Seiring liputan MATTA Fair 2018 di PWTC Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (16/3) hingga Minggu (18/3), selama lima malam Jawa Pos Radar Bali berada di Kuala Lumpur. Berikut laporannya:
KAMIS malam (15/3), pukul 19.55 WITA penulis bersama GM Jawa Pos Radar Bali Andi B. Wicaksono terbang bersama pesawat AirAsia AK-379 dari Bandara I Gusti Ngurah Rai menuju Kuala Lumpur International Airport (KLIA) 2, Malaysia.
’’Selamat datang!,’’ sapa Jennie Chan, pramugari AirAsia, kepada para penumpang.
Begitu duduk di seat 4A, ’’wow!’’; Malaysia begitu gencar mempromosikan destinasi wisatanya.
Di belakang kursi penumpang, terpampang Danau Kenyir (Kenyir Lake). Ini melengkapi promo wisata: Visit Beautiful Terengganu. Plus Instagram beautiful_terengganu,
juga Twitter tourismtrg, diikuti visual Danau Kenyir saat sunset dengan dua perahu bertudung yang tengah berlabuh di tepi danau. ’’Beautiful Kenyir Lake,’’ demikian caption di pojok kanan bawah visual itu.
Promo online di www.beautifulterengganu.com. Dihadirkan pula Pantai Kemasik (Beautiful Kemasik Beach), dan Beaufiful Pandak Beach.
Setelah terbang sekitar 2 jam 55 menit, kami mendarat di KLIA 2. Usai urusan di kedatangan internasional (Balai Ketibaan/ Arrival Hall) dan Imigrasi,
kami menuju bus counter, beli tiket bus dari KLIA 2 menuju Citin Hotel Masjid Jamek. Satu konter ini menjual 11 tiket bus aneka jurusan dari armada bus berbeda.
Sepanjang menyusuri areal Balai Ketibaan, melewati petugas di B3 (Foreign Passport) hingga konter tiket bus, kami disapa beberapa mall dan kuliner.
Di depan Dream Color, ditawari mencicipi minuman satu sloki, juga melewati mall baru, Padini Concept Store, aroma catnya masih menyengat.’’Opening soon!,’’ demikian pesan di dinding Padini Concept Store.
Memasuki Jumat (16/3), pukul 12.15, kami naik Starshuttle Express menuju hotel. Sekitar 45 menit, turun di bawah jalur Kereta Tanah Melayu (KTM) Komuter.
Dijemput sopir angkutan penyambung, gratis, menuju Citin Hotel Masjid Jamek di Lot No. 7, Sekyen 33, Jalan Melayu Off Jalan Masjid India, 50100 Kuala Lumpur.
Akomodasi ini sebuah hotel bertarif mulai Ringgit Malaysia (RM) 98 atau Rp 343 ribu per malam plus pajak untuk orang asing RM 10 (Rp 35 ribu).
Hotel ini menyatu dengan pasar malam di sekelilingnya. Meski ada embel-embel nama Masjid Jamek, namun hotel ini justru nyaris nempel Masjid India, Kuala Lumpur (berdiri 1863 atau 1280 Hijriyah).
Sementara masjid legendaris di Kuala Lumpur, Masjid Jamek, justru nan jauh di selatannya. Lantas menyeberang jalan.
Hotel Citin berdiri di areal bisnis komunitas India, Melayu. Bahkan, Indonesia. Penulis menempati kamar dengan sisi membentuk enam sudut di tempat tidur, dan lima sudut di kamar mandinya.
Persisnya kamar 803, lantai 8. Sekitar pukul 03.00 dini hari, penulis bangun. Lantas menyusuri kawasan di sekitar hotel. Saat itu, pinginnya akan menunaikan salat Isya’ sekaligus jamak ta’khir Maghrib di Masjid India, Kuala Lumpur.
Sekitar dua menit mengelilingi masjid, namun semua pintu pagar masjid terkunci. ’’Masjid hanya buka kalau jam sholat saja,’’ tutur Hairi,
seorang gelandangan di pasar malam depan Masjid India, Kuala Lumpur, yang tiba-tiba berdiri di hadapan Jawa Pos Radar Bali.
Sekitar pukul 03.10, datang truk Alamflora dengan nomor polisi WPR 2161 bersama tiga orang. Mereka lantas membersihkan lantai di depan Masjid India ini dengan semprotan air bertekanan tinggi.
