31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 12:30 PM WIB

Putra Ingat Cerita Almarhum saat Disiksa Penjajah Bareng Kapten Dipta

Veteran I Wayan Tedja, tutup usia pada 23 Oktober lalu. Upacara palebon (kremasi) jasad veteran 92 tahun itu akan berlangsung 9 November mendatang. 

Putra keenam, Mangku Made Swikara menceritakan kisah heroik ayahnya yang sempat disiksa penjajah. Seperti apa?

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SUASANA kediaman sang veteran di Lingkungan Teges Kelod, Kelurahan Gianyar, pada Rabu (30/10) diselimuti duka. 

Keluarga tampak menyiapkan sarana upacara palebon terhadap veteran yang seperjuangan bersama Kapten I Wayan Dipta itu.

Putra keenam, Made Swikara, menyatakan ayahnya belakangan sakit. Bahkan, tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. 

“Bapak sakit sudah lama, memang karena usia. Terakhir sekitar tiga minnggu lalu sempat dibawa ke rumah sakit, setelah itu dibolehkan pulang,” jelasnya.

Meski telah berobat, namun kondisi sang veteran tak membaik. “Akhirnya meninggal di rumah,” katanya. 

Sang veteran itu meninggalkan tiga anak dari istri pertama Ni Made Sudangsih. Juga meninggalkan delapan orang anak dari istri keduanya, Ni Nyoman Rsi. 

Selain itu almarhum juga meninggalkan sekitar 16 orang cucu. “Rangkaian upacara nanti akan dilakukan nyiraman pada 7 November. 

Dikuti dengan ngaskara. Puncak, palebon 9 November di Setra Beng Gianyar,” terangnya. Semasa hidup, Swikara pernah mendengar segudang cerita heroik ayahnya. 

Cerita itu berkaitan dengan perjuangan mengusir penjajah. Sang veteran kelahiran 1927 itu memiliki banyak cerita perjuangan bersama Kapten I Wayan Dipta. 

Perjuangan mengusir penjajah itu banyak dilakukan di seputaran Kecamatan Gianyar, Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Sukawati. 

Selanjutnya, pasukan mendapat misi ke Denpasar. Dari Gianyar, pasukan yang dikomando Kapten Dipta menuju Denpasar bersama-sama. 

Saat di Denpasar, pasukan hendak bertemu pahlawan Gusti Ngurah Rai. Sayangnya, ada seorang penghianat 

yang justru mengarahkan Kapten I Wayan Dipta bersama I Wayan Tedja dan prajurit lainnya ke markas musuh. 

Pasukan itu justru digiring ke markas Nederlandsch Indie Civiele Administratie (Nica) di Denpasar. 

“Disanalah almarhum bersama Kapten I Wayan Dipta tertangkap,” kenangnya menceritakan penuturan sang veteran.

Usai ditangkap, Kapten I Wayan Dipta bersama sejumlah rekan seperjuangannya, termasuk I Wayan Tedja mengalami banyak penyiksaan.

Usai disiksa mereka lantas dibawa kembali ke Gianyar. “Sampai di Gianyar, almarhum bersama prajurit lain dilepaskan. Hanya pimpinanya, Kapten Wayan Dipta yang ditahan,” terangnya.

Dari sekian cerita itu, yang paling sering dikenang oleh almarhum adalah momen terakhir bersama Kapten Dipta. 

Usai sama-sama disiksa, Kapten Dipta diangkut menggunakan mobil ke suatu tempat. “Dari mobil itu, bapak Kapten I Wayan Dipta sempat memanggil almarhum. 

Kapten Dipta sempat meminta baju putih. Bapak langsung memberikan baju sembahyang,” ungkapnya. 

Usai pertemuan itu, Kapten I Wayan Dipta menjalani prosesi melukat. Hingga akhirnya, Kapten Dipta dieksekusi di seputaran Kecamatan Sukawati. 

