SEBELUM Pemerintah Arab Saudi menghentikan sementara ibadah umroh bagi umat muslim dunia maupun warga Arab Saudi sendiri, karena wabah Covid-19,
wartawan Jawa Pos Radar Bali Djoko Heru Setiyawan sempat umroh, atas undangan Dr (HC) Nurhayati Subakat dan Salman Subakat
(masing-masing founder dan CEO PT Paragon Technology and Innovation/produsen kosmetik halal, Wardah Cosmetics).
Undangan umroh tersebut, atas rekomendasi motivator internasional, Dr. Aqua Dwipayana. Banyak pengalaman spiritual selama ibadah napak tilas
di dua Kota Suci; Kota Madinah Al Munawwarah dan Makkah Al Mukarramah ini, pada Rabu (8/1) hingga Kamis (16/1). Apa saja?
A. MADINAH
1). Wafer Perempuan Arab, Penyembuh Kram
KAMIS sore (9/1), usai Salat Ashar di Masjid Nabawi, Madinah Al Munawwarah, saya sengaja keliling di areal masjid yang bagian luar pagarnya, ditumbuhi hotel-hotel menjulang dan mengelilingi masjid Rasulullah Muhammad SAW ini.
Selain berjalan di dalam masjid, saya menyusuri halaman yang dipenuhi parade payung-payung raksasa. Satu payung, ukurannya ada yang sekitar 22 x 22 meter. Tingginya, di atas 7 meter.
Areal di bawah payung ini, serba guna; selain untuk salat, juga mengaji (membaca Alquran), diskusi agama.
Bagi keluarga yang datang bersama anak-anaknya, terkadang juga jadi arena bermain bagi anak-anak mereka.
Ketika itu, suhu udara cukup dingin, sekitar 9 atau 10 derajat Celcius. Makanya, di bawah payung terbuka, di luar areal untuk salat; tampak beberapa jamaah berjemur, menghangatkan tubuh di bawah sinar mentari.
Saya terus berkeliling di areal masjid seluas lebih dari tiga lapangan sepakbola ini. Lama-lama, lelah, mata perih dan mengantuk.
Betis kaki juga mulai kram. Walau demikian, saya terus berjalan. Karena terdorong keinginan untuk mengetahui, bagian per bagian tempat ibadah berkapasitas 2 juta jamaah ini.
Tiba-tiba, berpapasan dua perempuan Arab Saudi, keduanya berpakaian muslimah Arab Saudi jenis niqab. Salah seorang dari mereka, menyodorkan wafer cokelat, Twix Top, kepada penulis yang tengah berada sekitar pintu 28-29.
Usai menerima cokelat karamel tersebut, saya mencari tempat air zam zam. Di dekat pintu 29, mengambil air zam zam yang tidak dingin (not cold). Satu bungkus wafer itu, saya nikmati bersama tiga gelas (sekitar 600 mililiter) air zam zam.
Subhanallah! Usai makan wafer dan minum air zam zam, kedua betis kaki yang sebelumnya mulai kram, tiba-tiba kramnya hilang.
Begitu juga mata, yang sebelumnya perih dan ngantuk (hampir dua hari, penulis kurang tidur), mendadak hilang perih dan ngantuknya. Alhamdulillah!.
2). Usai Subuh, Terdorong ke Raudhah
SEBELUM kesampaian tiga kali berdoa diRaudhah, Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi, beberapa kali usaha saya gagal. Sudah antre berjam-jam, tahu-tahu, menjelang mendekati tirai menuju Raudhah dibuka, saya kebelet pipis.
Saya memang sering pipis bila kedinginan. Terlebih saat itu, suhu di Madinah Al Munawwarah antara 9-11 derajat Celcius.
Akhirnya, usai pipis saya berdo’a. ’’Yaa Allah, ampuni dosa-dosa hamba-Mu ini. Hamba sudah di Tanah Suci-Mu, di Masjid Nabi-Mu,
masjid yang pahala salatnya Panjenengan lipatgandakan menjadi 1.000 kali. Izinkan hamba-Mu ini berdoa, dan salat di Raudhah.’’
Itu do’a menjelang Subuh, Kamis (9/1), usai Tahajjud. Setelah ambil air wudlu, saya kembali masuk Masjid Nabawi melalui pintu 4 (Al-Hijrah Gate).
Dapat ruang persis di sisi pintu. Salat sunat ba’diyah wudlu, nyambung qobliyah Subuh. Berdo’a sambil menunggu Salat Subuh berjamaah.
Sejauh ini, situasi normal saja dan mencoba khusyuk. Tiba-tiba, saat iqomat, datang rombongan jamaah berjubel.
Ada yang masih menaruh sandal tanpa dibungkus, hingga yang berkaos kaki beraroma tak sedap. Lantas, saat salat, orang bertubuh besar di sebelah kanan, mengambil tempat terlalu luas.
Tubuhnya menjulang, kedua kakinya dibuka lebar-lebar. Saya ingat pesan General Manager (GM) Jawa Pos Radar Bali (JPRB) Andi B. Wicaksono, sebelum umroh.
’’Selama di Tanah Suci, ingat harus sabar dan jaga hati, agar selalu bersih!,’’ pesan Andi. Namun, siapa sangka, rupanya orang-orang yang kasar,
berkaos kaki aroma tak sedap, yang demikian, ternyata akhirnya justru membuat do’a saya bisa ke Raudhah, dikabulkan Allah SWT.
Kok bisa? Begitu imam Salat Subuh salam kedua, saya terdorong, terbawa mereka ke Raudhah. Orang yang berkaos kaki penuh aroma di depan saya, bersama rombongannya berlari.
