Berawal dari keinginan memanfaatkan ampas sarang lebah trigona atau kele, Kelompok Sari Amertha di Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan,
Klungkung akhirnya berhasil membuat produk sabun berbahan baku ekstrak dari ampas sarang dan madu lebah trigona. Seperti apa?
DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura
SABUN kelle. Itulah nama produk yang diproduksi Kelompok Sari Amertha di Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung.
Sabun itu diproduksi dari ampas sarang lebah trigona atau kele. Yang menarik, meski diproduksi dengan peralatan yang sederhana, Sabun Kelle tidak hanya dipasarkan di wilayah Bali, namun juga luar Bali.
Bahkan, juga diminati wisatawan mancanegara. Ketua Kelompok Sari Amertha Ni Komang Dessy Wiryantini saat ditemui di tempat produksi di Desa Aan, mengungkapkan,
Sabun Kelle ini berhasil diproduksi berkat keinginan warga setempat memanfaatkan ampas sarang lebah trigona yang selama ini terbuang setelah berhasil mengambil madunya.
Berkat mencari berbagai literatur, akhirnya ditemukan bahwa ampas sarang lebah trigona bisa dimanfaatkan sebagai sabun.
“Dilakukan berbagai percobaan untuk mendapatkan formula yang tepat dan akhirnya berhasil. Kelompok ini pun akhirnya dibentuk pada 10 Desember 2018 untuk mengembangkan produk ini,” katanya.
Berbahan baku ekstrak ampas sarang dan madu lebah trigona, Sabun Kelle diproduksi dengan peralatan yang sederhana dan tanpa zat kimia.
Bahkan, untuk minyak kelapa murni atau VCO yang merupakan bahan baku dari produk ini, dibuat sendiri oleh anggota kelompok.
“Produk ini tentunya baik untuk kesehatan kulit, seperti untuk menghaluskan kulit dan lainnya. Untuk madunya,
kami datangkan dari Tabanan, dan Jawa karena kami baru mencoba untuk melakukan budidaya lebah kelenya,” ungkapnya.
Karena masih diproduksi dengan peralatan yang sederhana, kelompok yang beranggotakan 10 orang anggota ini baru bisa memproduksi 120 batang sabun per harinya.
Dijual dengan harga Rp 35 ribu per batang, sabun ini tidak hanya diminati warga Bali, namun juga luar Bali.
Bahkan, wisatawan mancanegara dan WNA yang tinggal di Bali tertarik dengan sabun ini. “Untuk pengiriman ke Jawa saja itu sekitar 30 lusin per bulan,” ujarnya.
Dijelaskannya, untuk saat ini Kelompok Sari Amertha belum bisa memasarkan produknya ini secara luas lantaran masih dalam proses mengurus izin BPOM.
Selama ini pihaknya mengaku melakukan penasaran produk melalui media sosial dan juga dari mulut ke mulut.
“Kami belum bisa memasarkan produk sabun kami ini ke toko-toko, hotel dan lainnya karena kami masih mengurus izin. Jadi dari mulut ke mulut pemasarannya.
Untuk pemasaran ke wisatawan, itu karena tempat produksi kami dikunjungi wisatawan yang diajak oleh pelaku pariwisata di desa ini,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya berharap izin BPOM produk ini bisa segera keluar sehingga bisa dipasarkan secara luas.
Dengan begitu, akan semakin banyak warga desa setempat yang bisa direkrut sebagai anggota untuk mengembangkan produk ini. (*)