Batik umumnya digunakan orang Indonesia dalam acara resmi. Namun kali ini, batik dijadikan pakaian olahraga air seperti surfing.
Uniknya, produksi pakaian olahraga ini bukanlah dari sebuah pabrik, tapi hasil tangan terampil seorang warga di sebuah rumah kos-kosan.
I WAYAN WIDYANTARA, Seminyak
PAKAIAN bermotif batik sejatinya tak sulit dicari. Dari mal hingga pasar rakyat pun pakaian batik dengan beragam corak begitu mudah ditemui.
Namun, pakaian batik untuk dijadikan kostum renang, tentu masih langka di Bali. Kemarin (28/4), Jawa Pos Radar Bali mencoba mencari tahu tentang pakaian batik yang digunakan untuk olahraga air ini.
Dari banyak informasi, akhirnya ketemu dengan sosok perempuan yang bernama Rosita asal Surabaya. Ia adalah pengusaha kecil yang menggarap pakaian olahraga air bermotif batik di pulau Dewata ini.
Perempuan kelahiran Surabaya 33 tahun silam ini tinggal di sebuah rumah kos di Jalan Dewi Saraswati, Seminyak, Badung.
Ketika dibukakan pintu kamarnya, dua papan surfing berukuran besar dan kecil pun masih tergeletak di lantai kamarnya.
Wajar saja, Rosita ternyata juga merupakan pencinta olahraga air, yakni surfing. Tak hanya pecinta, ia juga salah satu pelatih surfing di Bali.
“Cuma freelance saja kok bli. Sekarang ngajar di tiga tempat, di wilayah Jimbaran, Kuta dan Seminyak saja,” akunya.
Kami pun duduk di depan teras rumah kosnya. Rosita banyak bercerita tentang awal mula ia bergelut di bidang surfing hingga kini memiliki usaha pakaian surfing yang bermotif khas di Bali.
Produk yang dikerjakan dari kamar kosnya tersebut diberi merek Itamarni. “Kalau usaha ini (pakaian surfing batik) sudah dua tahun di bulan Juni ini,” tuturnya.
Ide tersebut muncul karena Rosita memang gemar dengan pakaian tradisional Nusantara. Salah satunya batik.
Mengapa batik, katanya batik adalah salah satu jenis pakaian tradisional yang paling dikenal oleh penduduk Indonesia selain sudah dipatenkan oleh UNESCO.
Nah, katanya lagi, pakaian berjenis batik sudah cukup banyak di pasaran seperti kemeja dan sarung. Karena hobi perempuan yang sudah 6 tahun tinggal di Bali ini main air, seperti diving, snorkeling dan surfing muncul ide brilian.
“Kebetulan setelah pindah ke Bali saya pindah ke selancar, akhirnya saya kepikiran. Saya kan suka batik, jadi ingin punya baju renang atau bikini batik dengan beragam gambar,” ungkapnya.
Ternyata, proses pembuatan pakaian tersebut cukup sulit. Kain batik yang digunakan adalah digital printing yang sebagian besar didatangkan dari Jawa.
Selanjutnya, masuk ke tahap pemotongan kain, Rosita memotong sendiri kain yang dibelinya tersebut di kamar kos dan selanjutnya diserahkan ke penjahit kepercayaannya.
“Saya kemudian melakukan quality control dan juga packing,” terangnya. Lama pengerjaan di tukang jahit, dalam sehari satu penjahit bisa menghasilkan 2 sampai 3 pakaian sendiri.
“Namun, untuk menjahit pakaian renang tentunya berbeda dengan pakaian biasa. Jadi harus punya keahlian sendiri karena kainnya lebih elastis dan harus ditambahkan karet di sela-sela bajunya,” jelasnya.
Disinggung soal jenis kainnya, Rosita mengatakan, khusus untuk baju renang tersebut menggunakan jenis kain nylon lycra.
Menurutnya, kain jenis ini paling cepat kering dan elastisitasnya terbaik. “Jadi untuk digunakan di aktifitas air itu nyaman. Meski banyak jenis kain yang lain, tapi saya suka jenis nylon lycra ini,” terangnya.
Rosita juga mengaku menggunakan batik digital printing adalah satu-satunya cara agar bisa digunakan di dalam air.
Menurutnya, bila menggunakan batik tulis, prosesnya menggunakan lilin yang dipanaskan di kain. Hal tersebut pun hanya bisa dilakukan di kain katun atau yang bukan elastis.
Sedangkan, nylon lycra ini hampir 70 persen materialnya polyester yang terbuat dari karet. “Kalau kena panas, nanti karetnya rusak.
Makanya, bahan seperti baju renang itu tidak boleh disetrika. Makanya saya menggunakan batik yang digital printing,” jelasnya.
Rosita pun menunjukkan beberapa contoh pakaian kepada koran ini. Nampak, kain nylon lycra bergambar batik tersebut memang sangat elastis dan cukup cerah.
Beragam motif pun disediakan, seperti batik parang, batik megamendung, batik gurdo (garuda), batik tiga negeri dan sebagainya.
Lalu bagaimana dengan kualitasnya? Perempuan yang dulunya pernah bekerja menjadi sales di sebuah perusahaan pakaian surfing ternama ini pun membeberkannya.
Katanya, setelah keluar dari air, dalam jangka waktu 15 sampai 20 menit sudah kering. “Saya habis surfing, minum air bentar dan kemudian naik motor, sudah tak merasa dingin lagi,” terangnya.
Bagi yang berminat, harus pre order terlebih dahulu baik melalui tatap muka, hingga di jejaring sosial seperti facebook dan instagram.
Biasanya, order tersebut dibuka dari tanggal 1 hingga tanggal 15. Setelah order ditutup, baru proses pengerjaan dimulai.
Namun pembeli tentu harus sabar menunggu 15 sampai 20 hari. Yang membuat lama menunggu adalah proses datangnya kain sesuai dengan keinginan pembeli.
Nah, untuk kisaran harganya sendiri, Rosita membandrol Rp 340 ribu hingga Rp 500 ribu tergantung banyak tidaknya batik yang digunakan
“Saya kan masih usaha rumahan. Jadi masih kecil dan modal juga terbatas. Jadi saya pakai cara pre order.
Kalau harga, ya tergantung banyak atau tidaknya batik yang digunakan. Karena ada yang kombinasi dengan kain polos,” terangnya.
Namun hal tersebut juga memiliki keuntungannya sendiri. Sebab, pembeli memiliki ukuran badan yang berbeda-beda dan bentuknya juga unik. Jadi banyak customer order ke Rosita by request size.
Sehingga dapat menyesuaikan badan pembeli dan sering juga diminta untuk diukur bagian yang penting untuk baju renang.
Selama bisnis rumahan ini berjalan, awal mulanya minat orang Indonesia terhadap batik ternyata cukup tinggi.
Namun belakangan ini, peminatnya sudah sampai Eropa dan Australia. Bahkan, beberapa atlet surfing lokal profesional sudah pernah menggunakannya seperti Salini Rengganis.
“Ke depan, saya ingin mengembangkan tidak sebatas pre order saja. Saya ingin bisa suplay ke toko-toko dahulu, karena untuk buka toko sendiri belum lah. Saya buat branding dulu,” ucapnya.