Begitu juga yang di samping dan belakang saya. Akibatnya, tubuh saya yang masih dalam posisi tahiyat akhir, terdorong arus tersebut, saya pun turut berlari.
Dan, setelah sekitar 60 langkah, finish-nya, Subhanallah! Di Raudhah, sisi makam Rasulullah Muhammad SAW. Lantas salat sunat dan berdo’a beberapa lama.
Pagi harinya, usai Salat Duha, giliran dapat kesempatan masuk Raudhah kedua kalinya, bersama rombongan umroh.
RAUDHAH KETIGA
ALHAMDULILLAH. Saya tak menyangka bisa berjam-jam di Raudhah, menjelang Sholat Subuh, pada Sabtu (11/1).
Sebelumnya, saya hanya bisa berucap dalam hati; “Yaa Allah, beruntung sekali saudara-saudaraku yang Panjenengan izinkan bisa salat wajib di Raudhah. Sebab, bisa beribadah dan berdo’a lama.”
Saat itu, sekitar pukul 02.00 dini hari, kami bergegas ke Masjid Nabawi, untuk Salat Isya’ dan Tahajjud.
Kami bertiga dengan teman sekamar (Mohammad Imam Jalmo Panuntun dan Rabbani Har Muhammad), sengaja menunda Isya’ mendekati waktuTahajjud.
Ini strategi jaga stamina, di tengah cuaca dingin dan berdesakan dengan jamaah lain. Masuk melalui pintu 23 (Ohud Gate) usai salat, sekitar pukul 03.45, dapat kesempatan masuk Raudhah.
Karena sudah mendekati waktu Subuh, bebas memilih mau menempati shaf yang hanya untuk salat dan berdoa di Raudhah atau sekalian di shaf untuk salat wajib.
Saya awalnya tak menyangka berada di karpet di belakang imam. Usai salat sunat, petugas mulai mengatur. Yang di shaf Salat Subuh, disuruh buat shaf rapi.
Yang tak mau tertib, diarahkan keluar dari areal salat di Raudhah. Beruntung, saya bertemu Haji Kayat, pensiunan Polri di Polda Jateng.
Dialah yang mengajak saya baris rapi di shaf keenam untuk Salat Subuh. Sehingga, saya punya kesempatan salat sunat dan berdoa di Raudhah lebih lama, plus Salat Subuh.
Salah satu doa di tempat mustajab tersebut, saya panjatkan untuk Dr (HC) Nurhayati Subakat (sekeluarga), pendiri PT Paragon Technology and Innovation (produsen kosmetik halal, Wardah Cosmetics).
Doa saya; semoga beliau bersama keluarga, diberi umur panjang dan barokah. Begitu juga Wardah Cosmetics terus mengusai dan diterima pasar, juga barokah.
Sedang, Dr Aqua Dwipayana, saya doakan, terus sehat. Sehingga bisa istiqomah bersilaturahmi, dan diberi kesempatan Allah SWT untuk sharing motivasi dan komunikasi.
Saya harus berterima kasih kepada beliau berdua. Sebab, Nurhayati lah, yang memberangkatkan saya umroh bersama sekitar 700 orang pegawainya untuk 2019/2020.
Sedang dua tahun sebelumnya, memberangkatkan masing-masing 500 dan 600 orang. Dr Aqua, sang motivator internasional, dapat amanah memilih lima wartawan (termasuk penulis) yang berangkat bersama pegawai Wardah Cosmetics.
Tentu saja juga do’a untuk keluarga, teman-teman, hingga kantor, dan keluarga besar Jawa Pos Radar Bali.
Bisa salat wajib di Raudhah (tempat mustajab, di mana do’a dijamin dikabulkan Allah SWT. Tempat yang dulu merupakan areal antara mimbar dan kamar Rasulullah Muhammad SAW), tentu nikmat luar biasa.
Makanya, penulis di sela berdo’a, juga nekat mengabadikan (foto dan video) suasana jamaah beribadah hingga muadzin adzanSubuh pertama dan kedua.
Adzan pertama dikumandangkan satu jam sebelum masuk waktu Subuh. Bedanya, adzan pertama tak pakai Ash-shalatu Khairun Minan Naum.
Air Mata Ini, Akhirnya Tumpah di Jabal Uhud
JUMAT (10/1), merupakan hari ketiga kami di Kota Madinah Al Munawwarah. Kami menunaikan ibadah wajib dan sunat. Insya Allah; do’a dan iktikaf.
“Yaa Allah, saya rindu kepada Panjenengan, juga Rasul-Mu, Nabi Muhammad SAW. Tapi, mengapa belum bisa menangis karena merindukan Panjenengan.
Padahal, ketika melantunkan Sholawat Qiyam, mata ini basah. Apa saya kurang bersyukur dan ikhlas. Yaa Allah, ampuni dosa-dosa kami.”
Alhamdulillah. Akhirnya, Allah SWT menjawab do’a saya pada Jumat pagi (10/1), ketika kami berdo’a di Jabal Uhud.
Di bawah bimbingan do’a Ustadz Jawawi, barulah mata ini basah. Hidung pun turut banjir. “Yaa Allah, terima kasih atas segala nikmat-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami.”
Hari itu, kami juga melakukan city tour ke; Masjid Kuba (masjid pertama yang dibangun Rasulullah Muhammad SAW), Kebun Kurma, Masjid Qiblatain, hingga Khandak. (djoko heru setiyawan/bersambung)