GIANYAR – Kisruh proyek Pasar Gianyar, tampaknya, masih akan terus berlanjut setelah Bendesa Adat meminta perlindungan ke Polda Bali.
Kisruh kian memanas setelah karma Desa Adat Gianyar yang duduk sebagai anggota DPRD justru meminta kasus ini diselesaikan di pengadilan.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Gianyar, Nyoman Alit “Rama” Sutarya, mengatakan, sebagai krama yang pernah duduk di di jajaran Sabha Desa Adat Gianyar selama dua periode itu, masalah tanah pasar sudah selesai tahun 1977.
“Itu tanah sudah selesai tahun 1977. Proses itu ada tanah pengganti, sudah selesai. Nggak ada kaitan dengan tanah,” tegas Alit Sutarya.
Menurut anggota Fraksi PDIP, yang dilakukan pemerintah Gianyar adalah merevitalisasi bangunan pasar yang sudah berusia tua.
“Yang perlu digarisbawahi, merevitalisasi. Bukan hak atas tanah,” jelas Alit Sutarya. DPRD justru mengapresiasi upaya pemerintah Gianyar memperbaiki pasar yang berusia 40 tahunan.
“Ini sudah 40 tahun lebih, kalau terjadi ketidaknyamanan, karena instalasi dimakan tikus, terjadi kebakaran. Muncul korban.
Sekarang syukur pedagang diberikan bangunan yang bersih. Kalau pedagang (lama) diprioritaskan jelas, mereka pertama,” ungkapnya.
Disamping itu, selama pasar berjalan, dulu sempat ada pembagian parkir. “Untuk status tanah, dalam Undang-undang sudah mengatur di pasal 33,
bumi air yang terkandung di dalamnya untuk rakyat. Sekarang Pemkab menguasai, untuk rakyat,” jelasnya.
Sebagai tokoh Gianyar Kota, Alit Sutarya justru mempertanyakan keputusan bendesa minta perlindungan hukum ke Polda Bali.
“Kalau paruman (hasil rapat, red) harus dari tingkat bawah. Dari Banjar masing-masing. Ini tidak ada paruman. Biasanya hasil paruman, hasil banjar-banjar itu diteruskan ke desa,” jelasnya.
Selain itu, Alit Sutarya yang merasa ditokohkan selalu dapat undangan jika soal rapat desa.
“Mestinya yang terlibat secara keseluruhan. Ada bukti foto (rapat). Sekarang walaupun saya tidak jadi prajuru, tapi saya ditokohkan, biasanya saya diundang kalau ada rapat begitu,” pungkasnya.