29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:24 AM WIB

Terganjal Sertifikat, Pembaruan Kontrak Lapter Letkol Wisnu Misterius

SINGARAJA – Proses pembaruan nilai kontrak Lapangan Terbang (Lapter) Letkol Wisnu di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, hingga kini masih mengambang.

Penyebabnya sertifikat tanah dari Pemprov Bali belum juga terbit. Alhasil nilai kontrak Lapter Letkol Wisnu hingga kini masih berpatokan pada nilai kontrak yang lama.

Rencana pembaruan nilai kontrak direncanakan sejak tahun 2018 lalu. Saat itu pemerintah mengajukan peninjauan kontrak lahan, lantaran sudah sepuluh tahun berjalan.

Selama ini nilai kontrak antara Bali International Flight Academy (BIFA) dengan Pemkab Buleleng hanya Rp 30 juta sebulan.

Belakangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyebut nilai kontrak itu terlalu rendah, sehingga harus ditinjau ulang.

Pemerintah pun meminta bantuan Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja melakukan appraisal harga atas aset tersebut.

Akhirnya muncul harga sewa minimal atas bangunan sebesar Rp 75.605.000. Pemkab kemudian melakukan negosiasi dengan BIFA.

Akhirnya kedua belah pihak sepakat dengan nilai kontrak Rp 76.660.000 per tahun. Meski telah ada kata sepakat,

hingga kini belum ada penandatanganan perjanjian kontrak pemanfaatan barang milik daerah, antara Pemkab Buleleng dengan BIFA.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Pemkab Buleleng, Ni Made Rousmini mengatakan, sampai kini memang belum ada perubahan nilai sewa antara BIFA dengan Pemkab Buleleng.

“Sebenarnya sudah ada kesepakatan angka. Bahkan, di atas harga appraisal. Tapi, perjanjian yang baru belum bisa ditandatangani. Sementara tetap berpatokan pada perjanjian tahun 2008,” kata Rousmini.

Menurut Rousmini salah satu penyebab terganjalnya perjanjian tersebut, adalah status tanah milik Pemprov Bali. Tanah di Lapter Letkol Wisnu, sebagian besar adalah milik Pemprov Bali.

Sementara bangunan, milik Pemkab Buleleng. Perjanjian pun mesti melibatkan ketiga pihak, baik itu Pemprov Bali selaku pemilik lahan, Pemkab Buleleng selaku pemilik bangunan, maupun BIFA sebagai penyewa.

“Sampai sekarang masih menunggu sertifikat tanah dari Pemprov Bali. Kami akan follow up lagi ke Pemprov, sudah sampai mana tindaklanjutnya.

Sudah saya minta Kabag Ekbang (Desak Putu Rupadi, Red) berkoordinasi dengan Pemprov,” kata Rousmini.

Ia pun mengaku masih mempelajari ketentuan perjanjian lebih lanjut. “Siapa tahu bisa dengan perjanjian kedua belah pihak saja,

antara Pemkab Buleleng dengan BIFA untuk sewa aset milik Pemkab saja. Kalau dengan provinsi, nanti biar BIFA dengan provinsi pada perjanjian berbeda.

Kalau memang harus tripartite, kami akan kejar sertifikat itu biar cepat selesai. Sebab kenaikan nilai sewanya signifikan,” kata Rousmini.

Asal tahu saja, BIFA mengontrak aset milik Pemkab di Lapter Letkol Wisnu sejak tahun 2008 silam dengan nilai Rp 30 juta per tahun.

Aset milik pemerintah pun beragam. Mulai dari landasan pacu sepanjang 900 meter dengan lebar 60 meter, pagar, menara air traffic control, serta beberapa bangunan lainnya. 

SINGARAJA – Proses pembaruan nilai kontrak Lapangan Terbang (Lapter) Letkol Wisnu di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, hingga kini masih mengambang.

Penyebabnya sertifikat tanah dari Pemprov Bali belum juga terbit. Alhasil nilai kontrak Lapter Letkol Wisnu hingga kini masih berpatokan pada nilai kontrak yang lama.

Rencana pembaruan nilai kontrak direncanakan sejak tahun 2018 lalu. Saat itu pemerintah mengajukan peninjauan kontrak lahan, lantaran sudah sepuluh tahun berjalan.

Selama ini nilai kontrak antara Bali International Flight Academy (BIFA) dengan Pemkab Buleleng hanya Rp 30 juta sebulan.

Belakangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyebut nilai kontrak itu terlalu rendah, sehingga harus ditinjau ulang.

Pemerintah pun meminta bantuan Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja melakukan appraisal harga atas aset tersebut.

Akhirnya muncul harga sewa minimal atas bangunan sebesar Rp 75.605.000. Pemkab kemudian melakukan negosiasi dengan BIFA.

Akhirnya kedua belah pihak sepakat dengan nilai kontrak Rp 76.660.000 per tahun. Meski telah ada kata sepakat,

hingga kini belum ada penandatanganan perjanjian kontrak pemanfaatan barang milik daerah, antara Pemkab Buleleng dengan BIFA.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Pemkab Buleleng, Ni Made Rousmini mengatakan, sampai kini memang belum ada perubahan nilai sewa antara BIFA dengan Pemkab Buleleng.

“Sebenarnya sudah ada kesepakatan angka. Bahkan, di atas harga appraisal. Tapi, perjanjian yang baru belum bisa ditandatangani. Sementara tetap berpatokan pada perjanjian tahun 2008,” kata Rousmini.

Menurut Rousmini salah satu penyebab terganjalnya perjanjian tersebut, adalah status tanah milik Pemprov Bali. Tanah di Lapter Letkol Wisnu, sebagian besar adalah milik Pemprov Bali.

Sementara bangunan, milik Pemkab Buleleng. Perjanjian pun mesti melibatkan ketiga pihak, baik itu Pemprov Bali selaku pemilik lahan, Pemkab Buleleng selaku pemilik bangunan, maupun BIFA sebagai penyewa.

“Sampai sekarang masih menunggu sertifikat tanah dari Pemprov Bali. Kami akan follow up lagi ke Pemprov, sudah sampai mana tindaklanjutnya.

Sudah saya minta Kabag Ekbang (Desak Putu Rupadi, Red) berkoordinasi dengan Pemprov,” kata Rousmini.

Ia pun mengaku masih mempelajari ketentuan perjanjian lebih lanjut. “Siapa tahu bisa dengan perjanjian kedua belah pihak saja,

antara Pemkab Buleleng dengan BIFA untuk sewa aset milik Pemkab saja. Kalau dengan provinsi, nanti biar BIFA dengan provinsi pada perjanjian berbeda.

Kalau memang harus tripartite, kami akan kejar sertifikat itu biar cepat selesai. Sebab kenaikan nilai sewanya signifikan,” kata Rousmini.

Asal tahu saja, BIFA mengontrak aset milik Pemkab di Lapter Letkol Wisnu sejak tahun 2008 silam dengan nilai Rp 30 juta per tahun.

Aset milik pemerintah pun beragam. Mulai dari landasan pacu sepanjang 900 meter dengan lebar 60 meter, pagar, menara air traffic control, serta beberapa bangunan lainnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/