Nasib malang diderita bayi berusia 1,5 bulan asal Banjar Dinas Purwa, Desa Pengastulan, Seririt, Buleleng.
Gede Fendi Pratama Wijaya Putra, meninggal dunia usai menjalani dua kali operasi di RSUP Sanglah karena penyakit Higroma Kistik.
JULIADI, Seririt
MENGIDAP penyakit keras seperti higroma kistik di umur begitu dini tentu bukan keadaan yang bisa diterima kedua orang tua Gede Fendi Pratama Wijaya Putra.
Kala bayi yang lain tubuh normal, ceria dan penuh bahagia, justru mereka pontang panting berjuang keras demi kesembuhan buah hati yang mengidap penyakit higroma kistik (cystic hygroma).
Secara medis ada dua faktor yang menjadi penyebab munculnya penyakit ini. Faktor kelainan genetik bawaan dapat menjadi penyebab timbulnya higroma kistik.
Setidaknya, ada kondisi genetik yang mendasari terjadinya penyakit ini. Kemudian juga faktor virus yang menginfeksi ibu saat kehamilan dapat menyebabkan higroma kistik pada bayi.
Selain itu, gaya hidup ibu yang tidak sehat seperti konsumsi obat terlarang dan alkohol. Orangtua Gede Fendi, Komang Yobi Suarjaya, 21, dan Tati Umiyati, 21, tak mengira anak mereka mengidap penyakit aneh ini.
Mereka awalnya mengira sang putra menderita penyakit tumor getah bening pada bagian leher dan pipi sebelah kirinya.
Namun, setelah dicek hasil di RS Sanglah, tim medis menyatakan buah hatinya mengidap penyakit higroma kistik.
Setelah satu bulan lebih menjalani perawatan di RS Sanglah melawan penyakitnya Gede Fendi akhirnya meninggal dunia Rabu (9/10) lalu sekitar pukul 03.30.
Penyakit higroma kistik gejala abnormal yang terjadi pada leher dan kepala bayi, biasanya benjolannya lama-lama akan semakin membesar seiring dengan berjalannya waktu.
Keadaan higroma kistik pada bayi menimbulkan kromosom yang menjadi sumber dari DNA bayi menjadi rusak atau bahkan hilang.
Jawa Pos Radar Bali ketika bertandang ke rumah duka di Banjar Dinas Purwa, Desa Pengastulan, Seririt, Buleleng, tampak, terlihat tanda duka.
Wajah Tati Umiyati, ibu Gede Fendi masih terlihat shock dan lemah. Tak berselang lama Tati Umiyati tak sadarkan diri.
Ayah bayi, Komang Yobi Suarjaya, mengatakan bayinya dirawat di RS Sanglah selama kurang lebih satu bulan. Mulanya dia mengira buah hati mengidap penyakit tumor getah bening.
“Tapi setelah cek dalam perawatan mengidap penyakit higroma kistik, itu kata dokter di RS Sanglah,” kata Komang Yobi.
Menurut Komang Yobi, saat menjalani perawatan di RS Sanglah, dia tak mampu berbuat banyak hanya bisa pasrah dan berdoa.
Tubuh bayinya penuh dengan peralatan medis. Infus menjadi energi asupan makan sehari-hari. Selama di RS Sanglah, dua kali Gede Fendi harus menjalani operasi.
Sebelumnya telah dilakukan operasi pertama untuk mengangkat benjolan diseputaran leher Gede Fendi pada bulan September.
“Operasi pertama berjalan sukses namun beberapa waktu kemudian tumbuh lagi benjolan bernanah disekitar lehernya,” ucapnya.
Komang Yobi mengaku paramedis di rumah sakit telah melakukan upaya maksimal untuk menyelamatkan anaknya.
Namun, takdir berkata lain. Usai operasi yang kedua kondisi kesehatan Gede Fendi terus merosot hingga akhirnya meninggal.
“Sebelumnya sempat makan melalui selang yang dipasang melalui hidung. Dan, setelah itu kondisi anak saya terus menurun hingga akhirnya meninggal sekitar pukul 03.30 wita,” ujarnya.
Menurutnya, penyakit Gede Fendi bawaan sejak lahir. Baru mengetahui bayinya menderita penyakit ini setelah dilakukan ultrasonografi (USG) pada usia kehamilan 5 bulan.
Saat itu Tati dan suaminya sudah pasrah, karena hasil USG dokter menemukan kelainan pada struktur leher dan pipi bayi.
Dengan penyebab terifeksi bakteri pada kandungannya. Sehingga berimbas pada perkembangan bayi.
“Terinfeksi bakteri pada saat proses kehamilan. Namun bakteri apa yang menyebabkan saya tidak tahu. Itu kata dokter saat itu dilakukan pemeriksaaan,” paparnya.
Diakui Komang Yobi Suarjaya, bayinya lahir dengan operasi cesar kala itu di RS Sanglah. Pihak RS Sanglah pun menyarankan untuk dirawat inap.
Namun, karena keterbatasan biaya, dia dan istri membawa pulang buah hatinya ke rumah. “Kami terus disarankan oleh tim medis di RSUP Sanglah
untuk berobat dengan rawat inap dan dilakukan operasi. Tapi, kami menolak dengan alasan karena tak biaya,” ungkapnya.
Meski dirawat di rumah, dia dan istri tak patah semangat agar buah hati dapat sembuh dari penyakit tersebut.
Sebagai warga miskin kurang mampu, BPJS Kesehatan menjadi pilihannya. Tidak hanya itu dukungan dan bantuan dari relawan juga berdatangan.
Karena biaya pengobatan tidak cukup hanya dengan BPJS Kesehatan saja. Tetapi ada biaya obatan lainnya. “Akan tetapi, nasib berkata lain Gede Fendi berpulang,” tuturnya.
Pihak keluarga rencana tidak melakukan pengabenan terhadap jenazah Gede Fendi. Namun akan dilakukan penguburan di Setra Desa Pakraman Pengastulan. (*)