PAMEKASAN – Liga 1 2019 memang keras. Belum separo jalan, liga musim ini sudah memakan korban yang cukup banyak.
Tidak kurang dari sembilan pelatih yang terdepak dari kursi kepelatihannya sebelum Liga 1 resmi berakhir akhir tahun 2019.
Yang terbaru adalah Angel Alvredo Vera yang dipecat Manajemen Bhayangkara setelah hasil imbang 2-2 menghadapi Persija Jakarta.
Padahal, Alfredo Vera tidak terlalu terlalu buruk performanya. Bhayangkara berada diposisi kesepuluh klasemen sementara dengan raihan 17 poin hasil dari empat kemenangan, lima kalah, dan lima kali seri.
Tapi, pemecatan Alfredo Vera bukan yang menjadi terheboh. Yang paling menyita perhatian pecinta sepakbola tanah air
adalah bagaimana bisa Persebaya Surabaya dengan gampangnya mendepak Djajang Nurjaman dari kursi kepelatihannya.
Apalagi pemecatan pelatih asal Jawa Barat tersebut terjadi di lobi hotel pasca hasil imbang kontra Madura United dan beberapa menjelang laga kontra Arema FC pekan lalu.
Hasilnya sudah bisa ditebak. Persebaya tumbang dengan skor telak 4-0 ditangan musuh abadinya. Penampilan Persebaya juga tidak terlalu mengecewakan.
Dengan tim yang bisa dikatakan tidak bertabur bintang, sebelum pertandingan menghadapi Arema FC Djanur membawa Persebaya bertengger di peringkat ketujuh dengan raihan 18 poin.
Tentu hal ini membuat miris. Pelatih Bali United Stefano Teco Cugurra pun ikut berkomentar mengenai hal ini.
Namun, dia berkomentar secara umum mengenai fenomena yang terjadi saat ini. “Saya pikir, mengganti pelatih bukan solusi,” terangnya.
Menurut Coach Teco, mengganti pelatih tidak menjamin sebuah tim bisa menjadi tim lebih baik lagi saat mengarungi liga.
“Pelatih memang memiliki resiko yang besar. Tim bermain buruk, pasti ada tekanan. Ini biasanya menjadi alasan bagus untuk mengganti pelatih.
Tapi terkadang, pelatih punya kualitas dan tim yang tidak berjalan baik. Tidak menjamin sebuah tim langsung bagus dengan mengganti pelatih,” terangnya.
Sebagai pelatih asing, Coach Teco sadar betul bahwa tekanan sebagai juru taktik itu besar. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara asalnya Brazil dan Thailand.
Kebetulan mantan pelatih fisik Persebaya tersebut sudah memiliki pengalaman memimpin tiga klub selama kurang lebih enam musim disana.
“Waktu di Persija dulu, saya juga pernah didemo karena tidak pernah menang. Waktu itu tahun pertama saya di Persija. Ada tekanan besar setelah melawan Arema.
Bukan hanya suporter, tapi manajemen juga menekan saya waktu itu. Mereka bilang, menang atau keluar. Akhirnya kami bisa menang dan tetap berjalan,” tuturnya.