27.3 C
Jakarta
21 November 2024, 23:13 PM WIB

Perempuan Alami Tekanan Luar Biasa, Jadi Mahluk Tangguh saat Pandemi

Kurang lebih 7 bulan terhitung sejak Maret 2020 lalu, pandemi Covid-19 masih berlangsung secara global.

Masyarakat Indonesia, sebagian besar merasakan dampaknya. Di fase ini, peran perempuan, termasuk di Bali, cukup vital dalam melewati masa sulit ini.

 

 

 

ZULFIKA RAHMAN, Denpasar

Melalui webinar yang digagas Jawa Pos Radar Bali,  bekerjasama dengan Coca-Cola Amatil Indonesia mencoba mengupas “Peran Perempuan di Era Kebiasaan Baru”, Jumat kemarin (30/1).

Dengan menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya Dinda Dwi Apriliani, OHS Specialist-Distribution Coca-Cola Amatil Indonesia Balinusra,

Dr. Luh Riniti Rahayu, dosen Ilmu Sosial dan Politik Universitas Ngurah Rai Denpasar, Sayu Ketut Sutrisna Dewi, Founder Indonesia YES (Young Entrepreneur School) serta Putu Suprapti Santy Sastra, selaku Mindset Motivator dan Hipnoterapis.

Acara yang berlangung selama dua jam itu dipandu oleh Rosihan Anwar dari Jawa Pos Radar Bali.

Luh Riniti yang mendapatkan kesempatan pertama untuk berbicara menuturkan, selama pandemi kesenjangan yang dialami perempuan lebih dalam dari sebelumnya.

Ada sejumlah tantangan yang dihadapi. Dia mengungkapkan dua poin dalam webinar tersebut. Bagaimana kondisi perempuan di era pandemi dan bagaimana perempuan bisa berperan.

Sebelum pandemi menghantam dunia, khususnya Bali, perempuan sudah mengalami ketidaksetaraan. “Saat pandemi selama delapan bulan ini, perempuan lebih dalam lagi merasakan itu,” tuturnya.

Dia menjelaskan, perempuan telah mengalami kesenjangan ekonomi dan sosial, meski di masa pandemi ini, hal tersebut juga dihadapi kaum laki-laki.

Perempuan yang memiliki pendapatan di bawah Rp 5 juta, mengalami tekanan yang luar biasa. “Belum lagi kasus KDRT yang semakin bertambah.

Ketika mengalami KDRT saat ini, perempuan akan dimonitor karena pembatasan aktivitas di luar rumah. Belum lagi kasus inses persetubuhan sedarah dan berbagai masalah lainnya

yang lebih berat dari sebelumnya,” jelas Luh Riniti dalam webinar yang juga disupport oleh RadarBali.Id, Nirwana TV dan Jawa Pos Multimedia (JPM).

Belum lagi lanjut Luh Riniti, di lingkungan domestik yakni rumah tangga, beban yang ditanggung lebih berat dari sebelumnya.

Mulai dari mengurusi pekerjaan rumah, mendidik, hingga menuntun anak belajar online. “Kondisi ini membuat stress perempuan.

Akibatnya berpengaruh pada imunitas yang membuat semakin rentan terkena covid-19. Ketika dalam kondisi stress juga saat mengajari anak secara online gampang emosi sehingga melampiaskan kepada anak,” paparnya.

Namun meski begitu, lanjut Luh Riniti, perempuan dalam hal ini juga merupakan mahluk tangguh karena terdidik menjadi perempuan multitasking.

Mulai dari melakukan pekerjaan rumah, mendidik, dan pekerjaan lainnya. “Dalam kondisi seperti ini, kami perempuan masih bisa berperan.

Saat pandemi misalnya kita bisa membuat rumah nyaman sehingga memberi rasa aman kepada keluarga agar kepanikan bisa diatasi.

Bisa juga mengajarkan protokol kesehatan di rumah, lingkungan sekitar hingga kelompok untuk menghimpun donasi sebagai upaya membantu sesama.

Selain itu kami perempuan juga bisa memberi pengaruh untuk senantiasa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,” ucapnya.

Sementara itu, Dinda Dwi Apriliani mengakui bahwa di masa pandemi ada aktivitas kehidupan baru yang harus dijalani.

Misalnya ketika sebelum pandemi, saat menunaikan pekerjaan ia harus datang ke kantor tiap pagi. Namun kali ini harus bekerja dari rumah.

“Terdapat perubahan aktivitas yang sangat drastis. Misalnya ketika sebelum pandemi kalau mau kerja ke kantor, dan pulang ketika sudah selesai.

