bali,” paparnya.

Koming meyakini adenium tak akan mati dimakan zaman. Berbekal keyakinan itu, ia pun total terjun sebagai penghobi sekaligus pebisnis “si getah pahit”.

Suka duka atas pilihan itu siap ia hadapi. Contohnya, meski disiplin menyiram dengan “ramuan” Photosynthetic Bakteria yang dibuat

dari adonan telur bebek atau ayam kampung dicampur vetsin (monosodium glutamate/MSG), ia masih sering mendapati adenium kesayangannya membusuk.

Yang terbaru, Koming pun harus tabah mendapati dua koleksi adeniumnya digondol maling, Kamis, 24 Desember 2020 lalu.

“Jenis Thaisoco Golden Crown dan Black KHZ. Kerugian sekitar Rp 2 juta rupiah. Saya hanya bisa pasrah,” keluhnya. Walau pasrah, Koming mengaku optimis rezeki lain akan menghampirinya.

Ia berdoa pesanan demi pesanan datang dan JNE mengantarkannya ke tangan pembeli dengan penuh senyuman. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/