29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:00 AM WIB

UNIK Kembalikan Vibrasi Jagat, Gelar Karya Agung Pasca 500 Tahun Vakum

SEMARAPURA – Karya Agung Mamungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih, Padudusan Agung Tawur Panca Wali Krama,

Mahayu Jagat Marisudha Gumi akan digelar di Pura Kahyangan Jagat Dasar Bhuwana dan Pura Kahyangan Desa Pakraman Gelgel, Kecamatan Klungkung.

Upacara yang puncaknya akan terselenggara pada tanggal 31 Desember 2018 itu terakhir kali digelar 500 tahun yang lalu saat masa kepemimpinan Ida Dalem Waturenggong dan dalam bentuk Homa Yadnya.

Ratusan orang warga tampak sibuk mempersiapkan berbagai sarana-prasarana Karya Agung Mamungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih,

Padudusan Agung Tawur Panca Wali Krama, Mahayu Jagat Marisudha Gumi akan digelar di Pura Kahyangan Jagat Dasar Bhuwana dan Pura Kahyangan Desa Pakraman Gelgel, Kecamatan Klungkung, kemarin.

Seperti membuat penjor dan upacara lainnya. Tidak hanya di pura itu, pasalnya warga Desa Pakraman Gelgel juga mempersiapkan berbagai sarana-prasarana upacara itu di banjarnya masing-masing.

Menurut Bendesa Pakraman Gelgel, Putu Arimbawa, setelah melihat sumber tertulis tentang sejarah Pura Dasar Pakraman Gelgel terungkap saat kepemimpinan Ida Dalem Waturenggong

atau sekitar lima abad lalu pernah digelar Homa Yadnya di pura tersebut yang dipuput oleh Dang Hyang Nirartha dan Dang Hyang Astapaka.

“Berdasar itu kami kemudian memohon petunjuk ke beberapa Sulinggih (Pendeta, Red) terkait Homa Yadnya itu,” ungkapnya. Dan Karya Agung ini merupakan bentuk lain dari Homa Yadnya itu.

Tujuan digelarnya upacara ini untuk mengembalikan vibrasi positif atau taksu dan kesucian dari pura ini sehingga keseimbangan alam dapat terjaga.

Apalagi pura ini sempat menjalani restorasi di berbagai bagiannya. Sehingga penting kiranya digelar upacara ini. “Berdasarkan penjelasan sulinggih, upacara ini serupa Panca Wali Krama di Pura Besakih,” katanya.

Mengingat upacara yang digelar sangat besar, persiapan telah dilakukan sejak setahun yang lalu. Ada sekitar 3 ribu kepala keluarga (KK) dari 28 banjar yang mengambil peran dalam upacara ini.

Upacara yang terdiri dari sekitar 33 tahapan ini rencananya akan 38 Sulinggih dari seluruh Bali. “Upacara dimulai dari Ngaku Agem dan Mejaya-jaya pada 18 September 2018 lalu.

Puncak acara akan diselenggarakan pada 31 Desember 2018. Sementara tahapan terakhir yaitu Meajar-ajar yang akan digelar tanggal 14 Januari 2019,” bebernya.

Dalam upacara yang menelan anggaran sekitar Rp 6 miliar ini berbagai sarana upacara akan digunakan termasuk berbagai jenis hewan, kerbau sebanyak 13 ekor, penyu sebanyak 13 ekor, banteng, kambing, dan lainnya. 

SEMARAPURA – Karya Agung Mamungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih, Padudusan Agung Tawur Panca Wali Krama,

Mahayu Jagat Marisudha Gumi akan digelar di Pura Kahyangan Jagat Dasar Bhuwana dan Pura Kahyangan Desa Pakraman Gelgel, Kecamatan Klungkung.

Upacara yang puncaknya akan terselenggara pada tanggal 31 Desember 2018 itu terakhir kali digelar 500 tahun yang lalu saat masa kepemimpinan Ida Dalem Waturenggong dan dalam bentuk Homa Yadnya.

Ratusan orang warga tampak sibuk mempersiapkan berbagai sarana-prasarana Karya Agung Mamungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih,

Padudusan Agung Tawur Panca Wali Krama, Mahayu Jagat Marisudha Gumi akan digelar di Pura Kahyangan Jagat Dasar Bhuwana dan Pura Kahyangan Desa Pakraman Gelgel, Kecamatan Klungkung, kemarin.

Seperti membuat penjor dan upacara lainnya. Tidak hanya di pura itu, pasalnya warga Desa Pakraman Gelgel juga mempersiapkan berbagai sarana-prasarana upacara itu di banjarnya masing-masing.

Menurut Bendesa Pakraman Gelgel, Putu Arimbawa, setelah melihat sumber tertulis tentang sejarah Pura Dasar Pakraman Gelgel terungkap saat kepemimpinan Ida Dalem Waturenggong

atau sekitar lima abad lalu pernah digelar Homa Yadnya di pura tersebut yang dipuput oleh Dang Hyang Nirartha dan Dang Hyang Astapaka.

“Berdasar itu kami kemudian memohon petunjuk ke beberapa Sulinggih (Pendeta, Red) terkait Homa Yadnya itu,” ungkapnya. Dan Karya Agung ini merupakan bentuk lain dari Homa Yadnya itu.

Tujuan digelarnya upacara ini untuk mengembalikan vibrasi positif atau taksu dan kesucian dari pura ini sehingga keseimbangan alam dapat terjaga.

Apalagi pura ini sempat menjalani restorasi di berbagai bagiannya. Sehingga penting kiranya digelar upacara ini. “Berdasarkan penjelasan sulinggih, upacara ini serupa Panca Wali Krama di Pura Besakih,” katanya.

Mengingat upacara yang digelar sangat besar, persiapan telah dilakukan sejak setahun yang lalu. Ada sekitar 3 ribu kepala keluarga (KK) dari 28 banjar yang mengambil peran dalam upacara ini.

Upacara yang terdiri dari sekitar 33 tahapan ini rencananya akan 38 Sulinggih dari seluruh Bali. “Upacara dimulai dari Ngaku Agem dan Mejaya-jaya pada 18 September 2018 lalu.

Puncak acara akan diselenggarakan pada 31 Desember 2018. Sementara tahapan terakhir yaitu Meajar-ajar yang akan digelar tanggal 14 Januari 2019,” bebernya.

Dalam upacara yang menelan anggaran sekitar Rp 6 miliar ini berbagai sarana upacara akan digunakan termasuk berbagai jenis hewan, kerbau sebanyak 13 ekor, penyu sebanyak 13 ekor, banteng, kambing, dan lainnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/