Tetepi akibat covid-19 ini, saya WFH. Jadi suka bingung kapan kita di rumah sebagaimana mestinya, dan kapan kita kerja,” tandasnya. 

Kurang lebih 7 bulan terhitung sejak Maret 2020 lalu, pandemi Covid-19 masih berlangsung secara global.

Masyarakat Indonesia, sebagian besar merasakan dampaknya. Di fase ini, peran perempuan, termasuk di Bali, cukup vital dalam melewati masa sulit ini.

 

 

 

ZULFIKA RAHMAN, Denpasar

Melalui webinar yang digagas Jawa Pos Radar Bali,  bekerjasama dengan Coca-Cola Amatil Indonesia mencoba mengupas “Peran Perempuan di Era Kebiasaan Baru”, Jumat kemarin (30/1).

Dengan menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya Dinda Dwi Apriliani, OHS Specialist-Distribution Coca-Cola Amatil Indonesia Balinusra,

Dr. Luh Riniti Rahayu, dosen Ilmu Sosial dan Politik Universitas Ngurah Rai Denpasar, Sayu Ketut Sutrisna Dewi, Founder Indonesia YES (Young Entrepreneur School) serta Putu Suprapti Santy Sastra, selaku Mindset Motivator dan Hipnoterapis.

Acara yang berlangung selama dua jam itu dipandu oleh Rosihan Anwar dari Jawa Pos Radar Bali.

Luh Riniti yang mendapatkan kesempatan pertama untuk berbicara menuturkan, selama pandemi kesenjangan yang dialami perempuan lebih dalam dari sebelumnya.

Ada sejumlah tantangan yang dihadapi. Dia mengungkapkan dua poin dalam webinar tersebut. Bagaimana kondisi perempuan di era pandemi dan bagaimana perempuan bisa berperan.

Sebelum pandemi menghantam dunia, khususnya Bali, perempuan sudah mengalami ketidaksetaraan. “Saat pandemi selama delapan bulan ini, perempuan lebih dalam lagi merasakan itu,” tuturnya.

Dia menjelaskan, perempuan telah mengalami kesenjangan ekonomi dan sosial, meski di masa pandemi ini, hal tersebut juga dihadapi kaum laki-laki.

Perempuan yang memiliki pendapatan di bawah Rp 5 juta, mengalami tekanan yang luar biasa. “Belum lagi kasus KDRT yang semakin bertambah.

Ketika mengalami KDRT saat ini, perempuan akan dimonitor karena pembatasan aktivitas di luar rumah. Belum lagi kasus inses persetubuhan sedarah dan berbagai masalah lainnya

yang lebih berat dari sebelumnya,” jelas Luh Riniti dalam webinar yang juga disupport oleh RadarBali.Id, Nirwana TV dan Jawa Pos Multimedia (JPM).

Belum lagi lanjut Luh Riniti, di lingkungan domestik yakni rumah tangga, beban yang ditanggung lebih berat dari sebelumnya.

Mulai dari mengurusi pekerjaan rumah, mendidik, hingga menuntun anak belajar online. “Kondisi ini membuat stress perempuan.

Akibatnya berpengaruh pada imunitas yang membuat semakin rentan terkena covid-19. Ketika dalam kondisi stress juga saat mengajari anak secara online gampang emosi sehingga melampiaskan kepada anak,” paparnya.

Namun meski begitu, lanjut Luh Riniti, perempuan dalam hal ini juga merupakan mahluk tangguh karena terdidik menjadi perempuan multitasking.

Mulai dari melakukan pekerjaan rumah, mendidik, dan pekerjaan lainnya. “Dalam kondisi seperti ini, kami perempuan masih bisa berperan.

Saat pandemi misalnya kita bisa membuat rumah nyaman sehingga memberi rasa aman kepada keluarga agar kepanikan bisa diatasi.

Bisa juga mengajarkan protokol kesehatan di rumah, lingkungan sekitar hingga kelompok untuk menghimpun donasi sebagai upaya membantu sesama.

Selain itu kami perempuan juga bisa memberi pengaruh untuk senantiasa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,” ucapnya.

Sementara itu, Dinda Dwi Apriliani mengakui bahwa di masa pandemi ada aktivitas kehidupan baru yang harus dijalani.

Misalnya ketika sebelum pandemi, saat menunaikan pekerjaan ia harus datang ke kantor tiap pagi. Namun kali ini harus bekerja dari rumah.

“Terdapat perubahan aktivitas yang sangat drastis. Misalnya ketika sebelum pandemi kalau mau kerja ke kantor, dan pulang ketika sudah selesai.

Tetepi akibat covid-19 ini, saya WFH. Jadi suka bingung kapan kita di rumah sebagaimana mestinya, dan kapan kita kerja,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/