“Sampai sekarang ini, di Sukawati masih ada palinggih. Tempat I Wayan Dipta dimakamkan,” pungkasnya.

Veteran I Wayan Tedja, tutup usia pada 23 Oktober lalu. Upacara palebon (kremasi) jasad veteran 92 tahun itu akan berlangsung 9 November mendatang. 

Putra keenam, Mangku Made Swikara menceritakan kisah heroik ayahnya yang sempat disiksa penjajah. Seperti apa?

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SUASANA kediaman sang veteran di Lingkungan Teges Kelod, Kelurahan Gianyar, pada Rabu (30/10) diselimuti duka. 

Keluarga tampak menyiapkan sarana upacara palebon terhadap veteran yang seperjuangan bersama Kapten I Wayan Dipta itu.

Putra keenam, Made Swikara, menyatakan ayahnya belakangan sakit. Bahkan, tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. 

“Bapak sakit sudah lama, memang karena usia. Terakhir sekitar tiga minnggu lalu sempat dibawa ke rumah sakit, setelah itu dibolehkan pulang,” jelasnya.

Meski telah berobat, namun kondisi sang veteran tak membaik. “Akhirnya meninggal di rumah,” katanya. 

Sang veteran itu meninggalkan tiga anak dari istri pertama Ni Made Sudangsih. Juga meninggalkan delapan orang anak dari istri keduanya, Ni Nyoman Rsi. 

Selain itu almarhum juga meninggalkan sekitar 16 orang cucu. “Rangkaian upacara nanti akan dilakukan nyiraman pada 7 November. 

Dikuti dengan ngaskara. Puncak, palebon 9 November di Setra Beng Gianyar,” terangnya. Semasa hidup, Swikara pernah mendengar segudang cerita heroik ayahnya. 

Cerita itu berkaitan dengan perjuangan mengusir penjajah. Sang veteran kelahiran 1927 itu memiliki banyak cerita perjuangan bersama Kapten I Wayan Dipta. 

Perjuangan mengusir penjajah itu banyak dilakukan di seputaran Kecamatan Gianyar, Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Sukawati. 

Selanjutnya, pasukan mendapat misi ke Denpasar. Dari Gianyar, pasukan yang dikomando Kapten Dipta menuju Denpasar bersama-sama. 

Saat di Denpasar, pasukan hendak bertemu pahlawan Gusti Ngurah Rai. Sayangnya, ada seorang penghianat 

yang justru mengarahkan Kapten I Wayan Dipta bersama I Wayan Tedja dan prajurit lainnya ke markas musuh. 

Pasukan itu justru digiring ke markas Nederlandsch Indie Civiele Administratie (Nica) di Denpasar. 

“Disanalah almarhum bersama Kapten I Wayan Dipta tertangkap,” kenangnya menceritakan penuturan sang veteran.

Usai ditangkap, Kapten I Wayan Dipta bersama sejumlah rekan seperjuangannya, termasuk I Wayan Tedja mengalami banyak penyiksaan.

Usai disiksa mereka lantas dibawa kembali ke Gianyar. “Sampai di Gianyar, almarhum bersama prajurit lain dilepaskan. Hanya pimpinanya, Kapten Wayan Dipta yang ditahan,” terangnya.

Dari sekian cerita itu, yang paling sering dikenang oleh almarhum adalah momen terakhir bersama Kapten Dipta. 

Usai sama-sama disiksa, Kapten Dipta diangkut menggunakan mobil ke suatu tempat. “Dari mobil itu, bapak Kapten I Wayan Dipta sempat memanggil almarhum. 

Kapten Dipta sempat meminta baju putih. Bapak langsung memberikan baju sembahyang,” ungkapnya. 

Usai pertemuan itu, Kapten I Wayan Dipta menjalani prosesi melukat. Hingga akhirnya, Kapten Dipta dieksekusi di seputaran Kecamatan Sukawati. 

“Sampai sekarang ini, di Sukawati masih ada palinggih. Tempat I Wayan Dipta dimakamkan,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/