26.9 C
Jakarta
26 April 2024, 1:03 AM WIB

Bermodal Kerja Keras, Sulap Sampah Jadi Barang Bernilai Ekonomi Tinggi

BANYAK orang yang menganggap bahwa kayu bekas mebel itu barang yang tidak berguna. Namun tidak bagi pengerajin bokor dan dulang Nyiur Indah di Dusun Pondok, Desa Petandakan Buleleng. Limbah kayu membel dikumpul kemudian didaur ulang menjadi bokor dan dulang.

JULIADI, Buleleng

Di tengah krisis bahan baku pembuatan Bokor dan Dulang yang terbuat dari kayu. Tak membuat usaha kerajinan bokor dan dulang milik Gede Merta Sariada lesu.

Namun dari hasil kerja keras dengan mengolah sisa limbah kayu mebel sebagai bahan pembuatan bokor dan dulang mampu bertahan. Meski saat ini banyak bermunculan bokor dan dulang terbuat dari bahan koran dan ulatan bambu.

Ketika Jawa Pos Radar Bali bertandang ke industri kerajinan bokor dan dulang Gede Merta Sariada di Dusun Pondok, Desa Petandakan, Jumat (28/2) kemarin.

Tampak sekitar 5 orang pekerja sedang fokus menyelesaikan ratusan tumpukan bokor dan dulang. Mengingat bokor dan dulang di hari Raya Galungan dan Kuningan cukup ramai pemesanan.

Rumah Industri kerajianan bokor dan dulang bernama Nyiur Indah tersebut sudah terkenal sejak dulu di Buleleng. Karena memiliki ciri khas tersendiri.

Pemilik industri kerajinan bokor dan dulang Gede Merta Sariada mengaku mulai membuat dulang dan bokor sejak tahun 2006 usai meletus bom Bali II. Beralih ke pembuatan bokor kala itu, karena lemah perekonomian dan penjualan ukiran dan mebel di Bali.

“Bahkan saya sempat berpikir kembali ke pengerajin mebel. Namun karena melihat peluang bokor dan dulang memang tidak bisa lepas dari masyarakat Bali yang kental dengan adat istiadat dan keagamaan. Kemudian selalu dulang dan bokor untuk upacara.

Akhirnya memutuskan tetap menekuni pembuatan dulang dan bokor. Hingga sampai sekarang bertahan sudah 13 tahun,” cerita pria berusia 52 tahun ini.   

Proses pembuatan dulang dan bokor, karena memang sudah ada jiwa seni yang menurun dari kakek dan ayah. Tak membuat Gede Merta kesulitan. Dia belajar secara otodidak.

Diakui Gede Merta pembuatan bokor dan dulang yang dia buat melalui proses yang rumit dan cukup lama, karena harus melalui tahapan atau proses produksi yang harus mempunyai keterampilan khusus.

Mulai mengumpulkan bahan kayu, proses pembuatan dulang dan bokor, pengobatan meredam bokor dan dulang yang sudah terbntuk. Tujuannya, agar bokor dan dulang tidak dimakan rayap.

Barulah proses pengerikan pemanasan dengan api dalam sebuah tungku. Selanjutnya pemasangan variasi dan pengaplasan atau penghalusan, tahap akhir fhinising.

Pemberian warna pada bokor dan dulang yang biasanya pembeli lebih suka dengan wana alami.

“Bentuk, ukuran dari bokor dan dulang itu sendiri ada dalam berbagai macam. Tergantung dari permintaan dan pemesanan. Kami buat sesuai dengan kebutuhan pasar,” ungkapnya.

Gede Merta menambahkan bokor dan dulang yang dulunya dia buat bahan baku dari kayu mangga.

Namun sekarang kondisi bahan baku tidak mudah didapat. Sehingga mencoba ke hal yang baru. Selain itu khas dari bokor dan dulang uang ia buat, dengan kombinasi dan variasi bahan batok kelapa.

“Saat ini kami sudah manfaat pembuatan bokor dan dulang dari sisa limbah kayu mebel. Ketimbang sisa kayu mebel dibuang begitu saja, bahkan dijadikan kayu bakar. Ya kami manfaatkan menjadi barang bernilai,” tuturnya.  

Lanjut Gede Merta bokor dan dulang yang ia produksi setiap harinya. Penyelesaian tergantung dari tingkat ukuran dan bentuk bokor dan dulang. Sebulan kisaran bokor dan dulamng terselesaikan 300 buah sampai 400 buah dulang dan bokor.

Untuk pemasaran masih kepada pelanggan lokal. Belum mampu ke luar Bali. “Kami target memang warga Bali sendiri. Sehingga pemesaran ke daerah Gianyar, Klungkung, Tabanan, Denpasar, Jembrana, Buleleng dan Badung,” ungkap Gede Merta sambil menyebut sebanyak 10 orang warga desa yang dia pekerjakan saat ini.

Sebelum tahun 2015 permintaan bokor dan dulang lumayan ramai. Pembeli sampai datang langsung ke rumah Gede Merta. Tetapi sekarang sudah tidak, ini karena persaingan banyak pengerajin bokor baik dari bahan ulatan bambu, fiber dan koran. Sedangkan harga bokor dan dulang tergantung ukuran dari Rp 150 ribu sampai Rp 170 ribu.

“Meski banyak persaingan dipengerajin bokor kami tetap menjual kualitas. Kami buat bokor dengan tahan yang cukup lama dari kayu, kalau rusak bisa diservis kembali. Sehingga saat ini mampu tetap bertahan,” pungkasnya.

