28.4 C
Jakarta
9 November 2024, 4:49 AM WIB

Didemo Greenpeace – Warga, PT GEB: PLTU Celukan Bawang II Jalan Terus

SINGARAJA – Konsorsium pembangunan PLTU batu bara tahap dua di Desa Celukan Bawang, menyebut aksi penolakan pembangunan pembangkit listrik, ditunggangi kepentingan pribadi.

Konsorsium juga mengklaim telah memenuhi syarat-syarat perizinan sebelum memulai usaha, termasuk mengantongi izin analisis dampak lingkungan (amdal) dari Pemprov Bali.

Konsorsium pembangunan PLTU sendiri dipayungi oleh PT. General Energy Bali (GEB). Dalam proses pembangunan dan operasional PLTU, PT. GEB melakukan joint operation dengan beberapa perusahaan di dalamnya.

Termasuk dengan beberapa korporasi asal Tiongkok. General Affair PT. GEB, Putu Singyen mengatakan aksi penolakan PLTU batu bara

yang dilakukan Paguyuban Masyarakat Peduli Lingkungan (PMPL) Buleleng dan Greenpeace Indonesia sebagai hal yang wajar.

Hanya saja ia menyesalkan aksi penolakan itu, karena bisa berdampak pada perekonomian Bali.

Singyen mengklaim konsorsium sudah berupaya membuat pembangkit listrik ramah lingkungan seoptimal mungkin, dengan dampak lingkungan seminimal mungkin.

“Sebelum membangun kan kami harus memenuhi izin. Buktinya semua sudah kami lengkapi, dan sangat lengkap,” kata Singyen saat ditemui di Singaraja kemarin (18/4).

Pria yang sempat menjadi anggota DPRD Buleleng itu justru mempertanyakan aksi penolakan yang menggandeng Greenpeace Indonesia.

Hingga kapal Rainbow Warrior bersedia menurunkan sauh di perairan Desa Celukan Bawang. Singyen menyebut ada kepentingan pribadi yang menunggangi aksi penolakan itu.

“Kami tidak membela diri. Menolak itu ada kepentingan pribadi apa tidak? Kapal Greenpeace itu bukan tujuannya ke PLTU.

Ini ada kepentingan tunggangan-tunggangan tertentu sehingga untuk menguntungkan dirinya sendiri,” klaimnya.

Singyen menegaskan konsorsium tetap melakukan pembangunan PLTU dengan bahan bakar batu bara. Meski ada penolakan dari warga. Alasannya, konsorsium telah mengantongi seluruh perizinan yang ada. Terutama izin lingkungan.

“Sebenarnya tinggal ground breaking saja. Dukungan dari warga juga sudah ada, kami kantongi kok dukungan itu.

Rencananya tahun ini sudah ground breaking. Tapi kalau terus ada hambatan begini kami nggak tahu. Target kami, lebih cepat lebih baik,” tegasnya.

SINGARAJA – Konsorsium pembangunan PLTU batu bara tahap dua di Desa Celukan Bawang, menyebut aksi penolakan pembangunan pembangkit listrik, ditunggangi kepentingan pribadi.

Konsorsium juga mengklaim telah memenuhi syarat-syarat perizinan sebelum memulai usaha, termasuk mengantongi izin analisis dampak lingkungan (amdal) dari Pemprov Bali.

Konsorsium pembangunan PLTU sendiri dipayungi oleh PT. General Energy Bali (GEB). Dalam proses pembangunan dan operasional PLTU, PT. GEB melakukan joint operation dengan beberapa perusahaan di dalamnya.

Termasuk dengan beberapa korporasi asal Tiongkok. General Affair PT. GEB, Putu Singyen mengatakan aksi penolakan PLTU batu bara

yang dilakukan Paguyuban Masyarakat Peduli Lingkungan (PMPL) Buleleng dan Greenpeace Indonesia sebagai hal yang wajar.

Hanya saja ia menyesalkan aksi penolakan itu, karena bisa berdampak pada perekonomian Bali.

Singyen mengklaim konsorsium sudah berupaya membuat pembangkit listrik ramah lingkungan seoptimal mungkin, dengan dampak lingkungan seminimal mungkin.

“Sebelum membangun kan kami harus memenuhi izin. Buktinya semua sudah kami lengkapi, dan sangat lengkap,” kata Singyen saat ditemui di Singaraja kemarin (18/4).

Pria yang sempat menjadi anggota DPRD Buleleng itu justru mempertanyakan aksi penolakan yang menggandeng Greenpeace Indonesia.

Hingga kapal Rainbow Warrior bersedia menurunkan sauh di perairan Desa Celukan Bawang. Singyen menyebut ada kepentingan pribadi yang menunggangi aksi penolakan itu.

“Kami tidak membela diri. Menolak itu ada kepentingan pribadi apa tidak? Kapal Greenpeace itu bukan tujuannya ke PLTU.

Ini ada kepentingan tunggangan-tunggangan tertentu sehingga untuk menguntungkan dirinya sendiri,” klaimnya.

Singyen menegaskan konsorsium tetap melakukan pembangunan PLTU dengan bahan bakar batu bara. Meski ada penolakan dari warga. Alasannya, konsorsium telah mengantongi seluruh perizinan yang ada. Terutama izin lingkungan.

“Sebenarnya tinggal ground breaking saja. Dukungan dari warga juga sudah ada, kami kantongi kok dukungan itu.

Rencananya tahun ini sudah ground breaking. Tapi kalau terus ada hambatan begini kami nggak tahu. Target kami, lebih cepat lebih baik,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/