Tempat yang dibersihkan ini, sehari-hari menjadi tempat pedagang di pasar malam mini. ’’Lantai ini dibersihkan karena akan dipakai sholat Jumat,’’ tambah Hairi yang mengaku punya datuk (kakek) asal Padang, Sumatera Barat, ini.
Hairi mengaku menggelandang sejak satu kakinya terluka, dan kini di-gips. Sehari-hari, Hairi tidur di tangga pintu masuk Masjid India tersebut.
Di sisi pintu masuknya ada tempat duduk beton yang dipakai Hairi menyimpan tiga bungkus plastik kresek, tempat pakaiannya.
Untuk urusan mandi, cuci, kakus (MCK), Hairi sering nebeng di Masjid India. Terkadang juga di sebuah rumah makan yang pemiliknya baik hati. Untuk urusan makan, sering dibantu pedagang dan pengunjung pasar malam tersebut.
Jumat pagi (16/3), kami sarapan di sebuah warung di kawasan Little India, di utara hotel. Meski warung ini ala India, namun baik tukang masak maupun pegawai lainnya dari Indonesia.
’’Silakan pilih, mau makan dan minum apa? Ini daftar menunya!,’’ sapa Elwin, pegawai warung yang ngaku dari Medan.
Usai sarapan, kami menuju stasiun Masjid Jamek. Naik Kereta Rel Listrik (KRL) Sentul Timur menuju Putra World Trade Centre (PWTC).
Hanya butuh 9 menit, kami sudah sampai di PWTC, tempat pameran tour and travel (MATTA Fair 2018) dihelat.
Even ini diselenggarakan Malaysia Association of Tour & Travel Agents (MATTA). Venues-nya masing-masing Tun Razak Hall 1, 2, 3, 4, dan Merdeka Hall di areal PWTC Kuala Lumpur.
Peserta dari Indonesia di paviliun berhias miniatur kapal phinisi. Dengan eksterior didominasi payung-payung Bali.
Indonesia branding; Visit Wonderful Indonesia 2018. Ini demi mengejar program pemerintah yang mematok kontribusi pariwisata terhadap perekonomian (PDB) sebesar 5,25 persen dengan devisa Rp 223 triliun.
Dengan target kunjungan wisatawan manca negara (wisman) 2018 sebesar 17 juta dan wisatawan Nusantara (wisnus) atau wisatawan domestik (wisdom) 270 juta orang.
Salah satu peserta dari Indonesia, Holiday Resort Lombok. ’’Kami ke MATTA Fair 2018 Kuala Lumpur ini dengan promo tiga packages,’’ kata Ferry, Assistant Sales Manager Holiday Resort Lombok.
Yakni, Free & Easy, Honeymoon, dan Family Packages. ’’Masing-masing tiga hari dua malam,’’ rinci Ferry.
Berlaku untuk semua kategori kamar, standard. Ini tahun keempat Holiday Resort Lombok ambil bagian di MATTA Fair Kuala Lumpur.
Mengapa pilih MATTA Fair? ’’Karena market Malaysia ke Lombok, tumbuh kian meningkat. Apalagi kini flight AirAsia nambah 3x dari 2x sehari,’’ paparnya bangga.
Dari keikutsertaan ini, targetnya naik dari tahun sebelumnya. ’’Dari tiga hari MATTA Fair ini kami ingin tembus 250 room night,’’ harapnya optimistis.
Dia wajar begitu yakin, buktinya di hari kedua langsung dapat booking salah seorang pejabat Malaysia yang akan berlibur sekeluarga ke Lombok.
Dari even ini, ingin berlanjut bookingan hingga September. Persisnya, pada MATTA Fair September mendatang. Sebab, even ini berlangsung dua kali dalam setahun.
Pilihan ke pasar Malaysia juga berdasar evaluasi. Sebab, kunjungan wisatawan Malaysia ke Lombok terus naik. Jika dulu dari Australia dan Eropa yang mendominasi, kini kunjungan wisatawan dari Malaysia nomor dua setelah kunjungan domestik.
’’Persentasenya, domestik tetap 50 persen, Malaysia 25 persen, sisanya mix,’’ pungkasnya. (djoko heru setiyawan/bersambung)