 

BANYAK orang yang menganggap bahwa kayu bekas mebel itu barang yang tidak berguna. Namun tidak bagi pengerajin bokor dan dulang Nyiur Indah di Dusun Pondok, Desa Petandakan Buleleng. Limbah kayu membel dikumpul kemudian didaur ulang menjadi bokor dan dulang.

JULIADI, Buleleng

Di tengah krisis bahan baku pembuatan Bokor dan Dulang yang terbuat dari kayu. Tak membuat usaha kerajinan bokor dan dulang milik Gede Merta Sariada lesu.

Namun dari hasil kerja keras dengan mengolah sisa limbah kayu mebel sebagai bahan pembuatan bokor dan dulang mampu bertahan. Meski saat ini banyak bermunculan bokor dan dulang terbuat dari bahan koran dan ulatan bambu.

Ketika Jawa Pos Radar Bali bertandang ke industri kerajinan bokor dan dulang Gede Merta Sariada di Dusun Pondok, Desa Petandakan, Jumat (28/2) kemarin.

Tampak sekitar 5 orang pekerja sedang fokus menyelesaikan ratusan tumpukan bokor dan dulang. Mengingat bokor dan dulang di hari Raya Galungan dan Kuningan cukup ramai pemesanan.

Rumah Industri kerajianan bokor dan dulang bernama Nyiur Indah tersebut sudah terkenal sejak dulu di Buleleng. Karena memiliki ciri khas tersendiri.

Pemilik industri kerajinan bokor dan dulang Gede Merta Sariada mengaku mulai membuat dulang dan bokor sejak tahun 2006 usai meletus bom Bali II. Beralih ke pembuatan bokor kala itu, karena lemah perekonomian dan penjualan ukiran dan mebel di Bali.

“Bahkan saya sempat berpikir kembali ke pengerajin mebel. Namun karena melihat peluang bokor dan dulang memang tidak bisa lepas dari masyarakat Bali yang kental dengan adat istiadat dan keagamaan. Kemudian selalu dulang dan bokor untuk upacara.

Akhirnya memutuskan tetap menekuni pembuatan dulang dan bokor. Hingga sampai sekarang bertahan sudah 13 tahun,” cerita pria berusia 52 tahun ini.   

Proses pembuatan dulang dan bokor, karena memang sudah ada jiwa seni yang menurun dari kakek dan ayah. Tak membuat Gede Merta kesulitan. Dia belajar secara otodidak.

Diakui Gede Merta pembuatan bokor dan dulang yang dia buat melalui proses yang rumit dan cukup lama, karena harus melalui tahapan atau proses produksi yang harus mempunyai keterampilan khusus.

Mulai mengumpulkan bahan kayu, proses pembuatan dulang dan bokor, pengobatan meredam bokor dan dulang yang sudah terbntuk. Tujuannya, agar bokor dan dulang tidak dimakan rayap.

Barulah proses pengerikan pemanasan dengan api dalam sebuah tungku. Selanjutnya pemasangan variasi dan pengaplasan atau penghalusan, tahap akhir fhinising.

Pemberian warna pada bokor dan dulang yang biasanya pembeli lebih suka dengan wana alami.

“Bentuk, ukuran dari bokor dan dulang itu sendiri ada dalam berbagai macam. Tergantung dari permintaan dan pemesanan. Kami buat sesuai dengan kebutuhan pasar,” ungkapnya.

Gede Merta menambahkan bokor dan dulang yang dulunya dia buat bahan baku dari kayu mangga.

Namun sekarang kondisi bahan baku tidak mudah didapat. Sehingga mencoba ke hal yang baru. Selain itu khas dari bokor dan dulang uang ia buat, dengan kombinasi dan variasi bahan batok kelapa.

“Saat ini kami sudah manfaat pembuatan bokor dan dulang dari sisa limbah kayu mebel. Ketimbang sisa kayu mebel dibuang begitu saja, bahkan dijadikan kayu bakar. Ya kami manfaatkan menjadi barang bernilai,” tuturnya.  

Lanjut Gede Merta bokor dan dulang yang ia produksi setiap harinya. Penyelesaian tergantung dari tingkat ukuran dan bentuk bokor dan dulang. Sebulan kisaran bokor dan dulamng terselesaikan 300 buah sampai 400 buah dulang dan bokor.

Untuk pemasaran masih kepada pelanggan lokal. Belum mampu ke luar Bali. “Kami target memang warga Bali sendiri. Sehingga pemesaran ke daerah Gianyar, Klungkung, Tabanan, Denpasar, Jembrana, Buleleng dan Badung,” ungkap Gede Merta sambil menyebut sebanyak 10 orang warga desa yang dia pekerjakan saat ini.

Sebelum tahun 2015 permintaan bokor dan dulang lumayan ramai. Pembeli sampai datang langsung ke rumah Gede Merta. Tetapi sekarang sudah tidak, ini karena persaingan banyak pengerajin bokor baik dari bahan ulatan bambu, fiber dan koran. Sedangkan harga bokor dan dulang tergantung ukuran dari Rp 150 ribu sampai Rp 170 ribu.

“Meski banyak persaingan dipengerajin bokor kami tetap menjual kualitas. Kami buat bokor dengan tahan yang cukup lama dari kayu, kalau rusak bisa diservis kembali. Sehingga saat ini mampu tetap bertahan,” pungkasnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/