SINGARAJA – Rencana tukar guling lahan Balai Desa Pengulon dengan pihak swasta terganjal.
Salah seorang warga yang mengklaim memiliki hak atas lahan itu, mengajukan keberatan pada Kantor Pertanahan Buleleng.
Pihak ahli waris pemilik lahan, meminta agar proses penyertifikatan tanah dibatalkan.
Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, lahan yang masuk objek sengketa itu berada di wilayah Banjar Dinas Munduk Sari, Desa Pengulon.
Konon dulunya lahan itu merupakan milik pribadi.
Kemudian terjadi pelepasan hak secara bawah tangan pada tahun 1973 silam.
Setelah disepakati pelepasan hak, kemudian Kantor Desa Pengulon didirikan di atas lahan seluas 600 meter persegi.
Beberapa tahun berselang, dilakukan perluasan, sehingga total luas lahan yang digunakan mencapai 10 are.
Seiring berjalannya waktu, Kantor Perbekel kemudian dipindah ke Banjar Dinas Bukit Sari, Desa Pengulon.
Lahan bekas kantor perbekel pun dibiarkan kosong.
Pada November 2015, pihak desa melakukan tukar guling secara fisik dengan salah satu perusahaan swasta.
Lahan yang dulu di atasnya berdiri kantor desa, ditukar dengan lahan milik perusahaan swasta.
Konon perusahaan itu akan mendirikan gedung kantor di bekas kantor desa itu.
Hal itu pun menuai protes dari Made Sugiandra dan ahli warisnya Gede Aryasandi yang mengklaim memiliki hak atas lahan balai desa itu.
Kebetulan keduanya memiliki lahan di sebelah timur objek sengketa.
Kemarin keduanya dimediasi dengan Perbekel Pengulon Nyoman Juliana, di Kantor Pertanahan Buleleng.
Mediasi dipimpin Kasi Penanganan Masalah Sengketa Tanah Kantor Pertanahan Buleleng, Ida Kade Genjing.
Ditemui usai mediasi, Gede Aryasandi menyatakan dirinya sebenarnya ingin menyetujui proses tukar guling lahan itu.
Hanya saja ia menemui beberapa kejanggalan dalam proses tukar guling itu.
Alhasil ia pun menyatakan protes.
“Kami melihat adanya pemalsuan tanda tangan dari almarhum keluarga kami, dan ada surat pernyataan palsu dari orang tua saya.
Itu yang membuat kami jengkel.
Karena proses tukar guling ini tidak sehat, ya kami inginnya sehat.
Kalau sejak awal dikomunikasikan pada kami, mungkin lain ceritanya,” kata Aryasandi.
Sementara itu Perbekel Nyoman Juliana yang dikonfirmasi terpisah, enggan berkomentar.
Ia menyatakan masalah itu merupakan masalah pribadi yang akan diselesaikan.
“Saya tidak mau bicara. Ini menyangkut pribadi. Kalau dia mau bicara, silahkan saja,” kata Juliana.
Sementara itu Kasi Penanganan Masalah Sengketa Tanah, Ida Kade Genjing menyatakan pihaknya hanya melakukan mediasi.
Mengingat saat ini pihak desa mengajukan proses penyertifikatan tanah pada objek sengketa itu.
Dirinya menyarankan pihak yang keberatan, mengajukan gugatan secara hukum.
“Kalau ada gugatan, kami hentikan dulu proses penyertifikatannya.
Kami punya kewajiban menunda, karena objek yang dimohonkan dalam proses sengketa.
Tapi (gugatan) harus diajukan dalam waktu 10 hari ini.
Kalau tidak ada, ya kami proses (sertifikatnya),” tegas Genjing.